1.1
Kontrasepsi
Mantap
Cara melakukan sterilisasi telah mengalami banyak perubahan.
Pada abad ke-19, sterilisasi dilakukan dengan mengangkat uterus atau kedua
ovarium. Pada tahun 50-an dilakukan dengan memasukkan AgNO3 melalui kanalis
servikalis ke dalam tuba uterina. Pada akhir abad ke-19 dilakukan dengan
mengikat tuba uterina namun cara ini mengalami banyak kegagalan sehingga
dilakukanlah pemotongan dan pengikatan tuba uterina. Dulu, sterilisasi ini
dibantu oleh anestesi umum dengan membuat sayatan / insisi yang lebar dan harus
dirawat di rumah sakit. Kini, operasinya tanpa dibantu anestesi umum dengan
hanya membuat insisi kecil dan tidak perlu dirawat di rumah sakit.
Kontrasepsi
mantap ialah salah satu cara kontrasepsi dengan tindakan pembedahan atau dengan
kata lain setiap tindakan pembedahan pada saluran telur wanita (Tubektomi) atau
saluran mani (Vasektomi) yang mengakibatkan orang atau pasangan yang
bersangkutan tidak akan memperoleh keturunan lagi.
Dilakukan
atas permohonan pasangan suami
– istri yang bersangkutan, tanpa paksaan dari pihak lain dalam bentuk
apapun. Sehingga mencegah keadaan yang tidak diinginkan, seperti
penyesalan setelah mendapat pelayanan kontrasepsi mantap. Maka
perlu ditetapkan persyaratan
bagi mereka yang akan memperoleh pelayanan kontrasepsi mantap.
Secara
umum yang harus dipenuhi calon
peserta kontrasepsi mantap untuk menentukan dapat atau tidaknya seseorang
mendapatkan/
meminta pelayanan kontrasepsi mantap, yaitu:
1. Sukarela.
Calon
peserta kontrasepsi mantap harus secara sukarela menerima pelayanan kontrasepsi
mantap. Artinya calon peserta KB tersebut tidak dipaksa atau ditekan untuk
menjadi peserta kontrasepsi mantap. Untuk memantapkan syarat sukarela ini perlu
dilakukan pelayanan informasi konseling.
2. Bahagia.
Setiap
calon peserta kontrasepsi mantap harus memenuhi syarat kebahagiaan artinya
calon peserta tersebut terikat
dalam perkawinan yang syah dan harmonis, telah dianugerahi sekurang-kurangnya 2
orang anak dengan umur anak terkecil 2 tahun dan dengan mempertimbangkan umur
istri sekurang-kurangnya 25 tahun. Syarat bahagia ini dapat diketahui pada saat
dilakukan pelayanan informasi dan konseling.
3. Kesehatan.
Setiap
calon peserta kontrasepsi mantap harus memenuhi syarat kesehatan, artinya tidak
ditemukan kontraindikasi kesehatan jika kepada calon peserta tersebut diberikan
pelayanan kontrasepsi mantap. Syarat kesehatan ini dapat diketahui pada saat
pemeriksaan prabedah.
Kontrasepsi
mantap terdiri dari 2 macam, yaitu
: Tubektomi yang
dilakukan pada wanita dan Vasektomi
yang dilakukan pada pria.
1.
Tubektomi
Tubektomi adalah prosedur bedah
sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seorang perempuan.
a.
Profil
1) Sangat
efektif dan permanen.
2) Tindak
pembedahan yang aman dan sederhana.
3) Tidak
ada efek samping.
4) Konseling
dan informed consent (persetujuan
tindakan) mutlak diperlukan.
b. Jenis
1) Minilaparotomi.
Mini laparatomi (minilap)
yaitu tindakan pada tuba fallopii wanita melalui irisan kecil di dinding perut
± 2-3 cm yang dapat mengakibatkan wanita tersebut tidak dapat hamil.
Teknik
ini pertama kali diperkenalkan oleh Uchida dkk (1961) di Jepang untuk akseptor
kontrasepsi mantap (kontap) atau sterilisasi pada wanita pasca persalinan.
Selanjutnya Mark dan Webb (1968) melakukan sayatan kecil yang tersembunyi di
balik lipatan kulit bawah pusat pada akseptor pasca persalinan, sehingga
parutnya tidak kelihatan.
Untuk
akseptor masa interval baru dikembangkan sejak tahun 1970-an, diantaranya
Vitoon Osathanondh (1972) dari Thailand mengembangkan teknik minilaparotomi
yang sederhana dengan memakai alat-alat yang sederhana pula, anestesi lokal
tanpa tinggal di rumah sakit. Dan untuk menempatkan rahim sedemikian rupa ke
depan dinding perut dipergunakan elevator rahim Ramathibodi sehingga tuba
Fallopii dengan mudah ditampilkannya. Kemudian dilakukan pengikatan atau
pemotongan. Ternyata teknik yang sederhana ini mudah, aman dan murah sesuai
untuk program kontap di negara-negara berkembang.
Pembedahan
tubektomi minilap merupakan salah satu teknik kontap pada wanita yang resikonya
sedikit tetapi manfaatnya banyak. Teknik ini sederhana, mudah serta aman untuk
dipelajari oleh dokter umum atau calon dokter. Dan karena kelebihan-kelebihan
yang dimilikinya praktis dapat dilakukan oleh dokter-dokter umum di rumah sakit
kabupaten atau puskesmas yang mempunyai perlengkapan dan peralatan bedah sederhana.
2) Laparoskopi.
Laparoskopi
adalah cara visualisasi rongga perut dan panggul melalui
insisi kecil pada perut setelah dibuat pneumoperitonium.
insisi kecil pada perut setelah dibuat pneumoperitonium.
c.
Mekanisme
kerja
Dengan
mengoklus tuba falopii (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga
sperma tidak dapat bertemu dengan ovum
d.
Manfaat
1) Kontrasepsi
a) Sangat
efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan).
b) Tidak
mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding).
c) Tidak
bergantung pada faktor senggama.
d) Baik
bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius.
e) Pembedahan
sederhana, dapat digunakan dengan anestesi lokal.
f) Tidak
ada efek samping dalam jangka panjang.
g) Tidak
ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon
ovarium).
2) Nonkontrasepsi
Berkurangnya
risiko kanker ovarium.
e.
Keterbatasan
1) Harus
dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan
kembali), kecuali dengan operasi rekanalisasi.
2) Klien
dapat menyesal di kemudian hari.
3) Risiko
kompikasi kecil (meningkat apabila digunakan anestesi umum).
4) Rasa
sakit / ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan.
5) Dilakukan
oleh dokter yang terlatih(dibutuhkan dokter spesialis ginekologi atau dokter
spesialis bedah untuk proses laparoskopi) .
6) Tidak
melindungi diri dari IMS, termasuk HBV dan HIV/AIDS.
f. Isu –isu Klien
1) Klien
mempunyai hak untuk berubah pikiran setiap waktu sebelum prosedur ini.
2) Informed consent harus
diproleh dan standart consent form harus
ditandatangani oleh klien sebelum prosedur ini dilakukan; informed consent form dapat ditandatangani oleh seorang saudara
atau pihak yang bertanggung jawab atas seorang klien yang kurang paham dan
tidak dapat memberikan informed consent,
misalnya individu yang tidak kompeten secara kejiwaan.
g.
Yang
Boleh dan Yang Tidak Boleh Melakukan Tubektomi (Berdasarkan Klasifikasi
Persyaratan Medis Dalam Penapisan Klien Menurut WHO, 2004)
Tabel 7.1: Kontrasepsi Tubektomi
Kondisi
|
Kategori
|
Karakteristik Pribadi dan Riwayat Reproduksi
|
|
Kehamilan
|
C
|
Usia muda
|
B
|
Paritas
·
Nulipara
·
Multipara
|
A
A
|
Laktasi
|
A
|
Pascapersalinan
·
- < 7 hari
-
7 - < 42 hari
-
≥ 42 hari
·
Preeklampsia/
eklampsia
-
Preeklampsia ringan
-
Preeklampsia berat/
eklampsia
·
Ketuban pecah lama
-
> 24 jam
·
Infeksi nifas
·
Perdarahan antepartum
·
Trauma berat pada
daerah genitalia
·
Ruptur uterus
|
A
C
A
A
C
C
C
C
C
D
|
Pascaabortus
·
Tanpa komplikasi
·
Sepsis pascakeguguran
·
Perdarahan
pascakeguguran
·
Trauma alat genital/
serviks/ vagina saat pengguguran
·
Perforasi uterus
·
Hematometra
|
A
C
C
C
D
C
|
Kehamilan ektopik lampau
|
A
|
Merokok
·
Usia < 35 tahun
·
Usia > 35 tahun
|
A
A
|
Obesitas
·
≥ 30 kg/m2
IMT
|
B
|
Penyakit Kardiovaskular
|
|
Faktor risiko multiple penyakit kardiovaskular
|
D
|
Hipertensi
·
Hipertensi terkontrol
·
Kenaikan tekanan
darah
-
Sistolik 140 – 160
atau diastolik 90 – 100
-
Sistolik > 160
atau diastolik > 100
·
Penyakit vascular
|
B
B
D
D
|
Riwayat hipertensi selama kehamilan
|
A
|
Trombosis vena dalam/ emboli paru
·
Riwayat TVD/EP
·
TVD/EP saat ini
·
Riwayat keluarga
dengan TVD/EP
·
Bedah mayor
-
Dengan imbolisasi
lama
-
Tanpa imobilisasi
lama
·
Bedah minor
|
A
C
A
C
A
A
|
Mutasi trombogenik
|
A
|
Trombosis vena permukaan
·
Varises
·
Tromboflebitis
permukaan
|
A
A
|
Penyakit jantung iskemik
·
Saat ini penyakit
jantung iskemik
·
Riwayat penyakit
jantung iskemik
|
D
B
|
Stroke
|
B
|
Hiperlipidemia
|
A
|
Penyakit jantung ventrikuler
·
Tanpa komplikasi
·
Dengan komplikasi
|
B
D
|
Kelainan Neurologis
|
|
Nyeri kepala
·
Non migraine
·
Migraine
-
Tanpa aura
-
Dengan aura
|
A
A
A
|
Epilepsy
|
B
|
Depresi
|
|
Depresi
|
B
|
Infeksi Dan Kelainan Alat Reproduksi
|
|
Perdarahan pervaginam
·
Perdarahan ireguler
·
Perdarahan banyak
|
A
A
|
Perdarahan yang tidak jelas penyebabnya
·
Sebelum penilaian
|
C
|
Endometriosis
|
D
|
Tumor ovarium jinak
|
A
|
Dismenorea berat
|
A
|
Penyakit trofoblas
·
Penyakit trofoblas
jinak
·
Penyakit trofoblas
ganas
|
A
C
|
Ektropion serviks
|
A
|
Neoplasia intraepithelial serviks
|
A
|
Kanker serviks
|
C
|
Penyakit mammae
·
Massa tidak
terdiagnosis
·
Penyakit mammae jinak
·
Riwayat kanker dalam
keluarga
·
Kanker mammae
-
Saat ini
-
Riwayat lampau, tidak
kambuh dalam 5 tahun
|
A
A
A
B
A
|
Kanker endometrium
|
C
|
Kanker ovarium
|
C
|
Fibroma uterus
·
Tanpa gangguan kavum
uteri
·
Dengan gangguan kavum
uteri
|
B
B
|
Penyakit radang panggul
·
Riwayat PRP
-
Dengan kehamilan
berikutnya
-
Tanpa kehamilan
·
Saat ini
|
A
B
C
|
Infeksi menular seksual
·
Purulen servisitis/
infeksi klamidia/ gonore
·
IMS lain (kecuali HIV
dan Hepatitis)
·
Vaginitis
·
Risiko IMS meningkat
|
C
A
A
A
|
HIV/ AIDS
|
|
Risiko tinggi HIV
|
A
|
Terinfeksi HIV
|
A
|
AIDS
|
D
|
Infeksi Lain
|
|
Skistosomiasis
·
Tanpa komplikasi
·
Fibrosis hati
|
A
B
|
Tuberkulosis
·
Non pelvis
·
Pelvis
|
A
D
|
Malaria
|
A
|
Penyakit Endokrin
|
|
Diabetes
·
Riwayat diabetes
gestasional
·
Penyakit non vaskular
-
Noninsulin dependen
-
Insulin dependen
·
Nefropati/
retinopati/ neuropati
·
Penyakit vaskular
lain/ Diabetes > 20 tahun
|
A
B
B
D
D
|
Penyakit tiroid
·
Goiter
·
Hipertiroid
·
Hipotiroid
|
A
D
B
|
Penyakit Gastrointestinal
|
|
Penyakit kandung empedu
·
Simptomatik
-
Terapi kolesistektomi
-
Di obati dengan obat
saja
-
Saat ini
·
Asimptomatik
|
A
A
C
A
|
Riwayat kolestasis
·
Berhubungan dengan
kehamilan
·
Berhubungan dengan
pil kontrasepsi
|
A
A
|
Hepatitis virus
·
Aktif
·
Karier
|
C
A
|
Sirosis
·
Ringan
·
Berat
|
B
D
|
Tumor hati
·
Jinak (Adenoma)
·
Malignan (Hepatoma)
|
B
B
|
Anemia
|
|
Talasemia
|
B
|
Penyakit bulan sabit
|
B
|
Anemia defisiensi Fe
·
Hb < 7 g%
·
Hb antara 7 – 10 g%
|
C
B
|
Keadaan Lain Yang Relevan Dengan Tubektomi
|
|
Infeksi kulit abdomen
|
C
|
Gangguan peredaran darah
|
D
|
Penyakit paru
·
Bronchitis, pneumonia
·
Asma, emfisema,
infeksi paru
|
C
D
|
Infeksi sistemik/ gastroenteritis
|
C
|
Perlekatan uterus oleh karena pembedahan/ infeksi lampau
|
D
|
Hernia umbilikalis atau abdominal
|
D
|
Penyakit ginjal
|
B
|
Defisiensi gizi berat
|
B
|
Pembedahan abdomen/ pelvik terdahulu
|
B
|
Sterilisasi bersamaan dengan pembedahan abdominal
·
Elektif
·
Emergensi
·
Keadaan infeksi
|
B
C
C
|
Sterilisasi bersamaan dengan SC
|
A
|
Tabel 7.2: Keadaan yang memerlukan
kehati-hatian
Keadaan
|
Anjuran
|
Masalah-masalah medis
yang signifikan (misalnya penyakit jantung atau pembekuan darah, Penyakit
Radang Panggul sebelumnya/ sekarang, obesitas, diabetes).
|
Klien dengan masalah
medis yang signifikan menghendaki penatalaksanaan lanjutan dan bedah yang
khusus. Misalnya, prosedur ini harus dilakukan di rumah sakit tipe A atau B
atau fasilitas swasta dan bukan disebuah ambulatory
facility. Bila memungkinkan, masalah-masalah medis yang signifikan
sebaiknya dikontrol sebelum proses pembedahan.
|
Anak tunggal dan/ atau
dengan tanpa anak sama sekali.
|
Nasihat yang sangat
hati-hati dan membutuhkan waktu tambahan untuk mengambik keputusan yang
bijak. Bantulah klien untuk memilih metode yang lain, bila perlu.
|
h.
Kapan
Dilakukan
1) Setiap
waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien tersebut
tidak hamil.
2) Hari
ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi ).
3) Pascapersalinan
.
a) Minilap:
di dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu.
b) Laparoskopi:
tidak tepat untuk klien-klien pascapersalinan.
4) Pascakeguguran
a) Triwulan
pertama: dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik (minilap
atau laparoskopi).
b) Triwulan
kedua: dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik (milap
saja).
Tabel 7.3: Penanganan atas komplikasi
yang mungkin terjadi.
Komplikasi
|
Penanganan
|
Infeksi luka
|
Apabila terlihat infeksi
luka, obati dengan antibiotik. Bila terdapat abses, lakukan drainase dan
obati seperti yang terindikasi.
|
Deam pascaoprasi (>38o
c).
|
Obati infeksi berdasarkan
apa yang ditemukan.
|
Luka pada kandung kemih,
intestinal (jarang terjadi).
|
Mengacu ke tindakan asuhan
yang tepat. Apabila kandung kemih atau usus luka dan diketahui swaktu oprasi,
lakukan reparasi primer. Apabila ditemukan pascaoprasi, dirujuk ke rumah
sakit yang tepat bila perlu.
|
Hematoma (subkutan).
|
Gunakan packes yang
hangat dan lembab ditempat tersebut. Amati; hal ini biasanya akan berhenti
dengan berjalannya waktu tetapi dapat membutuhkan drainase bila ekstensif.
|
Emboli gas yang
diakibatkan oleh laparoskopi (sangat jarang terjadi)
|
Ajukan ke tingkat asuhan
yang tepat dan mulailah resusitasi intensif, termasuk cairan intravena,
resusitasi kardio pulmonar, dan tindakan penunjang kehidupan lainnya.
|
Rasa sakit pada lokasi
pembedaha.
|
Pastikan adanya infeksi
atau abses dan obati berdasarkan apa yang ditemukan
|
Perdarahan superfisial
(tepi-tepi kulit atau subkutan).
|
Mengontrol perdarahan dan
obati berdasarkan apa yang ditemukan.
|
i.
Instruksi
Kepada Klien
1) Jagalah
luka oprasi tetap kering hingga pembalut dilepaskan. Mulai lagi aktivitas
normal secara bertahap (sebaiknya dapat kembali ke aktivitas normal di dalam
waktu 7 hari setelah pembedahan).
2) Hindari
hubungan intim hingga merasa cukup nyaman. Setelah mulai kembali melakukan
hubungan intim, hentikanlah bila ada perasaan kurang nyaman.
3) Hindari
mengangkat benda-benda berat dan bekerja keras selama 1 minggu.
4) Kalau
sakit, minumlah 1 atau 2 tablet analgesik (atau penghilang rasa sakit) setiap 4
hingga 6 jam.
5) Jadualkanlah
sebuah kunjungan pemeriksaan secara rutin antara 7 dan 14 hari setelah
pembedahan. (petugas akan memberi tahu tempat layaan ini akan diberikan).
6) Kembalilah
setiap waktu apabila anda menghendaki perhatian tertentu, atau tanda-tanda dan
simptom-simptom yang tidak biasa.
j.
Informasi
Umum
1) Nyeri
bahu selama 12-24 jam setelah laparoskopi relatif lazim dialami karena gas (CO2
atau udara) di bawah diafragma, sekunder terhadap pneumoperitoneum.
2) Tubektomi
efektif setelah operasi.
3) Periode
menstuasi akan berlanjut seperti biasa. (Apabila mempergunakan metode hormonal
sebelum prosedur, jumlah dan durasi haid dapat meningkat setelah pembedahan).
Tubektomi tidak
memberikan perlindungan atas IMS, termasuk virus AIDS. Apabila pasangannya
berisiko, pasangan tersebut sebaiknya menggunakan kondom bahkan setelah
tubektomi.
k.
Rekanalisasi
Operasi
rekanalisasi dengan teknik bedah mikro sudah banyak dikembangkan. Teknik ini
tidak hanya menyambung kembali tuba falopii dengan baik, tetapi juga menjamin
kembalinya fungsi tuba. Hal ini disebabkan oleh teknik bedah mikro yang secara
akurat menyambung kembali tuba dengan trauma yang minimal, mengurangi
perlekatan pascaoperasi, mempertahankan fisiologi tuba, serta menjamin fimbriae
tuba tetap bebas sehingga fungsi penangkapan ovum masih tetap baik.
Tidak
semua klien pascatubektomi dapat dengan mudah menjalankan rekanalisasi atau
dikabulkan permintaan rekanalisasinya. Beberapa pertimbangan harus diberikan
untuk keberhasilan rekanalisasi tersebut.
Beberapa
indikasi kontra, antara lain:
1) Umur
klien > 37 tahun.
2) Tidak
ada ovulasi (atau ada masalah dari faktor ovarium).
3) Suami
oligospermi atau azoospermi.
4) Keadaan
kesehatan yang tidak baik, dimana kehamilan akan memperburuk kesehatannya.
5) Tuberculosis
genitalia interna.
6) Perlekatan
organ – organ pelvik yang luas dan berat.
7) Tuba
yang sehat terlalu pendek (kurang dari 4 cm).
8) Infeksi
pelvis yang masih aktif.
Beberapa
pertimbangan sebelum memutuskan untuk operasi. Yang dilakukan berdasarkan:
1) Pemeriksaan
praoperatif
a) Anamnesis
yang lengkap, termasuk laporan operasi daerah pelvis dan penyakit panggul
terdahul.
b) Pemeriksaan
fisik umum (status generalis).
c) Pemeriksaan
ginekologis.
d) Pemeriksaan
laparoskop.
e) Pemeriksaan
histerosalpingografi.
2) Keputusan
untuk operasi dan waktunya
a) Apakah
bisa dilakukan pembedahan mikro pada kasus tersebut.
b) Apakah
tindakn pembedahan tersebut akan memberikan hasil yang baik untuk klien agar
dapat hamil.
Bila jawaban YA, harus ditentukan
waktu operasi. Tindakan pembedahan biasanya dilakukan di Rumah Sakit oleh ahli
bedah yang terlatih serta dengan sarana yang lengkap untuk operasi mikro.
2.
Vasektomi
Vasektomi
adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan
melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alur trasportasi sperma terambat dan
proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum) tidak terjadi. Vasektomi merupakan upaya untuk
menghentikan fertilitas di mana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau
gangguan terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan
kualitas keluarga.
a.
Profil
1) Sangan
efektif dan permanen.
2) Tidak
ada efek samping.
3) Tindak
bedah yang aman dan sederhana.
4) Efektif
setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan.
5) Konseling
dan informed consent mutlak
diperlukan.
b.
Kondisi
Yang Memerlukan Perhatian Khusus Bagi Tindakan Vasektomi (Berdasarkan
Klasifikasi Persyaratan Medis Dalam Penapisan Klien Menurut WHO, 2004)
Tabel 7.4 Kontrasepsi Vasektomi
Kondisi
|
Kategori
|
Karakteristik Pribadi dan Riwayat Reproduksi
|
|
Usia muda
|
B
|
Depresi
|
|
Depresi
|
B
|
HIV/ AIDS
|
|
Risiko tinggi HIV
|
A
|
Terinfeksi HIV
|
A
|
AIDS
|
D
|
Penyakit Endokrin
|
|
Diabetes
|
B
|
Anemia
|
|
Penyakit bulan sabit
|
A
|
Keadaan Lain Yang Relevan Dengan Vasektomi
|
|
Infeksi local
·
Infeksi kulit
skrotum
·
IMS aktif
·
Epididimitis/
orkitis
|
C
C
C
|
Gangguan peredaran darah
|
D
|
Riwayat infeksi skrotum
|
B
|
Infeksi sistemik/ gastroenteritis
|
C
|
Varikokel besar
|
B
|
Hidrokel besar
|
B
|
Filariasis/ elephantiasis
|
C
|
Massa intraskrotal
|
C
|
Kriptokhirsme
|
B
|
Hernia inguinalis
|
D
|
c.
Konseling
Informasi Dan Persetujuan Tindakan Medis
1) Klien
harus diberi informasi bahwa prosdur vasekomi tidak menggunakan hormon pria
atau menyebabkan perubahan kemampuan atau kepuasan seksual.
2) Setelah
prosedur vasektomi, gunakan salah satu kontrasepsi terplih hingga spermatozoa
yang tersisa dalam vesikula seminalis telah dikeluarkan seluruhnya. Secara
empirik, sperma-analisis akan menunjukan hasil negatif setelah 15-20 kali ejakulasi.
d.
Informasi Bagi Klien
1) Pertahankan
band aid selama 3 hari
2) Luka
yang sedang dalam penyembuhan jangan ditarik-tarik atau digaruk.
3) Boleh
mandi setelah 24 jam, asal daerah luka tidak basah. Setelah 3 hari luka boleh
dicuci dengan sabun dan air.
4) Pakailah
penunjang skrotum, usahakan daerah oprasi kering .
5) Jika
ada nyeri, berikan 1-2 tablet analgetikseperti parasetamol atau ibuprofen
setiap 4-5 jam.
6) Sering
lupa menggunakan pil.hindari mengangkat barang berat dan keja keras untuk 3
hari.
7) Boleh
bersanggama sesudah hari ke 2-3. Namun untuk mencegah kehamilan, pakailah
kondom atau cara kontrasepsi lain selama 3 bulan atau sampai ejakulasi 15-20
kali.
8) Periksa
semen 3 bulan pascavasektomi atau sesudah 15-20 kali ejakulasi.
e.
Penilaian
Klinik
Riwayat
sosiomedik yang perlu diketahui dari seorang calon akseptor vasektomi meliputi
hal-hal berikut:
1) Riwayat
operasi atau trauma pada regio skrotalis atau inguinalis.
2) Riwayat
disfungsi seksual, termasuk impotensi.
3) Kondisi
area skrotalis (ketebalan kulit, parut atau infeksi).
4) Temuan
berupa undesensus testikularis, hidrokel/ verikokel, massa intraskrotalis atau
hernia inguinalis.
5) Riwayat
alergi.
6) Adanya
proteinuria atau diabetes mellitus
f.
Tempat
Pelayanan dan Petugas Pelaksana Vasektomi Tanpa Pisau (VTP)
Tim
medis VTP merupakan petugas kesehatan yang dilatih secara khusus untuk
melakukan prosedur vasektomi. Di Indonesia, pusat kesehatan masyarakat
(puskesmas) yang memiliki Tim Medis VTP merupakan fsilitas kesehatan terdepan
yang dapat memberikan pelayanan kontrasepsi khusus ini. Walaupun prosedur
vasektomi merupakan tindakan bedah minor, ketersediaan peralatan dan
medikamentosa untuk tindakan gawat darurat merupakan syarat mutlak pelayanan.
Akses ke fasilitas kesehatan ujukan juga harus tersedia setiap saat.
g.
Komplikasi
1)
Komplikasi dapat
terjadi saat prosedur berlangsung atau beberapa saat setelah tindakan. Komplikasi
selama prosedur dapat berupa komplikasi akibat reaksi anafilaksis yang
disediakan oleh penggunaan lidokain atau manipulasi berlebihan tehadap anyaman
pembuluh darah di sekitar vasa deferensia.
2)
Komplikasi
pascatindakan dapat berupa hematoma skrotalis, infeksi atau abses pada testis,
atrofi testis, epididimitis kongesif, atau peradangan kronik granuloma di
tempat insisi. Penyulit jangka panjang yang dapat menggnggu upaya pemulihan
fungsi reproduksi adalah terjadinya antibodi sperma.
1.
Pelaksanaan
Pelayanan Tubektomi
1.
Ruang
Operasi
Ruang operasi harus tertutup dengan pintu yang dapat
dikunci dan harus jauh dari daerah sibuk. Untuk itu diperlukan :
a. Penerangan
yang cukup
b. Lantai
semen atau keramik yaang mudah dibersihkan.
c. Bebas
debu dan serangga.
d. Alat
pengatur suhu ruangan (sedapat mungkin). Apabila sarana tersebut tidak
tersedia, sebaiknya ruangan tersebut mempunyai ventilasi yang baik.
e. Air
bersih yang mengalir, tempat cuci tangan dekat dengan ruang operasi dan ruangan
ganti pakaian sehingga petugas ruangan bedah tidak melalui ruangan lain (yang
sibuk) untuk mencapai ruang operasi.
f. Tempat
atau kantong plastik yang dapat ditutup rapat dan bebas dari kebocoran untuk
pembuangan limbah.
2.
Suasana
Ruang Operasi
Jumlah mikroorganisme akan cenderung meningkat pada
tempat / ruang operasi dengan bertambahnya jumlah petugas dan kegiatan yang
dilakukannya di dalam ruang tersebut. Untuk mengurangi kejadian tersebut maka :
a. Minimalkan
jumlah petugas dan kegiatan selama operasi berlangsung.
b. Kunci
ruang bedah agar petugas yang tidak berkepentingan tidak keluar masuk ruangan
dan suhu ruangan bedah tetap terjaga.
c. Pisahkan
peralatan yang tercemar dengan masih steril.
d. Klien
diatur agar tidak menyentuh instrument steril yang tersedia atau tersimpan pada
saat masuk dan keluar ruang bedah.
3.
Persiapan
Klien
Walaupun kulit sekitar vagina dan vagina tidak dapat
disterilkan pencucian dengan larutan antiseptik pada daerah yang akan dilakukan
sayatan (termasuk vagina dan serviks) sudah jauh mengurangi kandungan
mikroorganisme sehingga risiko infeksi dapat dikurangi.
a. Klien
dianjurkan mandi sebelum mengunjungi tempat pelayanan. Bila tidak sempat, minta
klien untuk membersihkan bagian abdomen / perut bawah, pubis, dan vagina dengan
sabun dan air.
b. Bila
menutupi daerah operasi, rambut pubis cukup digunting (bukan / tidak dicukur).
Pencukuran hanya dilakukan apabila sangat menutupi daerah operasi dan waktu
pencukuran adalah sesaat sebelum operasi dilakukan.
c. Bila
menggunakan elevator atau manipulator rahim, sebaiknya dilakukan pengusapan
larutan antiseptik (misal Povidon Iodin) pada serviks dan vagina (terutama klien masa interval).
d. Setelah
pengolesan betadin / Povidon Iodin pada kulit, tunggu 1 – 2 menit agar jodium
bebas yang dilepaskan dapat membunuh mikroorganisme dengan baik.
4.
Kelengkapan
untuk Klien dan Petugas Ruang Operasi
Karena ruang bedh dirancang bebas dari berbagai
pencemaran, klien dan petugas ruang bedah harus dipersiapkan sebaik mungkin.
a. Klien
menggunakan pakaian operasi. Bila tidak tersedia, kain penutup yang bersih
dapat dipergunakan untuk klien.
b. Operator
dan petugas kamar operasi harus dalam keadaan siap (mencuci tangan, berpakaian
operasi, memakai sarung tangan, topi, dan masker) saat berada di ruang operasi.
c. Masker
harus menutup mulut dan hidung, bila basah / lembab harus diganti.
d. Topi
harus menutup rambut.
e. Sepatu
luar harus dilepas, ganti dengan sepatu atau sandal yang tetutup yang khusus
dipergunakan untuk ruang operasi.
5.
Pencegahan
Infeksi
a. Sebelum pembedahan
Operator
dan petugas mencuci tangan dengan menggunakan larutan antiseptik, serta
mengenakan pakaian operasi dan sarung tangan steril.
1) Gunakan
larutan antiseptik untuk membersihkan vagina dan serviks.
2) Usapkan
larutan antiseptik pada daerah operasi, mulai dari tengah kemudian meluas ke
daerah luar dengan gerakan memutar hingga bagian tepi dinding perut. Untuk
klien pascapersalinan bersihkan daerah pusat / umbilikus dengan baik. Tunggu 1
– 2 menit agar jodium bebas yang dilepaskan dapat membunuh mikroorganisme
dengan baik.
b. Selama pembedahan
1) Batasi
jumlah kegiatan dan petugas di dalam ruang operasi.
2) Pergunakan
instrument, sarung tangan, dan kain penutup yang steril / DTT.
3) Kerjakan
dengan keterampilan dan teknik yang tinggi untuk menghindarkan trauma dan
komplikasi (perdarahan).
4) Gunakan
teknik “pass” yang aman untuk menghindari luka tusuk instrument.
c. Setelah pembedahan
1) Sementara
menggunakan sarung tangan operator dan / atau petugas ruang operasi harus
membuang limbah ke dalam wabah atau kantong yang tertutup rapat dan bebas dari
kebocoran.
2) Lakukan
tindakan dekontaminasi pada instrumen atau peralatan yang akan dipergunakan
sebelum dilakukan pencucian, dekontaminasi dengan larutan klorin 0,5%.
3) Lakukan
dekontaminasi pada meja operasi, lampu, meja instrument atau benda lain yang
mungkin terkontaminasi / tercemar selama operasi dengan mengusapkan larutan
klorin 0,5%.
4) Lakukan
pencucian dan penatalaksanaan instrumen / peralatan seperti biasa.
5) Cuci
tangan setelah melepas sarung tangan.
6.
Premedikasi
dan Anastesi
Pada umumnya pemberian premedikasi untuk tubektomi
tidak dibutuhkan malahan sedapat mungkin dihindarkan. Bila klien tampak cemas,
cari penyebab kecemasan tersebut, dan lakukan konseling tambahan agar klien
menjadi tenang. Bila tak dapat ditemukan penyebabnya, berikan 5 – 10 mg
Diazepam secara oral, 30 – 45 menit sebelum operasi dilakukan. Tujuan anestesi
pada Tubektomi, yaitu:
a. Menghindarkan
nyeri dan rasa tidak nyaman.
b. Mengurangi
kecemasan dan ketegangan.
Bila teknik pemberian anestesi tepat,
sudah memadai bagi operator untuk melakukan tindakan bedah, baik minilaparotomi
maupun laparoskopi. Karena tubektomi diarahkan untuk rawat jalan anestesi yang
dibutuhkan bergantung pada pengalaman operator, apakah cukup lokal atau perlu
tambahan analgesia.
Anastesi lokal yang menggunakan
Lidokain 1% dianggap lebih aman dibandingkan dengan anastesi umum atau konduksi
(spinal / epidural) terutama bila dilaksanakan / diperlakukan sebagai rawat
jalan. Penggunaan anestesi umum mungkin akan meningkatkan komplikasi respiratory depression (misalnya
aspirasi atau henti jantung) akibat kesalahan pemberian bahan anestesi, teknik
yang tidak tepat, pemantauan yang kurang baik, dan gagal melakukan intubasi.
Juga fasilitas mungkin tidak lengkap untuk menangani komplikasi akibat anestesi
umum. Pada penggunaan anestesi lokal atau anestesi lokal yang dimodifikasi,
dianjurkan :
a. Agar
pemberian anestesi sebaiknya dilakukan oleh operator atau asistennya.
b. Klien
dan penanganan efek samping perlu mendapat pemantauan.
c. Dosis
sebaiknya diberikan dalam unit/kg untuk menghindari pemberian yang berlebihan
dan klien ditangani secara individual.
d. Peralatan
dan obat darurat harus tersedia.
Tabel 7.6 Obat untuk menghilangkan
rasa nyeri/rasa sakit
Obat
|
Regimen
|
||
Dosis Umum
|
Dosis Maksimum
|
||
|
Unit/kg
|
Klien 40-50 kg
|
|
Atropin
|
0,01 mg
|
0,4 mg
|
0,6 mg
|
Diazepam
Alternatif :
Midazolam (Versed ®)
|
0,10 mg
0,05 mg
|
5 mg
2,5 mg
|
10 mg
3 mg
|
Meperidin (Pethidin ®)
Alternatif :
Ketamine (Katalar)
|
1 mg
0,5 mg
|
50 mg
25 mg
|
75 mg
-
|
Bila klien membutuhkan tambahan obat
agar lebih nyaman : Meperidin
|
|
2,5 mg
|
-
|
1.
Lidokain 1%
2.
-
Analgesik tuba
-
Anestesi lokal
|
Sampai 5cc/ tuba
Maks. 300 mg/20cc
|
5 ml 1% Lidokain
(xylocaine ®, Lignocaine ®) untuk setiap 5 ml 0,5
bupivakain (Marcaine ®) lidokain gel 2%.
Lidokain (xylocaine ®,
Lignocaine ®)1% 20 cc (maksimal 300 ml). Bupivakain
(marcaine ®) 0,5 % 20 cc (maksimal 125 mg).
|
Semua pemberian intravena sebaiknya
menggunakan set infus dan cairan seperti dekstrose, garam fisiologik atau
ringer laktat. Obat sebaiknya diberikan perlahan-lahan (diatas 2 menit). Harus
diingat bahwa midazolam empat kali lebih kuat daripada diazepam. Perhatikan
kondisi berikut pada pemberian anestesi lokal:
a.
Semua petugas yang
terlihat dalam kegiatan tubektomi harus mengetahui dan menguasai penggunaan
obat-obatan anastesi.
b.
Obat untuk keadaan
darurat, demikian pula pada peralatan lainnya, harus sudah tersedia sebelum
melakukan tindakan bedah dan petugas yang ada harus mengetahui cara
penggunaannya.
c.
Sebaiknya tersedia
dokter spesialis anastesi atau perawat/penata anastesi ketika menggunakan
anastesi umum.
7.
Teknik
Operasi
Dikenal 2 tipe yang
sering digunakan dalam pelayanan tubektomi yaitu minilaparatomi dan
laparoskopi. Teknik ini menggunakan anastesi lokal dan bila dilakukan secara
benar, kedua teknik tidak banyak menimbulkan komplikasi.
a. Minilaparotomi
Metode
ini merupakan penyerderhanan laparotopi terdahulu, hanya diperlukan sayatan
kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah perut bawah (suprapubik) maupum
sumbubilikal (pada perut baian bawah). Tindakan ini dapat dilakukan terhadap
banyak klien, relatif murah, dan dapat dilakukan oleh dokter yang diberi
pelatihan khusus. Operasi ini aman dan efektif.
Baik
untuk masa interval maupun pascapersalinan, pengambil tuba yang dilakukan
melalui sayatan kecil. Setelah tuba didapat, kemudian dikeluarkan, diikat dan
dipotong sebagian. Setelah itu, dinding perut ditutup kembali, luka sayatan
ditutup dengan kasa yang kering dan steril dan apabila tidak ditemukan masalah
yang berarti, klien dapat dipulangkan setelah 1-4 jam.
8.
Perawatan
Pascabedah Danh Pengamatan Lanjut
Setiap 15 menit dilakukan pemeriksaan tekanan drah
dan nadi. Bial telah diperbolehkan minum, sebaiknya klien diberi cairan yang
mengandung gula (fanta atau coca cola, sari buah atau gula-gula) untuk membantu
meningkatkan kadar glukosa darah. Lakukan Romberg
sign (klien disuruh berdiri dengan mata tertutup), bila penderita tampak
stabil, suruh mengenakan pakaianm dan tentukan pemulihan kesadaran. Apabila
semua berjalan baik, klien dapat pulang.
9.
Pesan
Kepada Klien Sebelum Pulang
a. Istirahat
dan jaga tempat sayatan operasi agar tidak basah minimal selama 2 hari. Lakukan
pegerjaan secara bertahap (sesuai dengan perkembangan pemulihan). Umumnya klien akan merasa baik
setelah 7 hari.
b. Dianjurkan
untuk tidak melakukan aktifitas seksual selama 1 minggu dan apabila setelah itu
masih merasa kurang nyaman, tunda kegiatan tersebut.
c. Jangan
mengangkat benda yang berat atau menekan daerah operasi sekurang-kurangnya
sselama 1 minggu.
d. Bila
terdapat gejala-gejala tersebut dibawah ini, segera memeriksakan ke klinik:
1) Panas/demam
di atas 38oC.
2) Pusing
dan rasa terputar/bergoyang.
3) Nyeri
perut menetap atau meningkat.
4) Keluar
cairan atau darah dari/melalui luka sayatan.
e. Untuk
mengurangi nyeri, pergunakan analgesic (ibuprofen) setiap 4-6 jam. Jangan
pergunakan aspirin karena dapat meningkatkan peerdarahan.
f. Segera
kunjungi klinik bila klien merasakan tanda-tanda kehamilan. Hamil setelah
tubektomi, sangat jarang, tetpi bila terjadi, hal ini merupakan hal yang serius
karena kemungkinan besar kehamilan tersebut terjadi pada tuba. Lebih baik
dibuatkan catatan untuk klien atau pasangannya tentang hal-hal apa yang harus
diperhatikannya setelah tubektomi.
Kontrol ulang dilakukan setelah
seminggu pascatubektomi dan kontrol lanjutan dilakukan seminggu kemudian.
Pemeriksaan meliputi daerah operasi, tanda-tanda komplikasi atau hal-hal lain yang
dikeluhkan oleh klien.bila digunakan benang sutra, pada saat kontrol pertama
benang tersebut dicabut.
10. Kegagalan
Tubektomi sangat efektif tetapi kemungkinan terjadi
kehamilan tetap ada, baik dalam rahim maupun diluar rahim/ektopik sehingga
petugas klinik terdekat harus mengetahui gejala-gejala kehamilan tersebut, baik
yang di dalam maupun yang di luar rahim. Selanjutnya membawa klien tersebut ke
klinik/dokter untuk membuat diagnosis pasti. Bila ternyata terjadi kehamilan
ektopik, harus dilakukan tindakan segera, untuk mengatasinya.
11. Penatalaksanaan
Komplikasi Pascabedah
Kejadian fatal yang berkaitan dengan tubektomi
sangat jarang terutama bila komplikasi dikenali sejak dini. Komplikasi tersebut
dapat berupa :
a. Perdarahan
dari dinding perut atau mesosalping
b. Cedera
dalam rongga perut :
1) Perforasi
rahim.
2) Usus
tersayat.
3) Kandung
kemih tersayat.
c. Infeksi
luka atau jaringan panggul
Pada laparoskopi juga dapat terjadi
komplikasi yang sama dengan minilaparotomi. Komplikasi lain yang bersifat
khusus (akibat prosedur laparoskopi) adalah emfisemi subkutan, emboli gas, dan
henti jantung atau paru. Perdarahan dari pembuluh darah besar, mungkin saja
terjadi akibat tusukan jarum influsi, malahan dapat juga mengenai organ lainnya
dalam perut.
2.
Pelaksanaan
Pelayanan Vasektomi
1.
Tempat
Pelayanan Vasektomi
Vasektomi
dapat dilakukan di fasilitas kesehatan umum yang mempunyai ruang tindakan untuk
bedah minor. Ruang yang dipilih sebaiknya tidak di bagian yang sibuk/banyak
orang yang lalu lalang. Ruangan tersebut sebaiknya :
a. Mendapat
penerangan yang cukup.
b. Lantainya
terbuat dari semen atau keramik agar mudah dibersihkan, bebas debu dan
serangga.
c. Sedapat
mungkin dilengkapi dengan alat pengatur suhu ruangan/air condition. Bila tidak memungkinkan, ventilasi ruangan harus
sebaik mungkin dan apabila jendela dibuka, tirai harus terpasang baik dan kuat.
d. Untuk
mencuci tangan sebaiknya disediakan air bersih yang mengalir dan jumlahnya
cukup. Tangki air harus bersih, dekat dengan tempat mencuci tangan, dan
tertutup baik sedangkan tempat pembuangan limbah harus rapat dan bebas dari
kebocoran.
2.
Persiapan
Klien
Walaupun kulit tidak dapat disterilisasi, tindakan
pembersihan dengan melakukan antiseptik sudah sangat mengurangi mikroorganisme
yang ada pada permukaan kulit (skrotum dan inguinal) terutama mikroorganisme
yang dapat menyebabkan komplikasi berat (tetanus).
a. Klien
sebaiknya mandi serta menggunakan pakaian yang bersih dan longgar sebelum
mengunjungi klinik. Bila klien tidak cukup waktu untuk mandi, klien dianjurkan
untuk membersihkan daerah skrotum dan inguinal/lipat paha sebelum masuk ke
ruang tindakan.
b. Klien
dianjurkan untuk membawa celana khusus untuk menyangga skrotum.
c. Rambut
pubis cukup digunting pendek bila menutupi daerah operasi. Waktu yang paling
baik untuk menggunting adalah sesaat sebelum tindakan dilakukan agar risiko
infeksi ditekan serendah mungkin.
d. Cuci/bersihkan
daerah operasi dengan sabun dan air kemudian ulangi sekali lagi dengan larutan
antiseptik atau langsung diberi antiseptik (Povidon Iodin).
e. Bila
dipergunakan larutan Povidon Iodin seperti Betadine®, tunggu 1 atau
2 menit hingga jodium bebas yang terlepas dapat membunuh mikroorganisme.
Karena vasektomi merupakan tindakan
bedah minor dan kadang memerlukan insisi yang kecil/tanpa insisi sehingga hanya
meliput daerah superficial, maka :
a. Klien
dapat menggunakan pakaian sendiri asal terjamin kebersihannya.
b. Operator
dan petugas tidak harus menggunakan topi bedah, masker, atau baju operasi.
3.
Pencegahan
Infeksi
a. Sebelum
Tindakan
1) Cuci
dan gosok skrotum, penis, dan daerah pubis dengan sabun dan bilas dengan air
yang bersih. Setelah itu, oleskan cairan antiseptik pada daerah operasi.
2) Operator
mencuci tangan dengan larutan antiseptik dan membilasnya dengan air yang
bersih.
b. Selama
Tindakan
1) Gunakan
instrumen yang telah disterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi, termasuk
sarung tangan dan kain penutup.
2) Lakukan
dengan tingkat keterampilan yang tinggi sehingga akan sangat mengurangi risiko
perdarahan dan infeksi.
c. Setelah
Tindakan
1) Sementara
masih menggunakan sarung tangan operator, membuang bahan-bahan yang
terkotaminasi (kapas, kain kasa atau bahan lainnya) ke dalam wadah atau kantong
plastik yang tertutup rapat.
2) Lakukan
tindakan dekontaminasi dengan larutan klorin 0,5% pada instrument atau alat
yang masih akan digunakan lagi, baik sementara dalam ruangan tindakan atau pun
sebelum dilakukan pencucian.
3) Lakukan
dekontaminasi pada meja operasi, meja instrumen, lampu dan benda/perlengkapan
lain yang mungkin terkontaminasi selama tindakan berlangsung.
4) Ikuti
petunjuk dalam bab lain yang membahas mengenai pencucian an penanganan
instrumen, sarung tangan, kain penutup, dan jarum suntik yang sudah
dipakai/dipergunakan.
5) Cuci
tangan setelah melepas sarung tangan.
4.
Medikasi
Prabedah dan Anestesi
Pada umumnya tidak diperlukan medikasi prabedah
tetapi apabila klien tampak sangat gelisah, segera tentukan penyebab
kegelisahan tersebut. Pada umumnya dengan konsleing yang baik hal tersebut
dapat diatasi, tetapi bila tidak diketahui secara pasti tentang penyebab
kegelisahannya klien dapat diberi Diazepam 5-10 mg per oral, 30-45 menit
sebelum operasi. Tujuan Anestesi, yaitu:
a. Menghilangkan
nyeri dan rasa tidak enak.
b. Mengurangi
stress dan kecemasan.
Vasektomi harus menggunakan anestesi local (lidokain
tanpa epinefrin) karena :
a. Cara
pemberian anestesi yang tepat sudah cukup menghambat rasa nyeri pada skrotum
dan bungkus vas deferens.
b. Dengan
tindakan yang halus (tidak banyak memaniplasi jaringan) operator dapat tetap
bekerja walaupun klien dalam keadaan sadar atau sedikit dipengaruhi obat
penenang dan kadang-kadang dengan sedikit berdialog, pasien merasa tenang.
c. Anestesi
umum lebih mengandung risiko, penggunaannya pada vasektomi terbatas pada kasus
yang khusus saja, misalnya klien dengan kelainan anatomik atau terdapat masalah
medis yang serius.
Perlu diketahui bahwa di samping ini, ada beberapa macam
teknik lain.
a. Insisi
kulit dapat dilakukan sagital atau transversal. Ini tidak ada pengaruhnya
secara kosmestis dan teknis, asal fiksasinya baik.
b. Ada
yang mengadakan fiksasi vas deferens dengan menusukkan jarum di bawah vas deferens
dengan menembus kulit.(Gambar 23-11 dan 23-12).
Gambar
23-11: Fiksasi vas deferens dengan jarum lurus
Gambar
23-12:fiksasi vas deferens dengan jarum lurus setelah irisan
c. Cara
mengikat vas deferens ada beberapa macam (Gambar 23-13):
Semua macam teknik yang dikemukakan
adalah dengan tujuan untuk mencegah ”rekanalisasi” spontan dan supaya kalau
diperlukan penyambungan kembali, secara teknik lebih mudah. Ada beberapa macam
metode untuk menutup vas deferens, yang pada waktu ini masih dinilai kemantapannya,
antara lain:
a. Menjepit
vas deferens dengan klip (jepitan) dari tantalum.
b. Mengadakan
kauterisasi/fulfurasi kedua ujung.
c. Menyuntik
vas deferens dengan sclerotizing agent (zat
yang menyebabkan slerosis), sehingga jadi buntu, misalnya dengan formalin, fenol
dan lain-lain. Dilakukan biasa tanpa operasi.
d. Menutup
vas deferens dengan tutup semacam jarum.
e. Hanya
mengikat vas deferens.
f. Kombinasi
antara dua metode, misalnya mengikat dan kauterisasi.
5.
Kemungkinan
Penyulit Dan Cara Mengatasinya
a. Perdarahan
Apabila
perdarahan sedikit, cukup dengan pengamatan saja, bila banyak, hendaknya
dirujuk segera ke fasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap. Di sini akan
dilakukan operasi kembali dengan anestesi umum, membuka luka, mengelurkan
bekuan-bekuan darah dan kemudian mencari sumber perdarahan serta menjepit dan
mengikatnya. Setiap keluhan pembengkakan isi skrotum pascavasektomi hendaknya
dicurigai sebagai perdarahan dan lakukan pemeriksaan yang seksama. Bekuan darah
di dalam skrotum yang tidak dikeluarkan akan mengundang kuman-kuman dan
menimbulkan infeksi.
b. Hematoma
Biasanya
terjadi bila daerah skrotum diberi beban yang berlebihan, misal naik sepeda,
duduk terlalu lama dalam kendaraan dengan jalanan yang rusak dan
sebagainya.
c. Infeksi
Infeksi
pada kulit skrotum cukup dengan mengobati menurut prinsip pengobatan luka
kulit. Apabila basah, dengan kompres (dengan zat yang tidak merangsang).
Apabila kiering dengan salep antibiotika. Apabila terjadi infiltrate di dalam
kulit skrotum di tempat vasektomi sebaiknya segera dirujuk ke rumah sakit. Di
sini pasien akan diistirahatkan dengan berbaring, kompres es, pemberian
antibiotika, dan pengamatan apabila infiltrate menjadi abses. Mungkin juga
terjadi epididimis, orkitis atau epididimoorkitis. Dalam keadaan seperti ini
pasien segera dirujuk. Di sini akan dilakukan istirahat baring, kompres es,
pemberian antibiotika, dan analgetika.
d. Granuloma
Sperma
Dapat
terjadi pada ujung proksimal vas atau pada epididimis. Gejalanya merupakan
benjolan kenyal dengan kadang-kadang keluhan nyeri. Granuloma sperma dapat
terjadi 1-2 minggu setelah vasektomi. Pada keadaan ini dilakukan eksisi
granuloma dan mengikat kembali vas deferens. Terjadi 0,1 – 30% kasus.
e. Antibodi
Sperma
Separuh
sampai dua pertiga akseptor vasektomi akan membentuk antibody terhadap sperma.
Sampai kini tidak pernah terbukti adanya penyulit yang disebabkan adanya
antibodi tersebut.
6.
Kegagalan
Vasektomi
Walaupun vasektomi dinilai paling efektif untuk
mengontrol kesuburan pria, namun masih mungkin dijumpai suatu kegagalan.
Vasektomi dianggap gagal bila:
a. Pada
analisis sperma setelah 3 bulan pascavasektomi atau setelah 15-20 kali
ejakulasi masih dijumpai spermatozoa.
b. Dijumpai
spermatozoa setelah sebelumnya azoozperma.
c. Istri
(pasangan) hamil.
7.
Perawatan
dan Pemeriksaan Pascabedah Vasektomi
Setiap pascatindak pembedahan betapapun kecilnya
memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan. Pada pascatindak bedah vasektomi
dianjurkan dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Dipersilakan
berbaring selama 15 menit.
b. Amati
rasa nyeri dan perdarahan pada luka.
c. Pasien
dapat dipulangkan bila keadaan pasien dan luka operasi baik.
Sebelum pulang berikan nasihat
sebagai berikut:
a. Perawatan
luka, diusahakan agar tetap kering dan jangan sampai basah sebelum sembuh,
karena dapat mengakibatkan infeksi. Pakailah celana dalam yang bersih.
b. Segera
kembali ke rumah sakit apabila terjadi
perdarahan, badan panas, nyeri yang hebat, pusing, muntah atau sesak napas.
c. Memakan
obat yang diberikan yaitu antibiotika profilaktik dan analgesi seperlunya.
d. Jangan
bekerja berat/naik sepeda.
e. Setelah
divasektomi tetap diperbolehkan, bahkan dianjurkan untuk melakukan hubungan
seksual dengan istri, namun harus diingat bahwa di dalam saluran mani
(pipa-pipa) vas deferens masih terdapat sisa-sisa sperma (bibit), sehinggan
selama masih ada sisa sperma, sebaiknya suami dan istri tetap menggunakan alat
pencegah kehamilan.
Untuk
itu kepada suami diberikan 15 kondom, guna menghindari kehamilan, petugas akan
member contoh cara pemakaiannya. Setelah air mani keluar 15 kali atau setelah
jangka waktu 3 bulan, maka suami diminta memeriksakan air maninya dengan maksud
meyakinkan bahwa air mani tersebut tidak mengandung bibit-bibit (spermatozoa)
lagi.
Untuk
keperluan ini, suami diminta menyediakan air mani di dalam botol bersih atau
air mani yang ada di dalam kondom dan memeriksakannya di laboratorium. Bila
sudah ada pernyataan dari laboratorium bahwa air mani suami tidak mengandung
bibit lagi, barulah ia boleh bersenggama tanpa alat pencegahan apapun lebih
baik bila ia memeriksakan air mani untuk kedua kalinya.
8.
Kunjungan
Ulang
a. Seminggu
samapai dua minggu setelah pembedahan.
Lakukanlah anamnesis
dan pemeriksaan sebagai berikut:
1) Anamnesis
meliputi keadaan kesehatan umum, adanya demam, rasa nyeri, perdarahan dari
bekas operasi, atau alat kelamin.
2) Pemeriksaan
fisik dengan melakukan pemeriksaan luka dan perawatan sebagaimana mestinya.
b. Sebulan
setelah operasi.
Lakukanlah anamnesis
dan pemeriksaan sebagia berikut
1) Anamnesa
meliputi keadaan kesehatan umum dan senggama
2) Pemeriksaan
fisik dengan melakukan pemeriksaan fisik umum dan alat genetalian.
c. Tiga
bulan dan setahun setelah operasi
Lakukanlah anmnesis dan
pemeriksaan sebagai berikut:
1) Anamnesa
meliputi keadaan kesehatan umum, sanggama, sikap terhadap kontrasepsi mantap
dan keadaan kejiwaan si akseptor.
2) Pemeriksaan
fisik dengan melakukan pemeriksaan kesehatan umum.
3) Lakukan
analisa sperma setelah 3 bulan pascavasektomi atau 10-12 kali ejakulasi untuk
menilai hasil pembedahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar