Senin, 03 November 2014

10. Metode Kontrasepsi Mantap


1.1    Kontrasepsi Mantap
     Cara melakukan sterilisasi telah mengalami banyak perubahan. Pada abad ke-19, sterilisasi dilakukan dengan mengangkat uterus atau kedua ovarium. Pada tahun 50-an dilakukan dengan memasukkan AgNO3 melalui kanalis servikalis ke dalam tuba uterina. Pada akhir abad ke-19 dilakukan dengan mengikat tuba uterina namun cara ini mengalami banyak kegagalan sehingga dilakukanlah pemotongan dan pengikatan tuba uterina. Dulu, sterilisasi ini dibantu oleh anestesi umum dengan membuat sayatan / insisi yang lebar dan harus dirawat di rumah sakit. Kini, operasinya tanpa dibantu anestesi umum dengan hanya membuat insisi kecil dan tidak perlu dirawat di rumah sakit.
Kontrasepsi mantap ialah salah satu cara kontrasepsi dengan tindakan pembedahan atau dengan kata lain setiap tindakan pembedahan pada saluran telur wanita (Tubektomi) atau saluran mani (Vasektomi) yang mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan memperoleh keturunan lagi.
Dilakukan atas permohonan pasangan suami – istri yang bersangkutan, tanpa paksaan dari pihak lain dalam bentuk apapun. Sehingga mencegah keadaan yang tidak diinginkan, seperti penyesalan setelah mendapat pelayanan kontrasepsi mantap. Maka perlu ditetapkan persyaratan bagi mereka yang akan memperoleh pelayanan kontrasepsi mantap.
Secara umum yang harus dipenuhi calon peserta kontrasepsi mantap untuk menentukan dapat atau tidaknya seseorang  mendapatkan/ meminta pelayanan kontrasepsi mantap, yaitu:
1.      Sukarela.
Calon peserta kontrasepsi mantap harus secara sukarela menerima pelayanan kontrasepsi mantap. Artinya calon peserta KB tersebut tidak dipaksa atau ditekan untuk menjadi peserta kontrasepsi mantap. Untuk memantapkan syarat sukarela ini perlu dilakukan pelayanan informasi konseling.
2.      Bahagia.
Setiap calon peserta kontrasepsi mantap harus memenuhi syarat kebahagiaan artinya calon peserta tersebut terikat dalam perkawinan yang syah dan harmonis, telah dianugerahi sekurang-kurangnya 2 orang anak dengan umur anak terkecil 2 tahun dan dengan mempertimbangkan umur istri sekurang-kurangnya 25 tahun. Syarat bahagia ini dapat diketahui pada saat dilakukan pelayanan informasi dan konseling.
3.       Kesehatan.
Setiap calon peserta kontrasepsi mantap harus memenuhi syarat kesehatan, artinya tidak ditemukan kontraindikasi kesehatan jika kepada calon peserta tersebut diberikan pelayanan kontrasepsi mantap. Syarat kesehatan ini dapat diketahui pada saat pemeriksaan prabedah.
Kontrasepsi mantap terdiri dari 2 macam, yaitu : Tubektomi yang dilakukan pada wanita dan Vasektomi yang dilakukan pada pria.
1.      Tubektomi
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seorang perempuan.
a.      Profil
1)      Sangat efektif dan permanen.
2)      Tindak pembedahan yang aman dan sederhana.
3)      Tidak ada efek samping.
4)      Konseling dan informed consent (persetujuan tindakan) mutlak diperlukan.
b.      Jenis
1)      Minilaparotomi.
Mini laparatomi (minilap) yaitu tindakan pada tuba fallopii wanita melalui irisan kecil di dinding perut ± 2-3 cm yang dapat mengakibatkan wanita tersebut tidak dapat hamil.
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Uchida dkk (1961) di Jepang untuk akseptor kontrasepsi mantap (kontap) atau sterilisasi pada wanita pasca persalinan. Selanjutnya Mark dan Webb (1968) melakukan sayatan kecil yang tersembunyi di balik lipatan kulit bawah pusat pada akseptor pasca persalinan, sehingga parutnya tidak kelihatan.
Untuk akseptor masa interval baru dikembangkan sejak tahun 1970-an, diantaranya Vitoon Osathanondh (1972) dari Thailand mengembangkan teknik minilaparotomi yang sederhana dengan memakai alat-alat yang sederhana pula, anestesi lokal tanpa tinggal di rumah sakit. Dan untuk menempatkan rahim sedemikian rupa ke depan dinding perut dipergunakan elevator rahim Ramathibodi sehingga tuba Fallopii dengan mudah ditampilkannya. Kemudian dilakukan pengikatan atau pemotongan. Ternyata teknik yang sederhana ini mudah, aman dan murah sesuai untuk program kontap di negara-negara berkembang.
Pembedahan tubektomi minilap merupakan salah satu teknik kontap pada wanita yang resikonya sedikit tetapi manfaatnya banyak. Teknik ini sederhana, mudah serta aman untuk dipelajari oleh dokter umum atau calon dokter. Dan karena kelebihan-kelebihan yang dimilikinya praktis dapat dilakukan oleh dokter-dokter umum di rumah sakit kabupaten atau puskesmas yang mempunyai perlengkapan dan peralatan bedah sederhana.
2)      Laparoskopi.
Laparoskopi adalah cara visualisasi rongga perut dan panggul melalui
insisi kecil pada perut setelah dibuat pneumoperitonium.
c.       Mekanisme kerja
Dengan mengoklus tuba falopii (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum
d.      Manfaat
1)   Kontrasepsi
a)      Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan).
b)      Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding).
c)      Tidak bergantung pada faktor senggama.
d)     Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius.
e)      Pembedahan sederhana, dapat digunakan dengan anestesi lokal.
f)       Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.
g)      Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium).
2)   Nonkontrasepsi
Berkurangnya risiko kanker ovarium.

e.       Keterbatasan
1)      Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan kembali), kecuali dengan operasi rekanalisasi.
2)      Klien dapat menyesal di kemudian hari.
3)      Risiko kompikasi kecil (meningkat apabila digunakan anestesi umum).
4)      Rasa sakit / ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan.
5)      Dilakukan oleh dokter yang terlatih(dibutuhkan dokter spesialis ginekologi atau dokter spesialis bedah untuk proses laparoskopi) .
6)      Tidak melindungi diri dari IMS, termasuk HBV dan HIV/AIDS.
f.    Isu –isu Klien
1)      Klien mempunyai hak untuk berubah pikiran setiap waktu sebelum prosedur ini.
2)      Informed consent harus diproleh dan standart consent form harus ditandatangani oleh klien sebelum prosedur ini dilakukan; informed consent form dapat ditandatangani oleh seorang saudara atau pihak yang bertanggung jawab atas seorang klien yang kurang paham dan tidak dapat memberikan informed consent, misalnya individu yang tidak kompeten secara kejiwaan.
g.      Yang Boleh dan Yang Tidak Boleh Melakukan Tubektomi (Berdasarkan Klasifikasi Persyaratan Medis Dalam Penapisan Klien Menurut WHO, 2004)
Tabel 7.1: Kontrasepsi Tubektomi
Kondisi
Kategori
Karakteristik Pribadi dan Riwayat Reproduksi
Kehamilan
C
Usia muda
B
Paritas
·         Nulipara
·         Multipara

A
A
Laktasi
A
Pascapersalinan
·         -     < 7 hari
-          7 - < 42 hari
-          ≥ 42 hari
·         Preeklampsia/ eklampsia
-          Preeklampsia ringan
-          Preeklampsia berat/ eklampsia
·         Ketuban pecah lama
-          > 24 jam
·         Infeksi nifas
·         Perdarahan antepartum
·         Trauma berat pada daerah genitalia
·         Ruptur uterus

A
C
A

A
C

C
C
C
C
D
Pascaabortus
·         Tanpa komplikasi
·         Sepsis pascakeguguran
·         Perdarahan pascakeguguran
·         Trauma alat genital/ serviks/ vagina saat pengguguran
·         Perforasi uterus
·         Hematometra

A
C
C
C
D
C
Kehamilan ektopik lampau
A
Merokok
·         Usia < 35 tahun
·         Usia > 35 tahun

A
A
Obesitas
·         ≥ 30 kg/m2 IMT

B
Penyakit Kardiovaskular
Faktor risiko multiple penyakit kardiovaskular
D
Hipertensi
·         Hipertensi terkontrol
·         Kenaikan tekanan darah
-          Sistolik 140 – 160 atau diastolik 90 – 100
-          Sistolik > 160 atau diastolik > 100
·         Penyakit vascular

B

B
D
D
Riwayat hipertensi selama kehamilan
A
Trombosis vena dalam/ emboli paru
·         Riwayat TVD/EP
·         TVD/EP saat ini
·         Riwayat keluarga dengan TVD/EP
·         Bedah mayor
-          Dengan imbolisasi lama
-          Tanpa imobilisasi lama
·         Bedah minor

A
C
A

C
A
A
Mutasi trombogenik
A
Trombosis vena permukaan
·         Varises
·         Tromboflebitis permukaan

A
A
Penyakit jantung iskemik
·         Saat ini penyakit jantung iskemik
·         Riwayat penyakit jantung iskemik

D
B
Stroke
B
Hiperlipidemia
A
Penyakit jantung ventrikuler
·         Tanpa komplikasi
·         Dengan komplikasi

B
D
Kelainan Neurologis
Nyeri kepala
·         Non migraine
·         Migraine
-          Tanpa aura
-          Dengan aura

A

A
A
Epilepsy
B
Depresi
Depresi
B
Infeksi Dan Kelainan Alat Reproduksi
Perdarahan pervaginam
·         Perdarahan ireguler
·         Perdarahan banyak

A
A
Perdarahan yang tidak jelas penyebabnya
·         Sebelum penilaian

C
Endometriosis
D
Tumor ovarium jinak
A
Dismenorea berat
A
Penyakit trofoblas
·         Penyakit trofoblas jinak
·         Penyakit trofoblas ganas

A
C
Ektropion serviks
A
Neoplasia intraepithelial serviks
A
Kanker serviks
C
Penyakit mammae
·         Massa tidak terdiagnosis
·         Penyakit mammae jinak
·         Riwayat kanker dalam keluarga
·         Kanker mammae
-          Saat ini
-          Riwayat lampau, tidak kambuh dalam 5 tahun

A
A
A

B
A
Kanker endometrium
C
Kanker ovarium
C
Fibroma uterus
·         Tanpa gangguan kavum uteri
·         Dengan gangguan kavum uteri

B
B
Penyakit radang panggul
·         Riwayat PRP
-          Dengan kehamilan berikutnya
-          Tanpa kehamilan
·         Saat ini


A
B
C
Infeksi menular seksual
·         Purulen servisitis/ infeksi klamidia/ gonore
·         IMS lain (kecuali HIV dan Hepatitis)
·         Vaginitis
·         Risiko IMS meningkat

C
A
A
A
HIV/ AIDS
Risiko tinggi HIV
A
Terinfeksi HIV
A
AIDS
D
Infeksi Lain
Skistosomiasis
·         Tanpa komplikasi
·         Fibrosis hati

A
B
Tuberkulosis
·         Non pelvis
·         Pelvis

A
D
Malaria
A
Penyakit Endokrin
Diabetes
·         Riwayat diabetes gestasional
·         Penyakit non vaskular
-          Noninsulin dependen
-          Insulin dependen
·         Nefropati/ retinopati/ neuropati
·         Penyakit vaskular lain/ Diabetes > 20 tahun

A

B
B
D
D
Penyakit tiroid
·         Goiter
·         Hipertiroid
·         Hipotiroid

A
D
B
Penyakit Gastrointestinal
Penyakit kandung empedu
·         Simptomatik
-          Terapi kolesistektomi
-          Di obati dengan obat saja
-          Saat ini
·         Asimptomatik


A
A
C
A
Riwayat kolestasis
·         Berhubungan dengan kehamilan
·         Berhubungan dengan pil kontrasepsi

A
A
Hepatitis virus
·         Aktif
·         Karier

C
A
Sirosis
·         Ringan
·         Berat

B
D
Tumor hati
·         Jinak (Adenoma)
·         Malignan (Hepatoma)

B
B
Anemia
Talasemia
B
Penyakit bulan sabit
B
Anemia defisiensi Fe
·         Hb < 7 g%
·         Hb antara 7 – 10 g%

C
B
Keadaan Lain Yang Relevan Dengan Tubektomi
Infeksi kulit abdomen
C
Gangguan peredaran darah
D
Penyakit paru
·         Bronchitis, pneumonia
·         Asma, emfisema, infeksi paru

C
D
Infeksi sistemik/ gastroenteritis
C
Perlekatan uterus oleh karena pembedahan/ infeksi lampau
D
Hernia umbilikalis atau abdominal
D
Penyakit ginjal
B
Defisiensi gizi berat
B
Pembedahan abdomen/ pelvik terdahulu
B
Sterilisasi bersamaan dengan pembedahan abdominal
·         Elektif
·         Emergensi
·         Keadaan infeksi

B
C
C
Sterilisasi bersamaan dengan SC
A

Tabel 7.2: Keadaan yang memerlukan kehati-hatian
Keadaan
Anjuran
Masalah-masalah medis yang signifikan (misalnya penyakit jantung atau pembekuan darah, Penyakit Radang Panggul sebelumnya/ sekarang, obesitas, diabetes).
Klien dengan masalah medis yang signifikan menghendaki penatalaksanaan lanjutan dan bedah yang khusus. Misalnya, prosedur ini harus dilakukan di rumah sakit tipe A atau B atau fasilitas swasta dan bukan disebuah ambulatory facility. Bila memungkinkan, masalah-masalah medis yang signifikan sebaiknya dikontrol sebelum proses pembedahan.
Anak tunggal dan/ atau dengan tanpa anak sama sekali.
Nasihat yang sangat hati-hati dan membutuhkan waktu tambahan untuk mengambik keputusan yang bijak. Bantulah klien untuk memilih metode yang lain, bila perlu.

h.      Kapan Dilakukan
1)      Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien tersebut tidak hamil.
2)      Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi ).
3)      Pascapersalinan .
a)      Minilap: di dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu.
b)      Laparoskopi: tidak tepat untuk klien-klien pascapersalinan.
4)      Pascakeguguran
a)      Triwulan pertama: dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik (minilap atau laparoskopi).
b)      Triwulan kedua: dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik (milap saja).

Tabel 7.3: Penanganan atas komplikasi yang mungkin terjadi.
Komplikasi
Penanganan
Infeksi luka
Apabila terlihat infeksi luka, obati dengan antibiotik. Bila terdapat abses, lakukan drainase dan obati seperti yang terindikasi.
Deam pascaoprasi (>38o c).
Obati infeksi berdasarkan apa yang ditemukan.
Luka pada kandung kemih, intestinal (jarang terjadi).
Mengacu ke tindakan asuhan yang tepat. Apabila kandung kemih atau usus luka dan diketahui swaktu oprasi, lakukan reparasi primer. Apabila ditemukan pascaoprasi, dirujuk ke rumah sakit yang tepat bila perlu.
Hematoma (subkutan).
Gunakan packes yang hangat dan lembab ditempat tersebut. Amati; hal ini biasanya akan berhenti dengan berjalannya waktu tetapi dapat membutuhkan drainase bila ekstensif.
Emboli gas yang diakibatkan oleh laparoskopi (sangat jarang terjadi)
Ajukan ke tingkat asuhan yang tepat dan mulailah resusitasi intensif, termasuk cairan intravena, resusitasi kardio pulmonar, dan tindakan penunjang kehidupan lainnya.
Rasa sakit pada lokasi pembedaha.
Pastikan adanya infeksi atau abses dan obati berdasarkan apa yang ditemukan
Perdarahan superfisial (tepi-tepi kulit atau subkutan).
Mengontrol perdarahan dan obati berdasarkan apa yang ditemukan.


i.        Instruksi Kepada Klien
1)      Jagalah luka oprasi tetap kering hingga pembalut dilepaskan. Mulai lagi aktivitas normal secara bertahap (sebaiknya dapat kembali ke aktivitas normal di dalam waktu 7 hari setelah pembedahan).
2)      Hindari hubungan intim hingga merasa cukup nyaman. Setelah mulai kembali melakukan hubungan intim, hentikanlah bila ada perasaan kurang nyaman.
3)      Hindari mengangkat benda-benda berat dan bekerja keras selama 1 minggu.
4)      Kalau sakit, minumlah 1 atau 2 tablet analgesik (atau penghilang rasa sakit) setiap 4 hingga 6 jam.
5)      Jadualkanlah sebuah kunjungan pemeriksaan secara rutin antara 7 dan 14 hari setelah pembedahan. (petugas akan memberi tahu tempat layaan ini akan diberikan).
6)      Kembalilah setiap waktu apabila anda menghendaki perhatian tertentu, atau tanda-tanda dan simptom-simptom yang tidak biasa.  
j.        Informasi Umum
1)      Nyeri bahu selama 12-24 jam setelah laparoskopi relatif lazim dialami karena gas (CO2 atau udara) di bawah diafragma, sekunder terhadap pneumoperitoneum.
2)      Tubektomi efektif setelah operasi.
3)      Periode menstuasi akan berlanjut seperti biasa. (Apabila mempergunakan metode hormonal sebelum prosedur, jumlah dan durasi haid dapat meningkat setelah pembedahan).
Tubektomi tidak memberikan perlindungan atas IMS, termasuk virus AIDS. Apabila pasangannya berisiko, pasangan tersebut sebaiknya menggunakan kondom bahkan setelah tubektomi.
k.      Rekanalisasi
Operasi rekanalisasi dengan teknik bedah mikro sudah banyak dikembangkan. Teknik ini tidak hanya menyambung kembali tuba falopii dengan baik, tetapi juga menjamin kembalinya fungsi tuba. Hal ini disebabkan oleh teknik bedah mikro yang secara akurat menyambung kembali tuba dengan trauma yang minimal, mengurangi perlekatan pascaoperasi, mempertahankan fisiologi tuba, serta menjamin fimbriae tuba tetap bebas sehingga fungsi penangkapan ovum masih tetap baik.
Tidak semua klien pascatubektomi dapat dengan mudah menjalankan rekanalisasi atau dikabulkan permintaan rekanalisasinya. Beberapa pertimbangan harus diberikan untuk keberhasilan rekanalisasi tersebut.
Beberapa indikasi kontra, antara lain:
1)      Umur klien > 37 tahun.
2)      Tidak ada ovulasi (atau ada masalah dari faktor ovarium).
3)      Suami oligospermi atau azoospermi.
4)      Keadaan kesehatan yang tidak baik, dimana kehamilan akan memperburuk kesehatannya.
5)      Tuberculosis genitalia interna.
6)      Perlekatan organ – organ pelvik yang luas dan berat.
7)      Tuba yang sehat terlalu pendek (kurang dari 4 cm).
8)      Infeksi pelvis yang masih aktif.

Beberapa pertimbangan sebelum memutuskan untuk operasi. Yang dilakukan berdasarkan:
1)      Pemeriksaan praoperatif
a)      Anamnesis yang lengkap, termasuk laporan operasi daerah pelvis dan penyakit panggul terdahul.
b)      Pemeriksaan fisik umum (status generalis).
c)      Pemeriksaan ginekologis.
d)     Pemeriksaan laparoskop.
e)      Pemeriksaan histerosalpingografi.
2)      Keputusan untuk operasi dan waktunya
a)      Apakah bisa dilakukan pembedahan mikro pada kasus tersebut.
b)      Apakah tindakn pembedahan tersebut akan memberikan hasil yang baik untuk klien agar dapat hamil.
Bila jawaban YA, harus ditentukan waktu operasi. Tindakan pembedahan biasanya dilakukan di Rumah Sakit oleh ahli bedah yang terlatih serta dengan sarana yang lengkap untuk operasi mikro.

2.      Vasektomi
Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alur trasportasi sperma terambat dan proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum) tidak terjadi. Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas di mana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga.
a.      Profil
1)      Sangan efektif dan permanen.
2)      Tidak ada efek samping.
3)      Tindak bedah yang aman dan sederhana.
4)      Efektif setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan.
5)      Konseling dan informed consent mutlak diperlukan.
b.      Kondisi Yang Memerlukan Perhatian Khusus Bagi Tindakan Vasektomi (Berdasarkan Klasifikasi Persyaratan Medis Dalam Penapisan Klien Menurut WHO, 2004)
Tabel 7.4 Kontrasepsi Vasektomi
Kondisi
Kategori
Karakteristik Pribadi dan Riwayat Reproduksi
Usia muda
B
Depresi
Depresi
B
HIV/ AIDS
Risiko tinggi HIV
A
Terinfeksi HIV
A
AIDS
D
Penyakit Endokrin
Diabetes
B
Anemia
Penyakit bulan sabit
A
Keadaan Lain Yang Relevan Dengan Vasektomi
Infeksi local
·         Infeksi kulit skrotum
·         IMS aktif
·         Epididimitis/ orkitis

C
C
C
Gangguan peredaran darah
D
Riwayat infeksi skrotum
B
Infeksi sistemik/ gastroenteritis
C
Varikokel besar
B
Hidrokel besar
B
Filariasis/ elephantiasis
C
Massa intraskrotal
C
Kriptokhirsme
B
Hernia inguinalis
D

c.       Konseling Informasi Dan Persetujuan Tindakan Medis
1)      Klien harus diberi informasi bahwa prosdur vasekomi tidak menggunakan hormon pria atau menyebabkan perubahan kemampuan atau kepuasan seksual.
2)      Setelah prosedur vasektomi, gunakan salah satu kontrasepsi terplih hingga spermatozoa yang tersisa dalam vesikula seminalis telah dikeluarkan seluruhnya. Secara empirik, sperma-analisis akan menunjukan hasil negatif setelah 15-20  kali ejakulasi.
d.       Informasi Bagi Klien
1)      Pertahankan band aid selama 3 hari
2)      Luka yang sedang dalam penyembuhan jangan ditarik-tarik atau digaruk.
3)      Boleh mandi setelah 24 jam, asal daerah luka tidak basah. Setelah 3 hari luka boleh dicuci dengan sabun dan air.
4)      Pakailah penunjang skrotum, usahakan daerah oprasi kering .
5)      Jika ada nyeri, berikan 1-2 tablet analgetikseperti parasetamol atau ibuprofen setiap 4-5 jam.
6)      Sering lupa menggunakan pil.hindari mengangkat barang berat dan keja keras untuk 3 hari.
7)      Boleh bersanggama sesudah hari ke 2-3. Namun untuk mencegah kehamilan, pakailah kondom atau cara kontrasepsi lain selama 3 bulan atau sampai ejakulasi 15-20 kali.
8)      Periksa semen 3 bulan pascavasektomi atau sesudah 15-20 kali ejakulasi.
e.       Penilaian Klinik
Riwayat sosiomedik yang perlu diketahui dari seorang calon akseptor vasektomi meliputi hal-hal berikut:
1)      Riwayat operasi atau trauma pada regio skrotalis atau inguinalis.
2)      Riwayat disfungsi seksual, termasuk impotensi.
3)      Kondisi area skrotalis (ketebalan kulit, parut atau infeksi).
4)      Temuan berupa undesensus testikularis, hidrokel/ verikokel, massa intraskrotalis atau hernia inguinalis.
5)      Riwayat alergi.
6)      Adanya proteinuria atau diabetes mellitus
f.       Tempat Pelayanan dan Petugas Pelaksana Vasektomi Tanpa Pisau (VTP)
Tim medis VTP merupakan petugas kesehatan yang dilatih secara khusus untuk melakukan prosedur vasektomi. Di Indonesia, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) yang memiliki Tim Medis VTP merupakan fsilitas kesehatan terdepan yang dapat memberikan pelayanan kontrasepsi khusus ini. Walaupun prosedur vasektomi merupakan tindakan bedah minor, ketersediaan peralatan dan medikamentosa untuk tindakan gawat darurat merupakan syarat mutlak pelayanan. Akses ke fasilitas kesehatan ujukan juga harus tersedia setiap saat.
g.      Komplikasi
1)      Komplikasi dapat terjadi saat prosedur berlangsung atau beberapa saat setelah tindakan. Komplikasi selama prosedur dapat berupa komplikasi akibat reaksi anafilaksis yang disediakan oleh penggunaan lidokain atau manipulasi berlebihan tehadap anyaman pembuluh darah di sekitar vasa deferensia.
2)      Komplikasi pascatindakan dapat berupa hematoma skrotalis, infeksi atau abses pada testis, atrofi testis, epididimitis kongesif, atau peradangan kronik granuloma di tempat insisi. Penyulit jangka panjang yang dapat menggnggu upaya pemulihan fungsi reproduksi adalah terjadinya antibodi sperma.
1.      Pelaksanaan Pelayanan Tubektomi
1.      Ruang Operasi
Ruang operasi harus tertutup dengan pintu yang dapat dikunci dan harus jauh dari daerah sibuk. Untuk itu diperlukan :
a.       Penerangan yang cukup
b.      Lantai semen atau keramik yaang mudah dibersihkan.
c.       Bebas debu dan serangga.
d.      Alat pengatur suhu ruangan (sedapat mungkin). Apabila sarana tersebut tidak tersedia, sebaiknya ruangan tersebut mempunyai ventilasi yang baik.
e.       Air bersih yang mengalir, tempat cuci tangan dekat dengan ruang operasi dan ruangan ganti pakaian sehingga petugas ruangan bedah tidak melalui ruangan lain (yang sibuk) untuk mencapai ruang operasi.
f.       Tempat atau kantong plastik yang dapat ditutup rapat dan bebas dari kebocoran untuk pembuangan limbah.
2.      Suasana Ruang Operasi
Jumlah mikroorganisme akan cenderung meningkat pada tempat / ruang operasi dengan bertambahnya jumlah petugas dan kegiatan yang dilakukannya di dalam ruang tersebut. Untuk mengurangi kejadian tersebut maka :
a.       Minimalkan jumlah petugas dan kegiatan selama operasi berlangsung.
b.      Kunci ruang bedah agar petugas yang tidak berkepentingan tidak keluar masuk ruangan dan suhu ruangan bedah tetap terjaga.
c.       Pisahkan peralatan yang tercemar dengan masih steril.
d.      Klien diatur agar tidak menyentuh instrument steril yang tersedia atau tersimpan pada saat masuk dan keluar ruang bedah.
3.      Persiapan Klien
Walaupun kulit sekitar vagina dan vagina tidak dapat disterilkan pencucian dengan larutan antiseptik pada daerah yang akan dilakukan sayatan (termasuk vagina dan serviks) sudah jauh mengurangi kandungan mikroorganisme sehingga risiko infeksi dapat dikurangi.
a.       Klien dianjurkan mandi sebelum mengunjungi tempat pelayanan. Bila tidak sempat, minta klien untuk membersihkan bagian abdomen / perut bawah, pubis, dan vagina dengan sabun dan air.
b.      Bila menutupi daerah operasi, rambut pubis cukup digunting (bukan / tidak dicukur). Pencukuran hanya dilakukan apabila sangat menutupi daerah operasi dan waktu pencukuran adalah sesaat sebelum operasi dilakukan.
c.       Bila menggunakan elevator atau manipulator rahim, sebaiknya dilakukan pengusapan larutan antiseptik (misal Povidon Iodin) pada serviks dan vagina (terutama  klien masa interval).
d.      Setelah pengolesan betadin / Povidon Iodin pada kulit, tunggu 1 – 2 menit agar jodium bebas yang dilepaskan dapat membunuh mikroorganisme dengan baik.
4.      Kelengkapan untuk Klien dan Petugas Ruang Operasi
Karena ruang bedh dirancang bebas dari berbagai pencemaran, klien dan petugas ruang bedah harus dipersiapkan sebaik mungkin.
a.       Klien menggunakan pakaian operasi. Bila tidak tersedia, kain penutup yang bersih dapat dipergunakan untuk klien.
b.      Operator dan petugas kamar operasi harus dalam keadaan siap (mencuci tangan, berpakaian operasi, memakai sarung tangan, topi, dan masker) saat berada di ruang operasi.
c.       Masker harus menutup mulut dan hidung, bila basah / lembab harus diganti.
d.      Topi harus menutup rambut.
e.       Sepatu luar harus dilepas, ganti dengan sepatu atau sandal yang tetutup yang khusus dipergunakan untuk ruang operasi.
5.      Pencegahan Infeksi
a.       Sebelum pembedahan
Operator dan petugas mencuci tangan dengan menggunakan larutan antiseptik, serta mengenakan pakaian operasi dan sarung tangan steril.
1)      Gunakan larutan antiseptik untuk membersihkan vagina dan serviks.
2)      Usapkan larutan antiseptik pada daerah operasi, mulai dari tengah kemudian meluas ke daerah luar dengan gerakan memutar hingga bagian tepi dinding perut. Untuk klien pascapersalinan bersihkan daerah pusat / umbilikus dengan baik. Tunggu 1 – 2 menit agar jodium bebas yang dilepaskan dapat membunuh mikroorganisme dengan baik.
b.      Selama pembedahan
1)      Batasi jumlah kegiatan dan petugas di dalam ruang operasi.
2)      Pergunakan instrument, sarung tangan, dan kain penutup yang steril / DTT.
3)      Kerjakan dengan keterampilan dan teknik yang tinggi untuk menghindarkan trauma dan komplikasi (perdarahan).
4)      Gunakan teknik “pass” yang aman untuk menghindari luka tusuk instrument.
c.       Setelah pembedahan
1)      Sementara menggunakan sarung tangan operator dan / atau petugas ruang operasi harus membuang limbah ke dalam wabah atau kantong yang tertutup rapat dan bebas dari kebocoran.
2)      Lakukan tindakan dekontaminasi pada instrumen atau peralatan yang akan dipergunakan sebelum dilakukan pencucian, dekontaminasi dengan larutan klorin 0,5%.
3)      Lakukan dekontaminasi pada meja operasi, lampu, meja instrument atau benda lain yang mungkin terkontaminasi / tercemar selama operasi dengan mengusapkan larutan klorin 0,5%.
4)      Lakukan pencucian dan penatalaksanaan instrumen / peralatan seperti biasa.
5)      Cuci tangan setelah melepas sarung tangan.
6.      Premedikasi dan Anastesi
Pada umumnya pemberian premedikasi untuk tubektomi tidak dibutuhkan malahan sedapat mungkin dihindarkan. Bila klien tampak cemas, cari penyebab kecemasan tersebut, dan lakukan konseling tambahan agar klien menjadi tenang. Bila tak dapat ditemukan penyebabnya, berikan 5 – 10 mg Diazepam secara oral, 30 – 45 menit sebelum operasi dilakukan. Tujuan anestesi pada Tubektomi, yaitu:
a.       Menghindarkan nyeri dan rasa tidak nyaman.
b.      Mengurangi kecemasan dan ketegangan.
Bila teknik pemberian anestesi tepat, sudah memadai bagi operator untuk melakukan tindakan bedah, baik minilaparotomi maupun laparoskopi. Karena tubektomi diarahkan untuk rawat jalan anestesi yang dibutuhkan bergantung pada pengalaman operator, apakah cukup lokal atau perlu tambahan analgesia.
Anastesi lokal yang menggunakan Lidokain 1% dianggap lebih aman dibandingkan dengan anastesi umum atau konduksi (spinal / epidural) terutama bila dilaksanakan / diperlakukan sebagai rawat jalan. Penggunaan anestesi umum mungkin akan meningkatkan komplikasi respiratory depression (misalnya aspirasi atau henti jantung) akibat kesalahan pemberian bahan anestesi, teknik yang tidak tepat, pemantauan yang kurang baik, dan gagal melakukan intubasi. Juga fasilitas mungkin tidak lengkap untuk menangani komplikasi akibat anestesi umum. Pada penggunaan anestesi lokal atau anestesi lokal yang dimodifikasi, dianjurkan :
a.       Agar pemberian anestesi sebaiknya dilakukan oleh operator atau asistennya.
b.      Klien dan penanganan efek samping perlu mendapat pemantauan.
c.       Dosis sebaiknya diberikan dalam unit/kg untuk menghindari pemberian yang berlebihan dan klien ditangani secara individual.
d.      Peralatan dan obat darurat harus tersedia.
Tabel 7.6 Obat untuk menghilangkan rasa nyeri/rasa sakit
Obat
Regimen
Dosis Umum
Dosis Maksimum

Unit/kg
Klien 40-50 kg

Atropin
0,01 mg
0,4 mg
0,6 mg
Diazepam
Alternatif :
Midazolam (Versed ®)
0,10 mg

0,05 mg
5 mg

2,5 mg
10 mg

3 mg
Meperidin (Pethidin ®)
Alternatif :
Ketamine (Katalar)
1 mg

0,5 mg
50 mg

25 mg
75 mg

-
Bila klien membutuhkan tambahan obat agar lebih nyaman : Meperidin





2,5 mg




-

1.        Lidokain 1%
2.         
-          Analgesik tuba



-          Anestesi lokal


Sampai 5cc/ tuba



Maks. 300 mg/20cc


5 ml 1% Lidokain (xylocaine ®, Lignocaine ®) untuk setiap 5 ml 0,5 bupivakain (Marcaine ®) lidokain gel 2%.

Lidokain (xylocaine ®, Lignocaine ®)1% 20 cc (maksimal 300 ml). Bupivakain (marcaine ®) 0,5 % 20 cc (maksimal 125 mg).

Semua pemberian intravena sebaiknya menggunakan set infus dan cairan seperti dekstrose, garam fisiologik atau ringer laktat. Obat sebaiknya diberikan perlahan-lahan (diatas 2 menit). Harus diingat bahwa midazolam empat kali lebih kuat daripada diazepam. Perhatikan kondisi berikut pada pemberian anestesi lokal:
a.       Semua petugas yang terlihat dalam kegiatan tubektomi harus mengetahui dan menguasai penggunaan obat-obatan anastesi.
b.      Obat untuk keadaan darurat, demikian pula pada peralatan lainnya, harus sudah tersedia sebelum melakukan tindakan bedah dan petugas yang ada harus mengetahui cara penggunaannya.
c.       Sebaiknya tersedia dokter spesialis anastesi atau perawat/penata anastesi ketika menggunakan anastesi umum.
7.      Teknik Operasi
            Dikenal 2 tipe yang sering digunakan dalam pelayanan tubektomi yaitu minilaparatomi dan laparoskopi. Teknik ini menggunakan anastesi lokal dan bila dilakukan secara benar, kedua teknik tidak banyak menimbulkan komplikasi.
a.       Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyerderhanan laparotopi terdahulu, hanya diperlukan sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah perut bawah (suprapubik) maupum sumbubilikal (pada perut baian bawah). Tindakan ini dapat dilakukan terhadap banyak klien, relatif murah, dan dapat dilakukan oleh dokter yang diberi pelatihan khusus. Operasi ini aman dan efektif.
Baik untuk masa interval maupun pascapersalinan, pengambil tuba yang dilakukan melalui sayatan kecil. Setelah tuba didapat, kemudian dikeluarkan, diikat dan dipotong sebagian. Setelah itu, dinding perut ditutup kembali, luka sayatan ditutup dengan kasa yang kering dan steril dan apabila tidak ditemukan masalah yang berarti, klien dapat dipulangkan setelah 1-4 jam.
           
8.      Perawatan Pascabedah Danh Pengamatan Lanjut
Setiap 15 menit dilakukan pemeriksaan tekanan drah dan nadi. Bial telah diperbolehkan minum, sebaiknya klien diberi cairan yang mengandung gula (fanta atau coca cola, sari buah atau gula-gula) untuk membantu meningkatkan kadar glukosa darah. Lakukan Romberg sign (klien disuruh berdiri dengan mata tertutup), bila penderita tampak stabil, suruh mengenakan pakaianm dan tentukan pemulihan kesadaran. Apabila semua berjalan baik, klien dapat pulang.

9.      Pesan Kepada Klien Sebelum Pulang
a.       Istirahat dan jaga tempat sayatan operasi agar tidak basah minimal selama 2 hari. Lakukan pegerjaan secara bertahap (sesuai dengan perkembangan  pemulihan). Umumnya klien akan merasa baik setelah 7 hari.
b.      Dianjurkan untuk tidak melakukan aktifitas seksual selama 1 minggu dan apabila setelah itu masih merasa kurang nyaman, tunda kegiatan tersebut.
c.       Jangan mengangkat benda yang berat atau menekan daerah operasi sekurang-kurangnya sselama 1 minggu.
d.      Bila terdapat gejala-gejala tersebut dibawah ini, segera memeriksakan ke klinik:
1)      Panas/demam di atas 38oC.
2)      Pusing dan rasa terputar/bergoyang.
3)      Nyeri perut menetap atau meningkat.
4)      Keluar cairan atau darah dari/melalui luka sayatan.
e.       Untuk mengurangi nyeri, pergunakan analgesic (ibuprofen) setiap 4-6 jam. Jangan pergunakan aspirin karena dapat meningkatkan peerdarahan.
f.       Segera kunjungi klinik bila klien merasakan tanda-tanda kehamilan. Hamil setelah tubektomi, sangat jarang, tetpi bila terjadi, hal ini merupakan hal yang serius karena kemungkinan besar kehamilan tersebut terjadi pada tuba. Lebih baik dibuatkan catatan untuk klien atau pasangannya tentang hal-hal apa yang harus diperhatikannya setelah tubektomi.
Kontrol ulang dilakukan setelah seminggu pascatubektomi dan kontrol lanjutan dilakukan seminggu kemudian. Pemeriksaan meliputi daerah operasi, tanda-tanda komplikasi atau hal-hal lain yang dikeluhkan oleh klien.bila digunakan benang sutra, pada saat kontrol pertama benang tersebut dicabut.
10.  Kegagalan
Tubektomi sangat efektif tetapi kemungkinan terjadi kehamilan tetap ada, baik dalam rahim maupun diluar rahim/ektopik sehingga petugas klinik terdekat harus mengetahui gejala-gejala kehamilan tersebut, baik yang di dalam maupun yang di luar rahim. Selanjutnya membawa klien tersebut ke klinik/dokter untuk membuat diagnosis pasti. Bila ternyata terjadi kehamilan ektopik, harus dilakukan tindakan segera, untuk mengatasinya.

11.  Penatalaksanaan Komplikasi Pascabedah
Kejadian fatal yang berkaitan dengan tubektomi sangat jarang terutama bila komplikasi dikenali sejak dini. Komplikasi tersebut dapat berupa :
a.       Perdarahan dari dinding perut atau mesosalping
b.      Cedera dalam rongga perut :
1)      Perforasi rahim.
2)      Usus tersayat.
3)      Kandung kemih tersayat.
c.       Infeksi luka atau jaringan panggul
Pada laparoskopi juga dapat terjadi komplikasi yang sama dengan minilaparotomi. Komplikasi lain yang bersifat khusus (akibat prosedur laparoskopi) adalah emfisemi subkutan, emboli gas, dan henti jantung atau paru. Perdarahan dari pembuluh darah besar, mungkin saja terjadi akibat tusukan jarum influsi, malahan dapat juga mengenai organ lainnya dalam perut.

2.      Pelaksanaan Pelayanan Vasektomi
1.      Tempat Pelayanan Vasektomi
 Vasektomi dapat dilakukan di fasilitas kesehatan umum yang mempunyai ruang tindakan untuk bedah minor. Ruang yang dipilih sebaiknya tidak di bagian yang sibuk/banyak orang yang lalu lalang. Ruangan tersebut sebaiknya :
a.       Mendapat penerangan yang cukup.
b.      Lantainya terbuat dari semen atau keramik agar mudah dibersihkan, bebas debu dan serangga.
c.       Sedapat mungkin dilengkapi dengan alat pengatur suhu ruangan/air condition. Bila tidak memungkinkan, ventilasi ruangan harus sebaik mungkin dan apabila jendela dibuka, tirai harus terpasang baik dan kuat.
d.      Untuk mencuci tangan sebaiknya disediakan air bersih yang mengalir dan jumlahnya cukup. Tangki air harus bersih, dekat dengan tempat mencuci tangan, dan tertutup baik sedangkan tempat pembuangan limbah harus rapat dan bebas dari kebocoran.

2.      Persiapan Klien
Walaupun kulit tidak dapat disterilisasi, tindakan pembersihan dengan melakukan antiseptik sudah sangat mengurangi mikroorganisme yang ada pada permukaan kulit (skrotum dan inguinal) terutama mikroorganisme yang dapat menyebabkan komplikasi berat (tetanus).
a.       Klien sebaiknya mandi serta menggunakan pakaian yang bersih dan longgar sebelum mengunjungi klinik. Bila klien tidak cukup waktu untuk mandi, klien dianjurkan untuk membersihkan daerah skrotum dan inguinal/lipat paha sebelum masuk ke ruang tindakan.
b.      Klien dianjurkan untuk membawa celana khusus untuk menyangga skrotum.
c.       Rambut pubis cukup digunting pendek bila menutupi daerah operasi. Waktu yang paling baik untuk menggunting adalah sesaat sebelum tindakan dilakukan agar risiko infeksi ditekan serendah mungkin.
d.      Cuci/bersihkan daerah operasi dengan sabun dan air kemudian ulangi sekali lagi dengan larutan antiseptik atau langsung diberi antiseptik (Povidon Iodin).
e.       Bila dipergunakan larutan Povidon Iodin seperti Betadine®, tunggu 1 atau 2 menit hingga jodium bebas yang terlepas dapat membunuh mikroorganisme.
Karena vasektomi merupakan tindakan bedah minor dan kadang memerlukan insisi yang kecil/tanpa insisi sehingga hanya meliput daerah superficial, maka :
a.       Klien dapat menggunakan pakaian sendiri asal terjamin kebersihannya.
b.      Operator dan petugas tidak harus menggunakan topi bedah, masker, atau baju operasi.
3.      Pencegahan Infeksi
a.       Sebelum Tindakan
1)      Cuci dan gosok skrotum, penis, dan daerah pubis dengan sabun dan bilas dengan air yang bersih. Setelah itu, oleskan cairan antiseptik pada daerah operasi.
2)      Operator mencuci tangan dengan larutan antiseptik dan membilasnya dengan air yang bersih.
b.      Selama Tindakan
1)      Gunakan instrumen yang telah disterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi, termasuk sarung tangan dan kain penutup.
2)      Lakukan dengan tingkat keterampilan yang tinggi sehingga akan sangat mengurangi risiko perdarahan dan infeksi.
c.       Setelah Tindakan
1)      Sementara masih menggunakan sarung tangan operator, membuang bahan-bahan yang terkotaminasi (kapas, kain kasa atau bahan lainnya) ke dalam wadah atau kantong plastik yang tertutup rapat.
2)      Lakukan tindakan dekontaminasi dengan larutan klorin 0,5% pada instrument atau alat yang masih akan digunakan lagi, baik sementara dalam ruangan tindakan atau pun sebelum dilakukan pencucian.
3)      Lakukan dekontaminasi pada meja operasi, meja instrumen, lampu dan benda/perlengkapan lain yang mungkin terkontaminasi selama tindakan berlangsung.
4)      Ikuti petunjuk dalam bab lain yang membahas mengenai pencucian an penanganan instrumen, sarung tangan, kain penutup, dan jarum suntik yang sudah dipakai/dipergunakan.
5)      Cuci tangan setelah melepas sarung tangan.


4.      Medikasi Prabedah dan Anestesi
Pada umumnya tidak diperlukan medikasi prabedah tetapi apabila klien tampak sangat gelisah, segera tentukan penyebab kegelisahan tersebut. Pada umumnya dengan konsleing yang baik hal tersebut dapat diatasi, tetapi bila tidak diketahui secara pasti tentang penyebab kegelisahannya klien dapat diberi Diazepam 5-10 mg per oral, 30-45 menit sebelum operasi. Tujuan Anestesi, yaitu:
a.       Menghilangkan nyeri dan rasa tidak enak.
b.      Mengurangi stress dan kecemasan.
Vasektomi harus menggunakan anestesi local (lidokain tanpa epinefrin) karena :
a.       Cara pemberian anestesi yang tepat sudah cukup menghambat rasa nyeri pada skrotum dan bungkus vas deferens.
b.      Dengan tindakan yang halus (tidak banyak memaniplasi jaringan) operator dapat tetap bekerja walaupun klien dalam keadaan sadar atau sedikit dipengaruhi obat penenang dan kadang-kadang dengan sedikit berdialog, pasien merasa tenang.
c.       Anestesi umum lebih mengandung risiko, penggunaannya pada vasektomi terbatas pada kasus yang khusus saja, misalnya klien dengan kelainan anatomik atau terdapat masalah medis yang serius.
Perlu diketahui bahwa di samping ini, ada beberapa macam teknik lain.
a.       Insisi kulit dapat dilakukan sagital atau transversal. Ini tidak ada pengaruhnya secara kosmestis dan teknis, asal fiksasinya baik.
b.      Ada yang mengadakan fiksasi vas deferens dengan menusukkan jarum di bawah vas deferens dengan menembus kulit.(Gambar 23-11 dan 23-12).


Gambar 23-11: Fiksasi vas deferens dengan jarum lurus


Gambar 23-12:fiksasi vas deferens dengan jarum lurus setelah irisan
c.       Cara mengikat vas deferens ada beberapa macam (Gambar 23-13):

Semua macam teknik yang dikemukakan adalah dengan tujuan untuk mencegah ”rekanalisasi” spontan dan supaya kalau diperlukan penyambungan kembali, secara teknik lebih mudah. Ada beberapa macam metode untuk menutup vas deferens, yang pada waktu ini masih dinilai kemantapannya, antara lain:
a.       Menjepit vas deferens dengan klip (jepitan) dari tantalum.
b.      Mengadakan kauterisasi/fulfurasi kedua ujung.
c.       Menyuntik vas deferens dengan sclerotizing agent (zat yang menyebabkan slerosis), sehingga jadi buntu, misalnya dengan formalin, fenol dan lain-lain. Dilakukan biasa tanpa operasi.
d.      Menutup vas deferens dengan tutup semacam jarum.
e.       Hanya mengikat vas deferens.
f.       Kombinasi antara dua metode, misalnya mengikat dan kauterisasi.
5.      Kemungkinan Penyulit Dan Cara Mengatasinya
a.       Perdarahan
Apabila perdarahan sedikit, cukup dengan pengamatan saja, bila banyak, hendaknya dirujuk segera ke fasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap. Di sini akan dilakukan operasi kembali dengan anestesi umum, membuka luka, mengelurkan bekuan-bekuan darah dan kemudian mencari sumber perdarahan serta menjepit dan mengikatnya. Setiap keluhan pembengkakan isi skrotum pascavasektomi hendaknya dicurigai sebagai perdarahan dan lakukan pemeriksaan yang seksama. Bekuan darah di dalam skrotum yang tidak dikeluarkan akan mengundang kuman-kuman dan menimbulkan infeksi.
b.      Hematoma
Biasanya terjadi bila daerah skrotum diberi beban yang berlebihan, misal naik sepeda, duduk terlalu lama dalam kendaraan dengan jalanan yang rusak dan sebagainya. 
c.       Infeksi
Infeksi pada kulit skrotum cukup dengan mengobati menurut prinsip pengobatan luka kulit. Apabila basah, dengan kompres (dengan zat yang tidak merangsang). Apabila kiering dengan salep antibiotika. Apabila terjadi infiltrate di dalam kulit skrotum di tempat vasektomi sebaiknya segera dirujuk ke rumah sakit. Di sini pasien akan diistirahatkan dengan berbaring, kompres es, pemberian antibiotika, dan pengamatan apabila infiltrate menjadi abses. Mungkin juga terjadi epididimis, orkitis atau epididimoorkitis. Dalam keadaan seperti ini pasien segera dirujuk. Di sini akan dilakukan istirahat baring, kompres es, pemberian antibiotika, dan analgetika.
d.      Granuloma Sperma
Dapat terjadi pada ujung proksimal vas atau pada epididimis. Gejalanya merupakan benjolan kenyal dengan kadang-kadang keluhan nyeri. Granuloma sperma dapat terjadi 1-2 minggu setelah vasektomi. Pada keadaan ini dilakukan eksisi granuloma dan mengikat kembali vas deferens. Terjadi 0,1 – 30% kasus.
e.       Antibodi Sperma
Separuh sampai dua pertiga akseptor vasektomi akan membentuk antibody terhadap sperma. Sampai kini tidak pernah terbukti adanya penyulit yang disebabkan adanya antibodi tersebut.
6.      Kegagalan Vasektomi
Walaupun vasektomi dinilai paling efektif untuk mengontrol kesuburan pria, namun masih mungkin dijumpai suatu kegagalan. Vasektomi dianggap gagal bila:
a.       Pada analisis sperma setelah 3 bulan pascavasektomi atau setelah 15-20 kali ejakulasi masih dijumpai spermatozoa.
b.      Dijumpai spermatozoa setelah sebelumnya azoozperma.
c.       Istri (pasangan) hamil.
7.      Perawatan dan Pemeriksaan Pascabedah Vasektomi
Setiap pascatindak pembedahan betapapun kecilnya memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan. Pada pascatindak bedah vasektomi dianjurkan dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a.       Dipersilakan berbaring selama 15 menit.
b.      Amati rasa nyeri dan perdarahan pada luka.
c.       Pasien dapat dipulangkan bila keadaan pasien dan luka operasi baik.
Sebelum pulang berikan nasihat sebagai berikut:
a.       Perawatan luka, diusahakan agar tetap kering dan jangan sampai basah sebelum sembuh, karena dapat mengakibatkan infeksi. Pakailah celana dalam yang bersih.
b.      Segera kembali ke rumah sakit apabila  terjadi perdarahan, badan panas, nyeri yang hebat, pusing, muntah atau sesak napas.
c.       Memakan obat yang diberikan yaitu antibiotika profilaktik dan analgesi seperlunya.
d.      Jangan bekerja berat/naik sepeda.
e.       Setelah divasektomi tetap diperbolehkan, bahkan dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual dengan istri, namun harus diingat bahwa di dalam saluran mani (pipa-pipa) vas deferens masih terdapat sisa-sisa sperma (bibit), sehinggan selama masih ada sisa sperma, sebaiknya suami dan istri tetap menggunakan alat pencegah kehamilan.
Untuk itu kepada suami diberikan 15 kondom, guna menghindari kehamilan, petugas akan member contoh cara pemakaiannya. Setelah air mani keluar 15 kali atau setelah jangka waktu 3 bulan, maka suami diminta memeriksakan air maninya dengan maksud meyakinkan bahwa air mani tersebut tidak mengandung bibit-bibit (spermatozoa) lagi.
Untuk keperluan ini, suami diminta menyediakan air mani di dalam botol bersih atau air mani yang ada di dalam kondom dan memeriksakannya di laboratorium. Bila sudah ada pernyataan dari laboratorium bahwa air mani suami tidak mengandung bibit lagi, barulah ia boleh bersenggama tanpa alat pencegahan apapun lebih baik bila ia memeriksakan air mani untuk kedua kalinya.
8.      Kunjungan Ulang
a.       Seminggu samapai dua minggu setelah pembedahan.
Lakukanlah anamnesis dan pemeriksaan sebagai berikut:
1)      Anamnesis meliputi keadaan kesehatan umum, adanya demam, rasa nyeri, perdarahan dari bekas operasi, atau alat kelamin.
2)      Pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan luka dan perawatan sebagaimana mestinya.
b.      Sebulan setelah operasi.
Lakukanlah anamnesis dan pemeriksaan sebagia berikut
1)      Anamnesa meliputi keadaan kesehatan umum dan senggama
2)      Pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan fisik umum dan alat genetalian.
c.       Tiga bulan dan setahun setelah operasi
Lakukanlah anmnesis dan pemeriksaan sebagai berikut:
1)      Anamnesa meliputi keadaan kesehatan umum, sanggama, sikap terhadap kontrasepsi mantap dan keadaan kejiwaan si akseptor.
2)      Pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan kesehatan umum.

3)      Lakukan analisa sperma setelah 3 bulan pascavasektomi atau 10-12 kali ejakulasi untuk menilai hasil pembedahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar