Sabtu, 01 November 2014

4. Perubahan Fisiologi Masa Nifas


1.        Tujuan
Setelah membaca materi ini, diharapkan mahasiswa mampu:
1)      Menguraikan perubahan sistem reproduksi dengan benar.
2)      Menguraikan sistem pencernaan dengan benar.
3)      Menguraikan sistem perkemihan dengan benar.
4)      Menguraikan sistem musculoskeletal / diastasis recti abdominis dengan benar.
5)      Menguraikan dan menghubungkan perubahan sistem endokrin dengan benar.
6)      Menguraikan dan menghubungkan perubahan tanda-tanda vital dengan benar.
7)      Menguraikan dan menghubungkan perubahan sistem kardiovaskuler dengan benar.
8)      Menguraikan dan menghubungkan perubahan sistem hemotologi dengan benar.

2.        Uraian Isi Pelajaran
Materi pada BAB ini menjelaskan tentang:
1)      Perubahan sistem reproduksi pada ibu nifas.
2)      Perubahan sistem pencernaan pada ibu nifas.
3)      Perubahan sistem perkemihan pada ibu nifas.
4)      Perubahan sistem musculoskeletal / diastasis recti abdominis pada ibu nifas.
5)      Perubahan sistem endokrin pada ibu nifas.
6)      Perubahan tanda-tanda vital pada ibu nifas.
7)      Perubahan sistem kardiovaskuler pada ibu nifas.
8)      Perubahan sistem hemotologi pada ibu nifas.

3.        Penjelasan Teori
3.1  Perubahan Sistem Reproduksi
1)   Uterus
a.       Definisi involusi uterus
a)      Involusi uteri adalah proses kembalinya uterus ke ukuran semula sebelum hamil, sekitar kurang lebih 60 gram (Jannah, 2011).
b)      Involusi uterus adalah kembalinya uterus kepada keadaan sebelum hamil, baik dalam bentuk maupun posisi (Bahiyatun, 2009).
b.      Proses involusi uterus
a)      Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi didalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula selama kehamilan. Sitoplasma sel yang berlebih akan tercerna  sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro elastic dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan.
b)      Atrofi jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot-otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang baru.
c)      Efek oksitosin (kontraksi)
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu proses hemostasis, kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total.
Selama 1 sampai 2 jam pertama postpartum, intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi teratur. Oleh karena itu, penting sekali menjaga dan mempertehankan kontraksi uterus pada masa ini. Suntikan oksitosin biasanya diberikan secara intravena atau intramuskuler segera setelah kepala bayi lahir. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir akan merangsang pelepasan oksitosin karena isapan bayi pada payudara.
c.       Proses ivolusi pada bekas implantasi plasenta
a)      Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir seluas 12 x 5 cm, permukaan kasar, tempat pembuluh darah besar bermuara.
b)      Pada pembuluh darah terjadi pembentukan trombosis, di samping pembuluh darah tertutup karena kontraksi otot rahim.
c)      Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu ke-2 sebesar 6-8 cm dan pada akhir masa nifas sebesar 2 cm.
d)     Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan nekrosis bersama lokia.
e)      Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena pertumbuhan endometrium yang berasal dari tepi luka dan lapisan basalis endometrium.
f)       Luka sembuh sempurna pada 6-8 minggu postpartum.

d.      Perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum
Involusi Uteri
Tinggi Fundus Uteri
Berat Uterus
Diameter Uterus
Plasenta lahir
Setinggi pusat
1000 gr
12,5 cm
7 hari (minggu 1)
Pertengahan antara pusat dan shymphisis
500 gr
7,5 cm
14 hari (minggu 2)
Tidak teraba
350 gr
5 cm
6 minggu
Normal
60 gr
2,5 cm
Sumber : (Jannah, 2011 )

Involusi
TFU
Berat Uterus
Bayi Lahir
Setinggi pusat, 2 jari dibawah pusat
1000 gr
1 minggu
Pertengahan pusat simfisis
750 gr
2 minggu
Tidak teraba di atas simfisis
500 gr
6 minggu
Normal
50 gr
8 minggu
Normal tapi sebelum hamil
30 gr
Sumber : (Saleha, 2009)

2)   Lokia
Pengertian lokia :
a)      Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas (Jannah, 2011)
b)      lokia adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina selama masa nifas.
Berikut ini adalah beberapa jenis lokia yang terdapat pada wanita pada masa nifas :
a)      Lokia rubra/merah (cruenta) berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks caseosa, lanugo, dan mekonium selama 2 hari pascapersalinan. Inilah lokia yang akan keluar selama 2-3 hari postpartum.
b)      Lokia sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir yang keluar pada hari ke-3 sampai ke-7 pascapersalinan.
c)      Lokia serosa adalah lokia berikutnya. Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit, dan robekan/laserasi plasenta. Muncul pada hari ke – 7 sampai hari ke – 14 postpartum.
d)     Lokia alba adalah lokia yang terakhir. Dimulai dari hari ke – 14 kemudian makin lama makin sedikit hingga sama sekali berhenti sampai satu atau dua minggu berikutnya. Bentuknya seperti cairan putih berbentuk krim serta terdiri atas leukosit dan sel-sel desidua.
Lokia rubra yang menetap pada awal periode postpartum menunjukan adanya perdarahan postpartum sekunder yang mungkin disebabkan tertinggalnya sisa/selaput plasenta.
Lokia serosa atau alba yang berlanjut bisa menandakan adanya endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit, atau nyeri tekan pada abdomen.
Bila terjadi infeksi, keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan lokia purulenta. Pengeluaran lokia yang tidak lancar disebut dengan lokia statis.
Lokia mempunyai bau yang khas, tidak seperti bau menstruasi. Bau ini lebih terasa tercium pada lokia serosa, bau ini juga akan semakin lebih keras jika bercampur dengan keringat dan harus cermat membedakannya dengan bau busuk yang menandakan adanya infeksi. Lokia dimulai sebagai suatu pelepasan cairan dalam jumlah yang banyak pada jam-jam pertama setelah melahirkan. Kemudian lokia ini akan berkurang jumlahnya sebagai lokia rubra, lalu berkurang sedikit menjadi sanguenta, serosa, dan akhirnya lokia alba. Hal yang biasanya ditemui pada seorang wanita adalah adanya jumlah lokia yang sedikit pada saat ia berbaring dan jumlahnya meningkat pada saat ia berdiri. Jumlah rata-rata pengeluaran lokia adalah kira-kira 240-270 ml.
3)   Edometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya trombosis, degenerasi, dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2.5 mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah tiga hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas implantasi plasenta.

4)   Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama dengan uterus. Warna serviks adalah merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi/perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama dilatasi, serviks tidak pernah kembali pada keadaan sebelum hamil.
Bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh korpus uteri yang mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga pada perbatasan antara korpus uteri dan serviks terbentuk cincin.
Muara serviks yang berdilatasi 10 cm pada waktu persalinan, menutup secara bertahap. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dimasuki 2-3 jari, setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk dan pada minggu ke-6 postpartum serviks menutup.

5)   Vulva, Vagina dan Perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur vagina dan pintu keluar vagina pada bagian pertama masa nifas membentuk lorong berdinding lunak dan luas yang ukurannya secara perlahan-lahan mengecil tetapi jarang kembali ke ukuran nullipara. Setelah minggu ke tiga rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia jadi lebih menonjol.
Hymen mengalami rupture pada saat melahirkan bayi pervaginam, kemudian setelah melahirkan hymen muncul sebagai beberapa potong jaringan kecil, yang selama proses sikatrisasi diubah menjadi carunculae mirtiformis yang khas pada wanita yang pernah melahirkan. Orifisium vagina biasanya tetap sedikit membuka setelah melahirkan anak.
Setelah persalinan, perineum menjadi kendur karena teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pulihnya tonus otot perineum terjadi sekitar 5 – 6 minggu postpartum. Latihan senam nifas baik untuk mempertahankan elastisitas otot perineum dan organ – organ reproduksi lainnya. Luka episiotomi akan sembuh dalam 7 hari postpartum. Bila terjadi infeksi, luka episiotomi akan terasa nyeri, panas, merah, dan bengkak. 

6)   Payudara (mammae)
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologis, yaitu sebagai berikut.
a.       Produksi susu
b.      Sekresi susu atau let down
Selama sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan, ketika hormon yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk menghambatnya kelenjar pituitari akan mengeluarkan prolaktin (hormon laktogenik). Sampai hari ketiga setelah melairkan, efek prolaktin pada payudara mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi darah, sehingga timbul rasa hangat,bengkak,dan rasa sakit. Sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi mengisap puting, refleks saraf merangsang lobus posterior pituitari untuk menyekresi hormon oksitosin. Oksitosin merangsang refleks let down (mengalirkan), sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus aktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada puting. Ketika ASI dialirkan karena isapan bayi atau dengan dipompa sel-sel acini terangsang untuk menghasilkan ASI lebih banyak. Refleksi ini dapat berlanjut sampai waktu yang cukup lama. 
3.2  Perubahan Sistem Pencernaan
1.      Nafsu makan
a.       Ibu biasanya lapar setelah melahirkan.
b.      Ibu boleh konsumsi makanan ringan.
c.       Ibu akan merasa sangat lapar setelah benar-benar pulih dari efek analgesik, anastesi, dan keletihan.
2.      Motalitas
a.       Secara khas, penurunan tonus otot dan motalitas otot traktus cerna menetap selama waktu singkat setelah bayi lahir.
b.      Kelebihan analgesik dan anastesi bisa memperlambat pengembalian tonus dan motalitas ke keadaan normal.
3.      Defekasi
a.       Buang air besar spontan bisa tertunda selama 2 sampai 3 hari setelah ibu melahirkan.
b.      Buang air besar tidak lancar disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pasca-persalinan, diare sebelum persalinan, kurang makan, atau dalam keadaan dehidrasi.
c.       Kebiasaan buang air besar teratur perlu dicapai setelah tonus usus kembali pada keadaan normal.

3.3  Perubahan Sistem Perkemihan/Urinarius
1)      Komponen Urine
a.       Laktosuria (+) pada ibu menyusui
b.      BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat selama postpartum merupakan autolysis involusi uterus.
c.       Pemecahan kelebihan protein dalam sel otot uterus disebabkan protein uria (+) selama 1 sampai 2 hari postpartum.
d.      Aseton urea bisa terjadi pada wanita postpartum yang tidak mengalami komplikasi persalinan.
2)      Diuresis Postpartum
a.       Dalam 12 jam postpartum, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang tertimbun di jaringan selama ia hamil.
b.      Dieresis postpartum menyebabkan menurunnya kadar estrogen, hilang akibat meningkatnya tekanan vena pada tungkai bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan.
c.       Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan penurunan berat badan ± 2.5 kg selama postpartum.
3)      Uretra dan Kandung Kemih
a.       Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama postpartum.
b.      Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemesis dan edema.
c.       Trauma kandung kemih bisa disebabkan pemasangan kateter.
d.      Efek anastesi dapat menyebabkan keinginan berkemih menurun.
e.       Bisa terjadi distensi kandung kemih yang menyebabkan diersis postpartum serta penurunan berkemih.
f.       Distensi menyebabkan hambatan uterus berkontraksi dengan baik.
g.      Dengan mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam waktu 5 – 7 hari setelah bayi lahir.

3.4  Perubahan Sistem Muskuloskeletal/Diastasis Rectie Abdominalis
Sistem muskuluskeletal pada ibu selama masa pemulihan/postpartum termasuk penyebab relaksasi dan kemudian hipermobilitas sendi serta perubahan pada pusat gravitasi. Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi mencakup hal-hal yang dapat membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran uterus. Stabilisasi sendi lengkap akan terjadi pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah wanita melahirkan.
Dinding abdominal lembek setelah proses persalinan karena peregangan selama kehamilan. Semua wanita puerperal mempunyai beberapa derajat tingkat diastasis recti, yang merupakan separasi dari otot rectus abdomen.

3.5  Perubahan Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut :
1)   Hormon plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan. Penurunan hormon plasenta (human placental lactogen) menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa nifas. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 postpartum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 postpartum.
2)   Hormon pituitary
Hormon pituitary antara lain : hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
3)   Hipotalamik pituitary ovarium
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada wanita menyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca melahirkan. Sedangkan pada wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar 40% setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.
4)   Hormon oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu involusi uteri.
5)   Hormon estrogen dan progesteron
Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormon estrogen yang tinggi memperbesar hormon anti diuretik yang dapat meningkatkan volume darah. Sedangkan hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva serta vagina.

4.        Kesimpulan
Perubahan sistem reproduksi pada ibu nifas terjadi di uterus, yaitu proses involusi uterus yang terdiri dari proses autolisis, atrofi jaringan, efek oksitosin. Proses involusi pada bekas plasenta. Adapun perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum terlihat pada tabel berikut ini:
Involusi Uteri
Tinggi Fundus Uteri
Berat Uterus
Diameter Uterus
Plasenta lahir
Setinggi pusat
1000 gr
12,5 cm
7 hari (minggu 1)
Pertengahan antara pusat dan shymphisis
500 gr
7,5 cm
14 hari (minggu 2)
Tidak teraba
350 gr
5 cm
6 minggu
Normal
60 gr
2,5 cm
Sumber : (Jannah, 2011 )



Involusi
TFU
Berat Uterus
Bayi Lahir
Setinggi pusat, 2 jari dibawah pusat
1000 gr
1 minggu
Pertengahan pusat simfisis
750 gr
2 minggu
Tidak teraba di atas simfisis
500 gr
6 minggu
Normal
50 gr
8 minggu
Normal tapi sebelum hamil
30    r
Sumber : (Saleha, 2009)
Berikut ini adalah beberapa jenis lokia yang terdapat pada wanita pada masa nifas: lokia rubra/merah (cruenta) berwarna merah keluar selama 2-3 hari postpartum, lokia sanguilenta berwarna merah kuning keluar pada hari ke-3 sampai ke-7 pascapersalinan, lokia serosa berwarna kuning kecoklatan keluar pada hari ke – 7 sampai hari ke – 14 postpartum, lokia alba dari hari ke – 14.
Selain perubahan sistem reproduksi, perubahan juga terjadi di sistem pencernaan: Ibu akan merasa sangat lapar setelah benar-benar pulih dari efek analgesik, anastesi, dan keletihan. Secara khas, penurunan tonus otot dan motalitas otot traktus cerna menetap selama waktu singkat setelah bayi lahir.
Perubahan pada sistem urinaria yaitu uretra dan kandung kemih terjadi: trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama postpartum, dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemesis dan edema, trauma kandung kemih bisa disebabkan pemasangan kateter, efek anastesi dapat menyebabkan keinginan berkemih menurun, bisa terjadi distensi kandung kemih yang menyebabkan diersis postpartum serta penurunan berkemih, distensi menyebabkan hambatan uterus berkontraksi dengan baik, dengan mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam waktu 5 – 7 hari setelah bayi lahir.
Perubahan sistem muskuloskeletal di dinding abdominal lembek setelah proses persalinan karena peregangan selama kehamilan. Semua wanita puerperal mempunyai beberapa derajat tingkat diastasis recti, yang merupakan separasi dari otot rectus abdomen.

Perubahan sistem endokrin pada ibu nifas terjadi di hormon plasenta, hormon pituitary, hipotalamik pituitary ovarium, hormon oksiitosin, hormon estrogen dan progesteron.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar