1.
Tujuan
Setelah
membaca materi ini, diharapkan mahasiswa mampu:
1)
Menguraikan perubahan sistem reproduksi dengan benar.
2)
Menguraikan sistem pencernaan dengan benar.
3)
Menguraikan sistem perkemihan dengan benar.
4)
Menguraikan
sistem musculoskeletal / diastasis recti abdominis dengan benar.
5)
Menguraikan dan menghubungkan perubahan sistem endokrin dengan benar.
6)
Menguraikan dan menghubungkan perubahan tanda-tanda vital dengan benar.
7)
Menguraikan dan menghubungkan perubahan sistem kardiovaskuler dengan benar.
8)
Menguraikan dan menghubungkan perubahan sistem hemotologi dengan benar.
2.
Uraian Isi Pelajaran
Materi
pada BAB ini menjelaskan tentang:
1)
Perubahan sistem reproduksi pada ibu nifas.
2)
Perubahan sistem pencernaan pada ibu nifas.
3)
Perubahan sistem perkemihan pada ibu nifas.
4)
Perubahan sistem musculoskeletal / diastasis recti abdominis pada ibu nifas.
5)
Perubahan sistem endokrin pada ibu nifas.
6)
Perubahan tanda-tanda vital pada ibu nifas.
7)
Perubahan sistem kardiovaskuler pada ibu nifas.
8)
Perubahan sistem hemotologi pada ibu nifas.
3.
Penjelasan Teori
3.1 Perubahan
Sistem Reproduksi
1)
Uterus
a.
Definisi
involusi uterus
a)
Involusi uteri
adalah proses kembalinya uterus ke ukuran semula sebelum hamil, sekitar kurang
lebih 60 gram (Jannah, 2011).
b)
Involusi
uterus adalah kembalinya uterus kepada keadaan sebelum hamil, baik dalam bentuk
maupun posisi (Bahiyatun, 2009).
b.
Proses
involusi uterus
a)
Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi didalam otot
uterine. Enzim proteolitik akan memendekan jaringan otot yang telah sempat
mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula
selama kehamilan. Sitoplasma sel yang berlebih akan tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro
elastic dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan.
b)
Atrofi
jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar,
kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen
yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot-otot
uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan
lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang baru.
c)
Efek oksitosin
(kontraksi)
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterin
yang sangat besar. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan
membantu proses hemostasis, kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi
suplai darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat
implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta
memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total.
Selama 1 sampai 2 jam pertama postpartum,
intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi teratur. Oleh karena
itu, penting sekali menjaga dan mempertehankan kontraksi uterus pada masa ini.
Suntikan oksitosin biasanya diberikan secara intravena atau intramuskuler
segera setelah kepala bayi lahir. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir akan
merangsang pelepasan oksitosin karena isapan bayi pada payudara.
c.
Proses ivolusi
pada bekas implantasi plasenta
a)
Bekas
implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir seluas 12 x 5 cm, permukaan
kasar, tempat pembuluh darah besar bermuara.
b)
Pada pembuluh
darah terjadi pembentukan trombosis, di samping pembuluh darah tertutup karena
kontraksi otot rahim.
c)
Bekas luka
implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu ke-2 sebesar 6-8 cm dan pada
akhir masa nifas sebesar 2 cm.
d)
Lapisan endometrium
dilepaskan dalam bentuk jaringan nekrosis bersama lokia.
e)
Luka bekas
implantasi plasenta akan sembuh karena pertumbuhan endometrium yang berasal
dari tepi luka dan lapisan basalis endometrium.
f)
Luka sembuh
sempurna pada 6-8 minggu postpartum.
d.
Perubahan-perubahan
normal pada uterus selama postpartum
Involusi Uteri
|
Tinggi Fundus
Uteri
|
Berat Uterus
|
Diameter
Uterus
|
Plasenta lahir
|
Setinggi pusat
|
1000 gr
|
12,5 cm
|
7 hari (minggu 1)
|
Pertengahan antara pusat dan shymphisis
|
500 gr
|
7,5 cm
|
14 hari (minggu 2)
|
Tidak teraba
|
350 gr
|
5 cm
|
6 minggu
|
Normal
|
60 gr
|
2,5 cm
|
Sumber : (Jannah, 2011 )
Involusi
|
TFU
|
Berat Uterus
|
Bayi Lahir
|
Setinggi pusat, 2 jari dibawah pusat
|
1000 gr
|
1 minggu
|
Pertengahan pusat simfisis
|
750 gr
|
2 minggu
|
Tidak teraba di atas simfisis
|
500 gr
|
6 minggu
|
Normal
|
50 gr
|
8 minggu
|
Normal tapi sebelum hamil
|
30 gr
|
Sumber : (Saleha, 2009)
2)
Lokia
Pengertian lokia :
a)
Lochea adalah
ekskresi cairan rahim selama masa nifas (Jannah, 2011)
b)
lokia adalah
cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina selama masa nifas.
Berikut ini adalah beberapa jenis lokia yang
terdapat pada wanita pada masa nifas :
a)
Lokia
rubra/merah (cruenta) berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa-sisa
selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks caseosa, lanugo, dan mekonium selama
2 hari pascapersalinan. Inilah lokia yang akan keluar selama 2-3 hari
postpartum.
b)
Lokia
sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir yang keluar pada hari
ke-3 sampai ke-7 pascapersalinan.
c)
Lokia serosa
adalah lokia berikutnya. Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena
mengandung serum, leukosit, dan robekan/laserasi plasenta. Muncul pada hari ke
– 7 sampai hari ke – 14 postpartum.
d)
Lokia alba
adalah lokia yang terakhir. Dimulai dari hari ke – 14 kemudian makin lama makin
sedikit hingga sama sekali berhenti sampai satu atau dua minggu berikutnya.
Bentuknya seperti cairan putih berbentuk krim serta terdiri atas leukosit dan
sel-sel desidua.
Lokia rubra yang menetap pada awal periode
postpartum menunjukan adanya perdarahan postpartum sekunder yang mungkin
disebabkan tertinggalnya sisa/selaput plasenta.
Lokia serosa atau alba yang berlanjut bisa
menandakan adanya endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit, atau
nyeri tekan pada abdomen.
Bila terjadi infeksi, keluar cairan nanah berbau
busuk yang disebut dengan lokia purulenta. Pengeluaran lokia yang tidak lancar
disebut dengan lokia statis.
Lokia mempunyai bau yang khas, tidak seperti bau
menstruasi. Bau ini lebih terasa tercium pada lokia serosa, bau ini juga akan
semakin lebih keras jika bercampur dengan keringat dan harus cermat
membedakannya dengan bau busuk yang menandakan adanya infeksi. Lokia dimulai
sebagai suatu pelepasan cairan dalam jumlah yang banyak pada jam-jam pertama
setelah melahirkan. Kemudian lokia ini akan berkurang jumlahnya sebagai lokia
rubra, lalu berkurang sedikit menjadi sanguenta, serosa, dan akhirnya lokia
alba. Hal yang biasanya ditemui pada seorang wanita adalah adanya jumlah lokia
yang sedikit pada saat ia berbaring dan jumlahnya meningkat pada saat ia berdiri.
Jumlah rata-rata pengeluaran lokia adalah kira-kira 240-270 ml.
3)
Edometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya trombosis, degenerasi, dan
nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2.5
mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput janin.
Setelah tiga hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut
pada bekas implantasi plasenta.
4)
Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama dengan uterus. Warna serviks
adalah merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Konsistensinya lunak,
kadang-kadang terdapat laserasi/perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang
terjadi selama dilatasi, serviks tidak pernah kembali pada keadaan sebelum
hamil.
Bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh korpus uteri yang
mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga pada
perbatasan antara korpus uteri dan serviks terbentuk cincin.
Muara serviks yang berdilatasi 10 cm pada waktu persalinan, menutup
secara bertahap. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim,
setelah 2 jam dapat dimasuki 2-3 jari, setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang
dapat masuk dan pada minggu ke-6 postpartum serviks menutup.
5)
Vulva, Vagina
dan Perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar
selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses
tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur vagina dan pintu
keluar vagina pada bagian pertama masa nifas membentuk lorong berdinding lunak
dan luas yang ukurannya secara perlahan-lahan mengecil tetapi jarang kembali ke
ukuran nullipara. Setelah minggu ke tiga rugae dalam vagina secara
berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia jadi lebih menonjol.
Hymen mengalami rupture pada saat melahirkan bayi pervaginam, kemudian
setelah melahirkan hymen muncul sebagai beberapa potong jaringan kecil, yang
selama proses sikatrisasi diubah menjadi carunculae mirtiformis yang khas pada
wanita yang pernah melahirkan. Orifisium vagina biasanya tetap sedikit membuka
setelah melahirkan anak.
Setelah persalinan, perineum menjadi kendur karena teregang oleh tekanan
kepala bayi yang bergerak maju. Pulihnya tonus otot perineum terjadi sekitar 5
– 6 minggu postpartum. Latihan senam nifas baik untuk mempertahankan
elastisitas otot perineum dan organ – organ reproduksi lainnya. Luka episiotomi
akan sembuh dalam 7 hari postpartum. Bila terjadi infeksi, luka episiotomi akan
terasa nyeri, panas, merah, dan bengkak.
6)
Payudara (mammae)
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara
alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologis, yaitu sebagai
berikut.
a.
Produksi susu
b.
Sekresi susu
atau let down
Selama sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara
tumbuh dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir.
Setelah melahirkan, ketika hormon yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk
menghambatnya kelenjar pituitari akan mengeluarkan prolaktin (hormon
laktogenik). Sampai hari ketiga setelah melairkan, efek prolaktin pada payudara
mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi darah,
sehingga timbul rasa hangat,bengkak,dan rasa sakit. Sel acini yang menghasilkan
ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi mengisap puting, refleks saraf merangsang
lobus posterior pituitari untuk menyekresi hormon oksitosin. Oksitosin
merangsang refleks let down (mengalirkan), sehingga menyebabkan ejeksi ASI
melalui sinus aktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada puting. Ketika
ASI dialirkan karena isapan bayi atau dengan dipompa sel-sel acini terangsang
untuk menghasilkan ASI lebih banyak. Refleksi ini dapat berlanjut sampai waktu
yang cukup lama.
3.2 Perubahan
Sistem Pencernaan
1.
Nafsu makan
a.
Ibu biasanya
lapar setelah melahirkan.
b.
Ibu boleh
konsumsi makanan ringan.
c.
Ibu akan
merasa sangat lapar setelah benar-benar pulih dari efek analgesik, anastesi,
dan keletihan.
2.
Motalitas
a.
Secara khas,
penurunan tonus otot dan motalitas otot traktus cerna menetap selama waktu
singkat setelah bayi lahir.
b.
Kelebihan
analgesik dan anastesi bisa memperlambat pengembalian tonus dan motalitas ke
keadaan normal.
3.
Defekasi
a.
Buang air
besar spontan bisa tertunda selama 2 sampai 3 hari setelah ibu melahirkan.
b.
Buang air
besar tidak lancar disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan
dan awal masa pasca-persalinan, diare sebelum persalinan, kurang makan, atau
dalam keadaan dehidrasi.
c.
Kebiasaan
buang air besar teratur perlu dicapai setelah tonus usus kembali pada keadaan
normal.
3.3 Perubahan
Sistem Perkemihan/Urinarius
1)
Komponen Urine
a.
Laktosuria (+)
pada ibu menyusui
b.
BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat selama postpartum merupakan autolysis involusi uterus.
c.
Pemecahan
kelebihan protein dalam sel otot uterus disebabkan protein uria (+) selama 1
sampai 2 hari postpartum.
d.
Aseton urea
bisa terjadi pada wanita postpartum
yang tidak mengalami komplikasi persalinan.
2)
Diuresis
Postpartum
a.
Dalam 12 jam
postpartum, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang tertimbun di jaringan
selama ia hamil.
b.
Dieresis
postpartum menyebabkan menurunnya kadar estrogen, hilang akibat meningkatnya
tekanan vena pada tungkai bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat
kehamilan.
c.
Kehilangan
cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan penurunan
berat badan ± 2.5 kg selama postpartum.
3)
Uretra dan
Kandung Kemih
a.
Trauma bisa
terjadi pada uretra dan kandung kemih selama postpartum.
b.
Dinding
kandung kemih dapat mengalami hiperemesis dan edema.
c.
Trauma kandung
kemih bisa disebabkan pemasangan kateter.
d.
Efek anastesi
dapat menyebabkan keinginan berkemih menurun.
e.
Bisa terjadi
distensi kandung kemih yang menyebabkan diersis postpartum serta penurunan berkemih.
f.
Distensi
menyebabkan hambatan uterus berkontraksi dengan baik.
g.
Dengan
mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan
pulih kembali dalam waktu 5 – 7 hari setelah bayi lahir.
3.4 Perubahan Sistem
Muskuloskeletal/Diastasis Rectie Abdominalis
Sistem muskuluskeletal pada ibu selama masa pemulihan/postpartum termasuk
penyebab relaksasi dan kemudian hipermobilitas sendi serta perubahan pada pusat
gravitasi. Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi mencakup hal-hal
yang dapat membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat
berat ibu akibat pembesaran uterus. Stabilisasi sendi lengkap akan terjadi pada
minggu ke-6 sampai ke-8 setelah wanita melahirkan.
Dinding abdominal lembek setelah proses persalinan karena peregangan
selama kehamilan. Semua wanita puerperal mempunyai beberapa derajat tingkat
diastasis recti, yang merupakan separasi dari otot rectus abdomen.
3.5 Perubahan Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan
dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin, terutama pada
hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut :
1)
Hormon
plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi oleh
plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan. Penurunan
hormon plasenta (human placental lactogen) menyebabkan kadar gula darah menurun
pada masa nifas. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan
menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 postpartum dan sebagai onset
pemenuhan mamae pada hari ke-3 postpartum.
2)
Hormon
pituitary
Hormon pituitary antara lain : hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon
prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun
dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran payudara untuk
merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler
pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
3)
Hipotalamik
pituitary ovarium
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan
menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada wanita
menyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan berkisar 16% dan
45% setelah 12 minggu pasca melahirkan. Sedangkan pada wanita yang tidak
menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar 40% setelah 6 minggu pasca
melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.
4)
Hormon
oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja
terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan,
hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi
ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu involusi uteri.
5)
Hormon
estrogen dan progesteron
Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormon estrogen
yang tinggi memperbesar hormon anti diuretik yang dapat meningkatkan volume
darah. Sedangkan hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran
kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva serta
vagina.
4.
Kesimpulan
Perubahan sistem reproduksi pada ibu
nifas terjadi di uterus, yaitu proses involusi uterus yang terdiri dari proses
autolisis, atrofi jaringan, efek oksitosin. Proses involusi pada bekas
plasenta. Adapun perubahan-perubahan
normal pada uterus selama postpartum terlihat pada tabel berikut ini:
Involusi Uteri
|
Tinggi Fundus
Uteri
|
Berat Uterus
|
Diameter
Uterus
|
Plasenta lahir
|
Setinggi pusat
|
1000 gr
|
12,5 cm
|
7 hari (minggu 1)
|
Pertengahan antara pusat dan shymphisis
|
500 gr
|
7,5 cm
|
14 hari (minggu 2)
|
Tidak teraba
|
350 gr
|
5 cm
|
6 minggu
|
Normal
|
60 gr
|
2,5 cm
|
Sumber :
(Jannah, 2011 )
Involusi
|
TFU
|
Berat Uterus
|
Bayi Lahir
|
Setinggi pusat, 2 jari dibawah pusat
|
1000 gr
|
1 minggu
|
Pertengahan pusat simfisis
|
750 gr
|
2 minggu
|
Tidak teraba di atas simfisis
|
500 gr
|
6 minggu
|
Normal
|
50 gr
|
8 minggu
|
Normal tapi sebelum hamil
|
30 r
|
Sumber : (Saleha,
2009)
Berikut ini adalah beberapa jenis lokia yang terdapat pada wanita pada
masa nifas: lokia rubra/merah (cruenta) berwarna merah keluar selama 2-3 hari
postpartum, lokia sanguilenta berwarna merah kuning keluar pada hari ke-3
sampai ke-7 pascapersalinan, lokia serosa berwarna kuning kecoklatan keluar pada
hari ke – 7 sampai hari ke – 14 postpartum, lokia alba dari hari ke – 14.
Selain perubahan sistem reproduksi, perubahan juga terjadi di sistem
pencernaan: Ibu akan merasa sangat lapar setelah benar-benar pulih dari efek
analgesik, anastesi, dan keletihan. Secara khas, penurunan tonus otot dan
motalitas otot traktus cerna menetap selama waktu singkat setelah bayi lahir.
Perubahan pada sistem urinaria yaitu uretra dan kandung kemih terjadi: trauma
bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama postpartum, dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemesis dan
edema, trauma kandung kemih bisa disebabkan pemasangan kateter, efek anastesi
dapat menyebabkan keinginan berkemih menurun, bisa terjadi distensi kandung
kemih yang menyebabkan diersis postpartum
serta penurunan berkemih, distensi menyebabkan hambatan uterus berkontraksi
dengan baik, dengan mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung
kemih biasanya akan pulih kembali dalam waktu 5 – 7 hari setelah bayi lahir.
Perubahan sistem muskuloskeletal di dinding abdominal lembek setelah
proses persalinan karena peregangan selama kehamilan. Semua wanita puerperal
mempunyai beberapa derajat tingkat diastasis recti, yang merupakan separasi dari
otot rectus abdomen.
Perubahan sistem endokrin pada ibu nifas terjadi di hormon plasenta,
hormon pituitary, hipotalamik pituitary ovarium, hormon oksiitosin, hormon
estrogen dan progesteron.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar