1.1 Pengertian
Remaja adalah kelompok penduduk
yang berusia 10-19 tahun (menurut WHO dan Departemen Kesehatan) atau 10-24
tahun (menurut UNFPA) dan belum menikah. Proporsi remaja Indonesia (10-24
tahun) pada tahun 2005 mencapai lebih dari 30% dari jumlah penduduk. Sedangkan,
Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi untuk
pengaturan kehamilan, dan merupakan hak setiap individu sebagai makhluk
seksual.
Secara umum remaja berhak menggunakan alat
kontrasepsi dan memiliki akses terhadap pilihan metode. Faktor usia tidaklah
menjadi alasan medis yang menghalangi pemberian metode kontrasepsi pada remaja
walaupun terdapat berbagai kekhawatiran mengenai berbagai metode tertentu pada
remaja (misalnya penggunaan progesteron suntik pada remaja dibawah usia 18
tahun) hal ini harus diimbangi dengan
manfaat metode tersebut dalam mencegah kehamilan. Berbagai persyaratan
yang berlaku pada klien yang lebih tua juga berlaku pada klien yang lebih muda.
Namun, dalam beberapa keadaan (misalnya, gangguan kardiovaskular) yang dapat
membatasi beberapa penggunaan metode pada perempuan yang lebih tua umumnya
tidak akan mempengaruhi perempuan yang lebih muda karena keadaan-keadaan
tersebut jarang dijumpai pada kelompok usia ini.
Remaja sebenarnya tidak membutuhkan
alat kontrasepsi, tetapi pada beberapa kasus dimana terjadi remaja telah
seksual aktif, bahkan kadang-kadang pernah melakukan aborsi biasanya dilakukan
konseling untuk mencari jalan keluarnya. Setelah melalui proses konseling,
dapat diketahui perilaku remaja tersebut dan bila memang sulit untuk dihentikan
aktivitas seksualnya dan tidak/ belum mau menikah maka dapat dipertimbangkan
konseling untuk penggunaan alat kontrasepsi.
Secara
mental remaja yang menggunakan alat kontrasepsi akan merasa bahwa dia dapat
berperilaku seksual aktif tanpa risiko kehamilan dalam arti dia akan permisif
terhadap perilaku tersebut dan akan sangat mudah terjadi gonta-ganti pasangan,
padahal semua alat kontrasepsi tetap punya angka kegagalan dan hubungan seksual
tidak hanya berakibat kehamilan tetapi juga terkena PMS (penyakit menular
seksual).
1.2 Masalah
Banyak masalah-masalah yang dihadapi
oleh para remaja pada saat ini. Hal ini disebabkan karena pengaruh globalisasi
yang tak terkendali yang tidak diiringi oleh pendidikan agama.
1.
Adapun masalah-masalah yang berkaitan
dengan remaja, sebagai berikut:
1)
Sebagain
remaja sudah mengalami pematangan organ reproduksi dan bisa berfungsi atau
bereproduksi, namun secara sosial, mental dan emosi mereka belum dewasa. Mereka
akan mengalami banyak masalah apabila pendidikan dan pengasuhan seksualitas dan
reproduksi mereka terabaikan. Banyak diantara mereka sudah seksual aktif bahkan
berganti-ganti pasangan seks. Akibatnya banyak terjadi infeksi menular seksual,
kehamilan dini, kehamilan yang tidak diinginkan dan usaha aborsi tidak aman di
antara mereka.
2)
Informasi
yang tepat tentang masalah seksual dan reproduksi bagi remaja sangat kurang dan
akses pelayanan yang bersifat youth
friendly juga tidak memadai bahkan hampir tidak ada.
3)
Kurangnya
pengetahuan dan komitmen petugas kesehatan untuk menangani masalah remaja dan
terbatasnya fasilitas, membuat remaja tidak pernah mendapat perlindungan dan
pemeliharaan dengan tepat.
4)
Remaja
merupakan kelompok marginal dan kesalahan yang mereka lakukan dianggap aib oleh
masyarakat sehingga persoalan reproduksi remaja di Indonesia tidak
diperhitungkan oleh pembuat kebijakan.
5)
Masyarakat cenderung menganggap aib remaja yang tidak
mengikuti norma susila yang berlaku.
6)
Fakta
yang terbaru menyebutkan bahwa :
a)
15%
remaja sudah melakukan hubungan seks di luar nikah.
b)
Jumlah
penderita HIV-AIDS pada akhir tahun 2005 sebayak 46,19% adalah remaja (usia
15-29 tahun) dimana 43,5% terinfeksi melalui hubungan seks yang tidak aman dan
50% tertular lewat jarum suntik.
c)
60%
dari pekerja seks di Indonesia adalah remaja perempuan berusia 24 tahun atau
kurang dari 30% nya adalah mereka yang berumur 15 tahun atau kurang.
d)
20%
dari 2,3 juta kasus aborsi setiap tahun di Indonesia dilakukan oleh remaja dan
mereka mendapatkan tindakan aborsi tidak aman serta menyebabkan komplikasi yang
dapat membawa mereka pada kematian karena kehamilan yang tidak diinginkan.
e)
Kehamilan tidak diinginkan
yang diakhiri dengan aborsi 2,4 juta jiwa/tahun, diantaranya 700 ribu adalah
remaja.
1.3 Solusi
masalah
1.
Informasi
dan pelayanan kesehatan reproduksi yang dibutuhkan remaja sudah waktunya
diberikan untuk melindungi mereka dari penularan IMS dan HIV/AIDS dan kehamilan
yang tidak diinginkan.
2.
Pemberian
pelayanan ini sebaiknya juga diberikan dalam satu paket dengan pendidikan
kesehatan reproduksi bagi remaja.
3.
Pendidikan
seks yang sehat dengan cara penyampaian yang baik dapat menghindarkan remaja
dari prilaku seks aktif
4.
Pembinaan
bagi remaja untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan
prilaku hidup sehat bagi remaja, disamping menangani masalah yang ada.
Pembekalan pengetahuan yang diperlukan remaja meliputi:
1)
Perkembangan fisik, kejiwaan, dan kematangan seksual remaja.
Pembekalan pengetahuan tentang perubahan yang terjadi secara fisik, kejiwaan
dan kematangan seksual akan memudahkan remaja untuk memahami serta mengatasi
berbagai keadaan yang membingungkannya.
2) Informasi tentang alat reproduksi
remaja laki-laki dan perempuan, serta tentang kontrasepsi perlu diperoleh
setiap remaja.
3) Proses reproduksi yang bertanggung
jawab manusia secara biologis mempunyai kebutuhan seksual. Remaja perlu
mengendalikan naluri seksualnya dan menyalurkannya menjadi kegiatan yang
positif, seperti olahraga, dan mengembangkan hobi yang membangun.
4) Pergaulan yang sehat Remaja
memerlukan pembekalan tentang kiat-kiat untuk mempertahankan diri secara fisik
maupun psikis dan mental dalam menghadapi berbagai godaan, seperti ajakan untuk
melakukan hubungan seksual dan penggunaan NAPZA.
5) Persiapan Pra nikah Diperlukan agar
calon pengantin lebih siap secara mental dan emosional dalam memasuki kehidupan
keluarga.
6)
Kehamilan dan persalinan serta cara pencegahannya Agar masa
transisi seksual dari anak menjadi dewasa berhasil, para remaja perlu
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan pada beberapa area penting dalam
kesehatan reproduksi.
1.4 Peran
Pengambil Kebijakan dan Petugas Kesehatan
1.
Perlu
dikaji ulang bagaimana peraturan maupun undang-undang yang ada (UU No.23
tentang kesehatan, UU No.10 tentang kependudukan dan isi KUHP), aspek sosial,
adat dan budayan masyarakat yang pada banyak hal akan menghambat pemeberian
pelayanan bagi remaja.
2.
Petugas
kesehatan baik pemerintah, swasta dan LSM yang punya komitmen terhadap
kesehatan remaja, perlu memahami bahasa dan perilaku remaja agar dapat
memberikan pelayanan yang tepat sesuai dengan karakteristik dan keinginan
remaja.
3.
Pelayanan
konseling juga diperlukan sebelum memberikan pelayanan kepada remaja, agar hak
mereka untuk mendapatkan informasi dan pelayanan dapat terpenuhi, yang pada
akhirnya remaja dapat terhindar dari IMS dan HIV/AIDS, kehamilan tidak
diinginkan dan usaha aborsi tidak aman.
4.
Konseling memegang peranan sangat penting untuk membantu
remaja agar memiliki pengetahuan, sikap, dan prilaku yang bertanggung jawab
dalam kehidupan seksual mereka
1.5 Hal-Hal
yang Perlu Diperhatikan
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pemberian pelayanan kontrasepsi pada remaja, antara lain :
1.
Pelajari
dulu perilaku seksual remaja tersebut, apakah ia sudah mulai berhubungan seks
sejak masih sangat muda, apakah ia berganti-ganti pasangan, adakah riwayat IMS,
adakah riwayat kehamilan dan aborsi ?
2.
Dasar
pemberian kontrasepsi pada remaja adalah untuk pencegahan kehamilan dan
pencegahan IMS, sebelum remaja siap untuk merubah perilakunya kembali pada fase
abstinensi atau sebelum mereka siap membentuk sebuah keluarga dan mempunyai
anak.
3.
Kontrasepsi
pada remaja bersifat temporer dan harus tidak memberikan efek samping dan
kesulitan pada pengembalian kesuburan.
4.
Pelayanan
pap smear dan pemeriksaan laboratorium untuk skrining IMS perlu dilakukan
terutama bagi remaja yang sudah aktif berhubungan seksual lebih dari 1 tahun
dan ada riwayat berganti-ganti pasangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar