2.1
PENYAKIT
YANG MENYERTAI KEHAMILAN, PERSALINAN, DAN NIFAS
2.1.1
TUBERKULOSIS
PARU (TBC PARU)
TBC paru rupanya
tidak terpengaruh oleh keadaan hamil, bahkan banyak penderita tidak mengeluh
sama sekali. Keluhan yang sering
ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, bada terasa lemah, nafsu makan
berkurang, berat badan menurun, kadang
–kadang ada batuk darah, dan sakit di dada. Pada pemeriksaan fisik mungkin
didapatkan ada ronkhi basal, suara caverne atau pleural effusion. Dulu
dilakukan abortus terapeuticus atas indikasi TBC paru, tetapi ternyata bahwa
angka kematian lebih tinggi dibanding dengan terapi konservatif.
Pada penderita
yang dicurigai menderita TBC paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa
tes kulit dengan PPD (purifed protein
derivate) 5 UI, bila hasil positif dilanjutkan dengan pemeriksaan foto
dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X, pada
penderita TBC paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum BTA untuk membuat
diagnosa secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan/ uji sensitivitas. Pada
janin dengan ibu TBC paru jarang dijumpai TBC kongenital, janin baru tertular
penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui ibunya.
PENATALAKSANAAN
Penyakit ini
akan sembuh dengan baik bila pengobatan yang diberikan dipatuhi oleh penderita,
berikan penjelasan dan pendidikan kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat
kronik sehingga diperlukan pengobatan yang lama dan teratur. Ajarkan untuk
menutup mulut dan hidungnya bila batuk, bersin dan tertawa.
Sebagian besar
obat anti TBC aman untuk wanita hamil, kecuali etambutol, pasien hamil dengan
TBC paru yang tidak aktif tidak perlu mendapat pengobatan. Sedangkan pada yang
aktif dianjurkan untuk menggunakan dua macam obat atau lebih untuk mencegah
timbulnya resistensi kuman, dan isoniazid (INH) selalu diikutkan karena paling
aman untuk kehamilan, efektifitasnya tinggi, dan harganya lebih murah.
Obat-obatan yang
dapat digunakan:
a.
Isoniazid (INH) 300 mg/hari
Obat ini mungkin menimbulkan
komplikasi pada hati sehingga timbul gejala-gejala hepatitis berupa nafsu makan
berkurang, mual, dan muntah. Oleh karena itu, perlu diperiksa faal hati
sewaktu-waktu dan bila ada perubahan untuk sementara obat harus segera
dihentikan.
b.
Etambutol 15-20 mg/ kg/ hari
obat ini dapat menimbulkan
komplikasi retrobulber neuritis, akan tetapi efek samping dalam kehamilan
sangat sedikit dan pada janin belum ada.
c.
Streptomycin 1 gr/ hari
obat ini harus hati-hati digunakan
dalam kehamilan, jangan digunakan pada kehamilan trimester I. Pengaruh obat ini
pada janin juga kurang menyenangkan pada penderita karena harus disuntikkan
setiap hari.
d.
Rifampisin 600mg/hari
obat ini baik sekali untuk pengobatan TBC
paru tetapi memberikan efek teratogenik pada binatang percobaan sehingga
sebaiknya tidak diberikan pada trimester I kehamilan.
Pemeriksaan
sputum harus dilakukan setelah 1-2 bulan pengobatan, jika masih positif perlu
diulang tes kepekaan kuman terhadapa obat, bila pasien sudah sembuh lakukan
persalinan secara normal. Pasien TBC aktif harus ditempatkan dalam kamar
bersalin terpisah, persalinan dibantu ekstraksi vacum atau forcep. Usahakan
pasien tidak meneran, berikan masker untuk menutup mulut dan hidung agar kuman
tidak menyebar. Setelah persalinan pasien dirawat di ruang observasi 6-8 jam,
kemudian dapat dipulangkan langsung. Pasien diberi obat uterotonika dan obat
TBC tetap harus diteruskan. Penderita yang tidak mungkin pulang harus dirawat
di ruang isolasi, karena bayi cukup rentan terhadap penyakit ini. Sebagian
besar ahli menganjurkan pemisahan dari ibu jika ibu dicurigai menderita TBC
aktif, sampai ibunya tidak memperlihatkan tanda-tanda proses aktif lagi setelah
dibuktikan dengan pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali yang selalu memperlihatkan
hasil negatif.
Pasien TBC yang menyusui
harus mendapat regimen pengobatan yang penuh. Semua obat anti TBC sesuai untuk
laktasi sehingga pemberian laktasi dapat berjalan dengan aman dan normal. Namun
bayi harus diberi suntukan mantoux, mendapat profilaksis INH, dan imunisasi
BCG.
2.1.2
PENYAKIT
JANTUNG
Penyakit jantung
terbanyak disebabkan oleh demam reumatik dan biasanya dalam bentuk stenose
mitralis. Di samping itu, dapat disebabkan oleh kelainan jantung kongenital dan
penyakit otot jantung. Penyakit jantung pada wanita hamil masih merupakan sebab
kematian yang tinggi. Bidan sulit melakukan diagnosa, biasanya baru diketahui
bila ada dekompensasi, seperti:
a. sesak nafas
b. sianosis
c. peningkatan
denyut jantung
d. oedem atau
acites
e. jantung
berdebar-debar.
Pasien dengan penyakit jantung biasanya
diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
a.
Kelas I
pasien tidak ada keluhan saat
melakukan aktivitas biasa dan tidak harus membatsi kegiatan fisik.
b.
Kelas II
pasien mengalami bebrapa keluhan
saat melakukan aktivitas seperti kelelahan, sesak nafas, nyeri dada atau angina
pectoris. Namun, keluhan-keluhan ini dapat hilang setelah istirahat.
c.
Kelas III
pasien harus sangat membatasi aktivitas,
apabila melakukan kegiatan yang berlebihan akan terjadi insufiensi jantung.
d.
Kelas IV
pasien dapat merasakan gejala atau
keluhan insufisiensi jantung pada saat istirahat sekalipun, sehingga aktivitas
ringan juga sulit dilakukan.
PENATALAKSANAAN
a. batasi
penambahan berat badan yagn berlebihan
b. segera
atasi anemia dan tanda –tanda preeklamsia
c. anjurkan
ibu untuk istirahat yang cukup, diet rendah garam, dan pembatasan jumlah
cairan.
d. Bila
penyakit berat dengan sesak nafas dan sianosis, rawat ibu di rumah sakit untuk
mendapatkan perawtan intensif.
e. Untuk
ibu dengan penyakit jantung kelas I dan II dapat meneruskan kehamilannya dan
dapat bersalin normal atau dengan bantuan (forcep atau vakum).
f. Untuk
ibu dengan penyakit jantung kelas III sebaiknya jangan hamil, namun bila hamil
sebaiknya ibu dirawat di rumah sakit selama masa kehamilan, persalinan, dan
nifas.
g. Untuk
ibu dengan penyakit jantung kelas IV tidak diperbolehkan hamil.
2.1.3
PENYAKIT
ASMA
Asma
bronkial merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang sering dijumpai dalam
kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya asma tidak sama
pada setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangannya tidak
sama pada kehamilan pertama dan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai
umur kehamilan 24-36 minggu dan pada akhir kehamilan jarang terjadi serangan.
Pengaruh
asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan,
karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen atau hipoksia. Keadaan hipoksia
bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada janin dan sering terjadi
keguguran, partus prematurus, dan gangguan pertumbuhan janin.
PENATALAKSANAAN
a. Cegah
timbulnya stress
b. Hindari
faktor resiko
c. Cegah
penggunaan obat aspirin dan semacamnya yang dapat menjadi pencetus timbulnya
serangan
d. Pada
asma yang ringan dapat digunakan obat-obatan lokal yang berbentuk inhalasi,
atau peroral seperti isoproterenol.
e. Pada
keadaan yang lebih berat penderita harus dirawat dan serangan dapat dihilangkan
dengan satu atau lebih dari obat di bawah ini:
1) Epinefrin
yang telah dilarutkan (1:1000), 0,2-0,5 ml disuntikkan (subcutan)
2) Isoproterenol
(1:100) berupa inhalasi 3-7 hari.
3) Oksigen
4) Aminophilin
250-500 mg (6mg/kg) dalam infus glukosa 5%
5) Hidrokortison
260-1000 mg IV pelan-pelan atau perinfus dalam D10%
2.1.4
PENYAKIT
GINJAL
Secara
empiris, kehamilan dengan kelainan ginjal kronis merupakan kehamilan dengan
resiko yang sangat tinggi. Karena kehamilan sendiri bisa menyebabkan
kelainan-kelainan pada ginjal seperti infeksi saluran kemih, hepertensi, dan
sebagainya.
PERUBAHAN
FUNGSI
Segera
sesudah konsepsi, terjadi peningkatan aliran plasma (Renal Plasma Flow) dan
tingkat filtrasi glomerolus (Glomerolus Filtration Rate). Sejak kehamilan
trimester II GFR akan meningkat 30-50%, di atas nilai normal wanita tidak
hamil. Akibatnya akan terjadi penurunan kadar kreatinin serum dan urin nitrogen
darah, normal kreatinin serum adalah 0,5-0,7 mg/100 ml dan urea nitrogen darah
8-12 mg/100 ml.
EFEK
KEHAMILAN TERHADAP FUNGSI GINJAL
Bisa
terjadi penurunan fungsi ginjal. Secara umum prognosa tergantung derajat dengan
gangguan ginjal pada saat konsepsi, serta adanya kelainan-kelainan penyerta,
seperti tekanan darah tinggi dan bocornya protein (proteinuria). Fungsi ginjal
biasanya bertahan dengan kondisi insufisiensi yang moderat. Insufisiensi ringan
jika kadar serum kreatinin <1,5 mg%, sedang jika kadar serum kreatinin 1,5-2,4
mg% dan berat jika kadar serum kreatinin > 2,5 mg%.
Penyebab
menurunya fungsi ginjal, pada beberapa pasien bhkan tidak diketahui. Adanya
hipertensi memberi kontribusi memburuknya fungsi ginjal. Infeksi saluran
kencing juga bisa memperburuk fungsi ginjal. Proteinuria yang sering terjadi
pada wanita hamil bisa mempengaruhi fungsi ginjal.
PENATALAKSANAAN
a. Kunjungan
ANC harus lebih sering.
b. Anjurkan
kontrol tiap 2 minggu sampai usia kehamilan 28 minggu dan seminggu sekali
sesudahnya.
c. Kontrol
tekanan darah setiap kunjungan.
d. Lakukan
test urin terhadap adanya protein serta lakukan skrining akan adanya infeksi
saluran kencing.
e. Erythropoietin
dapat diberikan jika penderita mengalami anemia namun harus hati-hati karena
bisa memperburuk hipertensi.
GAGAL GINJAL AKUT
Gagal ginjal akut adalah kemunduran yang cepat dari
kemampuan ginjal dalam membersihkan darah dari bahan-bahan racun, yang
menyebabkan penimbunan limbah metabolik di dalam darah (misalnya urea). Gagal
ginjal akut bisa merupakan akibat dari berbagai keadaan yang menyebabkan:
a.
Berkurangnya aliran darah ke ginjal.
b.
Penyumbatan aliran kemih setelah
meninggalkan ginjal
c.
Trauma pada ginjal.
Gejala yang timbul tergantung kepada beratnya
kegagalan ginjal, progresivitas penyakit dan penyebabnya, antara lain: oligouria,
nokturia, oedem, mati rasa pada tangan atau kaki, perubahan mental atau suasana
hati, kejang, tremor, mual, dan muntah.
PENATALAKSANAAN
a. Berikan
antibiotik yang adekuat dan intensif
b. Kadang
diberikan natrium polistren sulfonat untuk mengatasi hiperkalemia
c. Lakukan
dialisa untuk membuang kelebihan cairan dan limbah metabolik
2.1.5
PENYAKIT
DIABETES MELLITUS
Diabetes
mellitus pada kehamilan adalah intoleransi karbohidrat ringan (toleransi
glukosa terganggu) maupun berat (DM), terjadi atau diketahui pertama kali saat
kehamilan berlangsung. Definisi ini mencakup pasien yang sudah mengidap DM
(tetapi belum terdeteksi) yang baru diketahui saat kehamilan ini dan yang
benar-benar menderita DM akibat hamil.
Deteksi
dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat dikelola sebaik-baiknya.
Terutama dilakuakan pada ibu dengan faktor resiko berupa beberapa kali
kegugran, riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab, riwayat melahirkan
bayi dengan cacat bawaan, melahirkan bayi lebih dari 4000 gram, riwayat
preeklamsi, dan polihidramnion. Juga terdapat riwayat ibu: umur ibu > 30
tahun, riwayat BBL >4500 gram dan infksi saluran kemih berulang selama
hamil.
KLASIFIKASI
a. Tipe
1
Penyakit diabetes mellitus ini
tergolong penyakit yang susah atau bahkan tidak dapat diobati sama sekali. Hal
ini disebabkan tubuh kekurangan insulin yang seharusnya mengontrol gula darah.
Penyakit diabetes tipe 1 ini biasanya sudah diidap oleh penderitanya sejak
masih kecil, dan penderita akan selalu bergantung pada suntik an insulin yang
diberikan dokter agar kesehatannya tidak semakin parah.
b. Tipe
2
Salah satu dari tiga klasifikasi
diabetes mellitus adalah diabetes tipe 2 yang paling sering menyerang manusia
di dunia. Pada tipe ini, penderita tidaklah tergantung suntukan insulin
walaupun memang dibutuhkan. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya kontrol
makanan sehingga seseorang mengalami obesitas dan rawan terkena penyakit gula.
c. Tipe
3
Akhir-akhir ini para peneliti
menemukan bahwa hormon insulin tidak hanya diproduksi oleh pankreas sebagai
pengontrol gula darah. Menurut para ahli, di dalam otak pun terjadi aktivitas
produksi hormon insulin yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan sel otak.
Jadi intinya, diabetes tipe 3 ini tidak
menyerang gula darah secara keseluruhan namun membahayakan otak. Karena bila
sel otak mengalami defisiensi atau kekurangan hormon insulin, orang tersebut
rawan terkena penyakit alzheimer.
PENATALAKSANAAN
a.
Pantau kadar glukosa darah minimal 2
kali seminggu dan kadar Hb glukosa.
b.
Anjurkan untuk kontrol 2-4 minggu sekali
bahkan lebih sering lagi saat mendekati persalinan.
c.
Jangan berikan obat hipoglikemik oral
karena mengingat efek teratogenitas yang dikeluarkan melalui ASI.
d.
Pantau ibu dan janin dengan pengukuran
TFU dan penghitungan djj.
e.
Kehamilan dengan diabetes mellitus yang
berkomplikasi harus dirawat sejak umur kehamilan 34 minggu dan biasanya
memerlukan insulin.
2.2
INFEKSI
YANG MENYERTAI KEHAMILAN, PERSALINAN, DAN NIFAS
2.2.1
SIFILIS
INFEKSI
SIFILIS (LUES) yang disebabkan oleh Treponema pallidum, baik yang sudah lama
maupun yang baru diderita ibu dapat ditularkan kepada janin. Sifilis kongenital
merupakan bentuk penyakit sifilis yang terberat. Infeksi pada janin dapat
terjadi setiap saat dalam kehamilan, dengan derajat resiko infeksi yang
tergantung jumlah triponema di dalam darah ibu.
Pengaruh
terhadap janin:
a. Kematian
janin (IUFD)
b. Partus
immaturus
c. Partus
prematurus
d. Kelainan
kongenital
Dalam hal demikian dapat dijumpai gejala-gejala
sifilis kongenital, diantaranya:
a. Pemfigus
sifilitikus
b. Deskwamasi
pada telapak kaki dan tangan
c. Rhagades
di kanan-kiri mulut
d. Pada
persalinan tampak janin atau plasenta yang hidropik
e. Pada
pemeriksaan ditemukan reaksi serologis yang positif
PENATALAKSANAAN
a. Sifilis
harus diobati segera setelah diagnosa dibuat , tanpa memandang tuanya
kehamilan. Lebih dini dalam kehamilan pengobatan diberikan, lebih baik
prognosis bagi janin.
b. Pengobatan
sifilis dalam kehamilan dilakukan dengan penicilin, dan apabila penderita tidak
tahan (alergi) penicilin, dapat diberikan secara desensitiasi. Eritromisin
tidak dianjurkan karena besar kemungkinan akan gagal untuk mengobati infeksi
pada janin.
c. Untuk
sifilis primer, sekunder, dan laten dini (kurang dari 1 tahun), dianjurkan
mendapat Benzathine penicilin G dengan dosis 2,4 juta satuan IM sekali suntik (
separuh di kanan dan separuh di kiri). Untuk sifilis lama (late sifilis)
diperlukan dosis yang lebih tinggi. Dosis tunggal penicilin di atas umumnya
sudah cukup untuk melindungi janin dari penderitaan sifilis. Abortus atau
kematian janin selama atau tidak lama setelah pengobatan biasanya tidak
disebabkan karena gagalnya pengobatan, tetapi karena pengobatan terlambat
diberikan.
d. Suami
juga harus diperiksa darahnya dan bila perlu diobati. Bila ragu, darah tali
pusat juga diperiksa.
e. Follow
up bulanan melalui pemeriksaan serologik perlu dilakukan sehingga bila perlu pengobatan
uang dapat segera diberikan.
f. Bayi
yang lahir dari ibu dengan sifilis boleh tetap mendapat ASI. Bila ibu tersebut
masih menderita lesi pada kulit, kontak dengan bayinya harus dihindari.
2.2.2
RUBELLA
Rubella
disebabkan oleh infeksi single-stranded RNA togavirus yang ditularkan lewat
pernafasan. Melalui vaksinasi yang intensif, angka kejadian semakin menurun.
Infeksi virus ini sangat menular dan periode inkubasi berkisar antara 2-3
minggu.
DAMPAK
TERHADAP KEHAMILAN
Derajat
penyakit yang diderita ibu tidak berdampak terhadap resiko janin. Infeksi yang
terjadi pada trimester I memberikan dampak yang besar terhadap janin. Secara
spesifik, infeksi pada trimester I berdampak terjadinya sindroma rubella kongenital
sebesar 25% (50% resiko terjadi pada 4 minggu pertama), resiko sindroma rubella
kongenital turun menjadi 1% bila infeksi terjadi pada trimester II dan III.
2.2.3
CYTOMEGALOVIRUS
(CMV)
Cytomegalovirus
adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari family virus herpes, sehingga
memiliki kemampuan latensi. Pada infeksi CMV, infeksi maternal atau ibu hamil
kebanyakan bersifat silent, asimtomatik tanpa disertai keluhan klinik atau
gejala, atau hanya menimbulkan gejala yang minim bagi ibu, namun dapat memberi
akibat yang berat bagi fetus yang dikandung, dapat pula menyebabkan infeksi
kongenital, perinatal, bagi bayi yang dilahirkan.
Virus
ditularkan melalui berbagai cara, antara lain: transfusi darah, transplantasi
organ, kontak seksual, air susu, air seni, dan air liur, serta transplansental
atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan
pervaginam.
DIAGNOSIS
Virus
dapat diisolasi dari biakan urin atau biakan berbagai cairan atau jaringan
tubuh lain. Tes serologis mungkin terjadi peningkatan Ig M yang mencapai kadar
puncak 3-6 bulan pasca infeksi dan bertahan sampai 1-2 tahun kemudian. Ig G
meningkat secara cepat dan bertahan seumur hidup.
DAMPAK
TERHADAP KEHAMILAN
Resiko transmisi dari ibu ke janin
konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka sebesar 40-50%. 10-20% neonatus
yang terinfeksi memperlihatkan gejala-gejala, antara lain: korioretinitis,
mikrosephali, klasifikasi serebral, hepatosplenomegali, hidrosephalus. 80-90%
tidak menunjukkan gejala namun kelak di kemudian hari dapat menunjukkan gejala:
retardasi mental, gangguan visual, dan gangguan psikomotor. Seberapa besar
kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang janin.
PENATALAKSANAAN
Tidak
ada terapi yang efektif untuk cytomegalovirus dalam kehamilan. Pencegahan meliputi
penjagaan kebersihan pribadi dan mencegah transfusi darah. Usaha untuk membantu
diagnosa infeksi CMV pada janin adalah dengan melakukan:
a.
Ultrasonografi
b.
Pemeriksaan biakan cytomegovirus dalam
cairan amnion
2.2.4
TOXOPLASMOSIS
Toxoplasmosis adalah suatu infeksi protozoa
Toxoplasma gondii, yan gbiasanya terjadinya melalui kontak dengan tinja kucing,
makan makanan mentah, atau makanan daging yang terkontaminasi dengan toxo ini.
Hanya
sekitar 20% wanita hamil dengan toxoplasmosis yang menunjukkan gejala dari penyakit
ini. Tetapi jika seorang wanita terinfeksi sesaat sebelum atau selama
kehamilan, maka kemungkinan sekitar 40-50% untuk menularkan ke bayi dalam
kandungannya, walaupun ibu hamil sendiri tidak tanpa sakit.
GEJALA
KLINIS
a. Demam.
b. Sakit
kepala.
c. Badan
lemah.
d. Pembekkan
kelenjar getah bening.
e. Penglihatan
terganggu.
f. Disorientasi.
g. Gemetar.
h. Kejang.
DAMPAK
TERHADAP KEHAMILAN
Resiko
terjadinya kelainan berat pada janin lebih besar bila terinfeksi di trimester
pertama dan kedua. Namun, kemungkinan tertular di trimester ini lebih rendah
dibanding di trimester akhir.
Bila terinfeksi,janin menghadapi
resiko seperti:
a. Kelainan
sistemik, seperti: kuning, pembesaran hati dan limfa, juga perdarahan
b. Kelainan
syaraf mata
c. Gangguan
fungsi syaraf pusat (gangguan kecerdasan dan keterlambatan bicara)
d. Cacat
bawaan, seperti pembesaran kepala (hydrocephalus)
e. Keguguran
2.2.5
HERPES
Herpes genitalis disebabkan oleh virus
herpes simplex-HSV tipe 1 dan 2. Antibodi HSV 2 ditemukan pada 7,6% darah
donor, namun hanya 50% yang menyatakan pernah menderita herpes genitalis.
Disimpulkan bahwa banyak infeksi herpes yang bersifat subklinis. Kasus yang
disebabkan oleh HSV tipe 2 terutama dijumpai pada wanita muda. Lesi awal berupa
pembentukan erupsi veskular atau ulserasi yang akut dan diikuti dengan
penyembuhan secara spontan. HSV mengalami penjalaran melalui nervus sensorik
perifer ke dalam ganglion dorsal dan tetap tinggal dalam fase istirahat (masa
laten), reaktivitasi akan menyebabkan timbulnya lesi ulangan dan memiliki
potensi penularan.
GEJALA
KLINIS
a. Infeksi
primer
- Merupakan
paparan pertama kali terhadap HSV 1 atau 2 yang dapat menyebabkan lesi vulva
dan disuria namun kadang juga tanpa gejala.
- Seringkali
didiagnosa sebagai infeksi traktus
urinarius atau candidiasis
- Pada
pemeriksaan ditemukan ulkus multiple yang disertai rasa nyeri hebat. Kadang
disertai dengan pembesaran kelenjar inguinal.
b. Infeksi
non-primer, episode pertama herpes genitalis
- Terjadi
pada penderita dengan riwayat lesi oro-labial HSV-1 yang kemudian mendapatkan
infeksi genital HSV-1
- Terdapat
perlindungan silang dari infeksi oro-labial sehingga gejala yang ditimbulkan
oleh HSV-2 lebih ringan dibandingkan gejala yangditimbulakan oleh infeksi HSV-1
- Infeksi
non primer biasanya lebih asimpromatik dari infeksi primer.
c. Herpes
rekuren
- Episode
ulangan dapat asimptomatik (subklinis). Gejala yang timbul biasanya lebih
ringan dibandingkan infeksi pertama.
- Seringkali
didahului oleh rasa gatal, pedih, atau ngilu di area yang akan timbul erupsi.
- Pada
pemeriksaan dijumpai satu atau dua ulkus yang meliputi area kecil.
- 90%
penderita infeksi HSV-2 dan 60% pada infeksi HSV-1 akan mengalami kekambuhan
dalam tahun pertama. Rata-rata kekambuhan 2 kali per tahun, namun beberapa
penderita memperlihatkan gejala ulangan yang lebih sering.
KOMPLIKASI
a. Infeksi
primer yang terjadi pada masa kehamilan, khususnya bila terjadi pada trimester
III akan dapat menular ke neonatus saat melewati jalan lahir.
b. Herpes
genitalis meningkatkan kemungkinan infeksi HIV 2-3 kali lipat.
c. Infeksi
primer dapat menyebabkan meningitis atau
neuropatia otonomik.
d. Infeksi
jarang menyebar ke seluruh tubuh.
e. Masalah
psikologi akibat serangan yang sering berulang.
PENATALAKSANAAN
a. Herpes
primer dan episode infeksi pertama kali.
- Obat
anti virus untuk menurunkan berat dan lamanya gejala. Obat ini tidak dapat
mencegah latensi sehingga tidak dapat mencegah serangan ulang.
- Regimen:
- Acyclovir
3 dd 200 mg selama 5 hari (untuk ibu hamil dan menyusui)
- Famcyclovir
3 dd 250 mg selama 5 hari.
- Valacyclovir
2 dd 500 mg selama 5 hari.
- Analgesik
- Pemeriksaan
PMS lain.
- Penjelasan
akan kemungkinan berulangnya penyakit.
b. Herpes
rekuren
- Rekurensi
bersifat “self limiting” dengan terapi suportif.
- Rekurensi
dapat diringankan dengan pemberian antiviral sedini mungkin saat erupsi belum
mncul.
- Dosis:
- Acyclovir
5 dd 200 mg selama 5 hari
- Famciclovir
2 dd 125 mg selama 5 hari
- Valacyclovir
1 dd 500 mg selama 5 hari
2.2.6
TYPHUS
ABDOMINALIS
Typhus
abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna,
gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12-13 tahun
(70%-80%), pada usia 30-40 tahun (10%-20%) dan diatas usia pada anak 12-13
tahun sebanyak (5%-10%).
ETIOLOGI
Penyebab
penyakit ini adalah Salmonella paratyphi A,dan Salmonella paratyphi A, dan
Salmonella paratyphi B. Basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak
berspora, mempunyai 3 macam antigen, yaitu: antigen O, antigen H, dan antigen
Vi. Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam
antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada
suhu 15oC – 41o C (optimum 37oC) dan pH
pertumbuhan 6-8.
TANDA
DAN GEJALA KLINIS
a. Demam
Pada minggu pertama demam berangsur
naik berlangsung pada 3 minggu pertama terutama pada sore dan malam hari, pada
minggu ke-2 suhu tubuh terus menigkat, dan pada minggu ke-3 suhu
berangsur-angsur turun dan kembali normal. Demam tidak hilang dengan pemberian
antiseptik, tidak menggigil, dan tidak berkeringat. Kadang pasien disertai
epitaksis.
b. Gangguan
pada saluran pencernaan
- Halitosis
- Bibir
kering
- Lidah
kkotor berselaput putih
- Perut
agak kembung
- Mual
- Splenomegali
disertai nyeri pada perabaan
- Pada
permulaan umumnya terjadi diare, kemudian menjadi obstipasi.
c. Gangguan
kesadaran
- Kesadaran
menurun ringan sampai berat.
- Umumnya
apatis.
- Bradikardi
relatif.
- Umumnya
tiap kenaikan 1 derajat celcius diikuti penambahan denyut nadi 10-15 kali per
menit.
d. Gejala
lain
Cepat lelah, malaise, sakit kepala,
rasa tidak enak di perut, nyeri seluruh tubuh. Gejala-gejala tersebut dirasakan
antara10-14 hari.
KOMPLIKASI
a. Pada
usus halus
Jarang terjadi tapi sering fatal
akibatnya, yaitu:
- Perdarahan
usus: jika perdarahan banyak maka terjadi melena (keluarnya feses hitam yang
diawali oleh darah yang berubah) disertai nyeri perut dan tanda renjatan.
- Perforasi
usus: timbul biasanya pada minggu ketiga terjadi pada bagian distal ileum.
- Peritonitis:
biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi. Ditemukan
gejala abdomen yang akut yaitu nyeri perut yang sangat hebat, dinding abdomen
yang tegang (defans muscular), dan nyeri tekan.
b. Di
luar usus halus
Terjadi karena lokalisasi
peradangan akibat sepsis yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalitis,
bronchopneumonia (akibat infeksi sekunder), dehidrasi, dan asidosis.
PENATALAKSANAAN
a. Isolasi
pasien, disinfeksi pakaian.
b. Perawatan
yang baik untuk menghindari infeksi.
c. Istirajat
selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali (istirahat
total) kemudian boleh duduk, jika tidak demam boleh berdiri terus berjalan.
d. Diet
makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein.
e. Bahan
makanan tidak boleh banyak mengandung serat, tidak merangsang, dan tidak
menimbulkan gas. Bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair melalui
sonde lambung.
f. Obat
pilihan adalah kloramfenikol dengan dosis tinggi yaitu 100 mg/kg BB/ hari
(maksimum 2 gram per hari) diberikan 4 kali sehari per oral/ intravena
kloramfenikol tidak boleh diberikan apabila jumlah leukosit ≤ 2000/ UI. Bila
pasien alergi dapat diberikan penicillin/ kotrimoksazol.
2.2.7
VARICELA
Varicella
merupakan infeksi akut menular, disebabkan oleh virus variselazoster. Infeksi
yang terjadi pada orang dewasa biasanya sangat berat dan dapat menimbulkan
komplikasi berbahaya seperti ensepalitis dan pneumonia. Oleh karena tergolong
di dalam virus herpes maka virus varicella ini juga memperlihatkan potensi
latensi dalam ganglion syaraf. Reaktivasi virus memberikan gejala herpes
zoster.
GEJALA
KLINIS
a. Masa
inkubasi 10-21 hari.
b. Pada
anak yang berumur lebih muda jarang disertai gejala prodromal.
c. Pada
anak yang berumur lebih tua dan orang dewasa, lesi kulit muncul 2-3 hari
setelah demam, malaise, sakit kepala, anoreksia.
d. Lesi
awal terutama pada badan kemudian menyebar ke muka dan ekstremitas juga dapat mengenai
selaput lendir.
e. Lesi
berupa makula eitema dalam beberapa jam akan berubah jadi papula, vesikula,
pustula, dan krusta.
f. Sementara
proses berlangsung muncul lagi vesikel baru sehingga menimbulkan gambaran yang
polimorf.
DAMPAK
TERHADAP KEHAMILAN
5-10%
wanita dewasa rentan terhadapa infeksi virus varicella zoster. Infeksi varicela
akut terjadi pada 1:7500 kehamilan. Komplikasi maternal yang mungkin terjadi:
a. Persalinan
preterm
b. Ensefalitis
c. Pneumonia
2.2.8
INFEKSI
TRAKTUS URINARIUS
Infeksi
traktus urinarius adalah bila ada pemeriksaan urin ditemukan bakteri yang
jumlahnya lebih dari 10.000 per ml. Urin yang diperiksa harus bersih, segar,
dan diambil dari aliran tengah (midstream) atau diambil dengan fungsi supra
simphisi.
1)
BAKTERIURIA
ASIMPTOMATIK
Ditemukan
bakteri sebanyak >100.000 per ml air seni daari sediaan air seni. Angka
kejadian bakteriuria asimptomatik dalam kehamilan sama seperti wanita usia
reproduksi yang seksual aktif dan non pregnant sekitar 2-10%. Jenis bakteri
yang ditemukan:
a. Eschericia
coli (60%)
b. Proteus
mirabilis
c. Klebsiella
pneumoniae
d. Streptococus
grup B.
Bila bakteriuria asimptomatik tidak diterapi dengan
baik maka 20% ibu hamil akan menderita sistisis akut atau pielonefritis akut
pada kehamilan lanjut.
a. Ampisilin 3x500 mg selama 7-10 hari.
b. Cephalosporin.
c. Nitrofurantoin.
Setelah
terapi, lakukan pemeriksaan ulangan dengan biakan urin oleh karena kejadian ini
seringkali berulang (25%).
2)
SISTISIS
AKUT
Sistsis
merupakan peradangan kandung kemih tanpa disertai radang pada bagian saluran kemih,
biasanya inflamasi akibat bakteri. Terjadi pada 1-2% kehamilan. Tanda dan
gejala:
a. Hampir
95% mengeluh nyeri pada daerah supra simphisis atau nyeri saat berkemih.
b. Frekuensi
berkemih meningkat tetapi jumlahnya sedikit sehingga menimbulkan rasa tidak puas
dan tuntas.
c. Air
kencing kadang terasa panas.
d. Air
kencing berwarna lebih gelap dan serangan akut kadang-kadang berwarna
kemerahan.
e. Ditemukan
banyak eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan laboratorim.
Penatalaksanaan:
a.
Anjurkan ibu untuk banyak minum.
b.
Atur frekuensi berkemih untuk mengurangi
sensasi nyeri, spasme, dan rangsangan untuk selalu berkemih (tetapi dengan
jumlah urin yang minimal). Makin sering berkemih, nyeri dan spasme akan makin
bertambah.
c.
Terapi antibiotik yang dipilih, mirip
dengan pengobatan bakteriuria asimptomatik. Apabila antibiotika tunggal kurang
memberikan manfaat, berikan antibiotika kombinasi. Kombinasi tersebut dapat
berupa jenis obatnya ataupun cara pemberiannya, misal: amoksisilin 4x250 mg per
oral, digabung dengan gentamisisn 2x80mg secara IM selama 10-14 hari. Dua
hingga 4 minggu kemudian dilakukan penilaian laboratorium untuk evaluasi
pengobatan.
d. Untuk
pencegahan infeksi berulang berikan nitrofurantoin 100 mg/hari setiap malam
sampai sesudah 2 minggu post partum.
3)
PIELONEFRITIS
AKUT
Pielonefritis
akut merupakan salah satu komplikasi yang sering dijumpai dalam kehamilan dan
frekuensinya kira-kira 2%, terutama pada kehamilan terakhir dan permulaan masa
nifas. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh E. Coli dan dapat pula oleh kuman-kuman
lain seperti Stafilokokus aureus, Basillus proteus, dan Pseudomonas aerugenosa.
Kuman dapat menyebar secara hematogen atau limfogen, akan tetapi terbanyak dari kandung kemih.
Gejala yang penting diperhatikan:
a. Pielonefritis
akut ditandai dengan gejala demam, menggigil, mual, dan muntah, nyeri pada
daerah kostovertebra atau pinggang. Sekitar 85% kasus suhu tubuh melebihi 38
derajat celcius dan sekitar 12% suhu tubuhnya mencapai 40 derajat selcius.
b. Sering
disertai mual, muntah, dan anoreksia.
c. Kadang-kadang
diare.
d. Dapat
juga jumlah urin berkurang.
e. Pemeriksaan
air kemih menunjukkan banyak sel-sel leukosit dan bakteri.
PENATALAKSANAAN:
a. Ibu
hamil dengan pielonefritis akut, hardirawatinapkan. Karena penderita sering mengalami
mual dan muntah, mereka umumnya datang dengan keadaan dehidrasi.
b. Bila
ibu datang dengan keadaan syok, segera lakukan pemasangan infus untuk restorasi
cairan dan pemberian medikamentosa. Pantau TTV dan diuresis secara berkala.
c. Bila
terjadi ancaman partus prematurus, lakukan pemberian antibiotika seperti yang
telah diuraikan di atas dan penatalksanaan partus prematurus.
d. Terapi
kombinasi antibiotika yang efektif adalah gabungan sefoksitin 1-2 gram
intravena setiap 6 jam dengan gentamisin 80 mg IV setiap 12 jam. Ampisilin 2
gram/ ciproksin 2 gram IV dan gentamisisn 2x80 mg.
4)
STREPTOCOCCUS
GRUP B (GBS)
GBS adalah flora
normal manusia dengan reservoir utama di traktus digestivus. GBS dapat masuk ke
dalam traktus urinarius utama di traktus digestivus melalui kontaminasi feses
atau kontak seksual.
DAMPAK terhadap kehamilan:
a. Penularan
dari ibu ke anak dapat terjadi secara vertikal saat persalinan dengan faktor
resiko penularan:
- Persalinan
preterm.
- Ketuban
pecah dini (KPD)
- BBLR
- Febris
intrapartum
b. Infeksi
GBS pada neonatus:
- Meningitis
(80%).
- Distress
pernafasan.
- Pneumonia
- Infeksi
lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar