Senin, 03 November 2014

2. Penyakit dan Infeksi yang Menyertai Kehamilan, Persalinan dan Nifas



2.1              PENYAKIT YANG MENYERTAI KEHAMILAN, PERSALINAN, DAN NIFAS
2.1.1        TUBERKULOSIS PARU (TBC PARU)
TBC paru rupanya tidak terpengaruh oleh keadaan hamil, bahkan banyak penderita tidak mengeluh sama sekali.  Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, bada terasa lemah, nafsu makan berkurang, berat badan  menurun, kadang –kadang ada batuk darah, dan sakit di dada. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan ada ronkhi basal, suara caverne atau pleural effusion. Dulu dilakukan abortus terapeuticus atas indikasi TBC paru, tetapi ternyata bahwa angka kematian lebih tinggi dibanding dengan terapi konservatif.
Pada penderita yang dicurigai menderita TBC paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (purifed protein derivate) 5 UI, bila hasil positif dilanjutkan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X, pada penderita TBC paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum BTA untuk membuat diagnosa secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan/ uji sensitivitas. Pada janin dengan ibu TBC paru jarang dijumpai TBC kongenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui ibunya.

PENATALAKSANAAN
Penyakit ini akan sembuh dengan baik bila pengobatan yang diberikan dipatuhi oleh penderita, berikan penjelasan dan pendidikan kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat kronik sehingga diperlukan pengobatan yang lama dan teratur. Ajarkan untuk menutup mulut dan hidungnya bila batuk, bersin dan tertawa.
Sebagian besar obat anti TBC aman untuk wanita hamil, kecuali etambutol, pasien hamil dengan TBC paru yang tidak aktif tidak perlu mendapat pengobatan. Sedangkan pada yang aktif dianjurkan untuk menggunakan dua macam obat atau lebih untuk mencegah timbulnya resistensi kuman, dan isoniazid (INH) selalu diikutkan karena paling aman untuk kehamilan, efektifitasnya tinggi, dan harganya lebih murah.
Obat-obatan yang dapat digunakan:
        
a. Isoniazid (INH) 300 mg/hari
Obat ini mungkin menimbulkan komplikasi pada hati sehingga timbul gejala-gejala hepatitis berupa nafsu makan berkurang, mual, dan muntah. Oleh karena itu, perlu diperiksa faal hati sewaktu-waktu dan bila ada perubahan untuk sementara obat harus segera dihentikan.
               
b. Etambutol 15-20 mg/ kg/ hari
obat ini dapat menimbulkan komplikasi retrobulber neuritis, akan tetapi efek samping dalam kehamilan sangat sedikit dan pada janin belum ada.
c. Streptomycin 1 gr/ hari
obat ini harus hati-hati digunakan dalam kehamilan, jangan digunakan pada kehamilan trimester I. Pengaruh obat ini pada janin juga kurang menyenangkan pada penderita karena harus disuntikkan setiap hari.

d. Rifampisin 600mg/hari
     obat ini baik sekali untuk pengobatan TBC paru tetapi memberikan efek teratogenik pada binatang percobaan sehingga sebaiknya tidak diberikan pada trimester I kehamilan.
Pemeriksaan sputum harus dilakukan setelah 1-2 bulan pengobatan, jika masih positif perlu diulang tes kepekaan kuman terhadapa obat, bila pasien sudah sembuh lakukan persalinan secara normal. Pasien TBC aktif harus ditempatkan dalam kamar bersalin terpisah, persalinan dibantu ekstraksi vacum atau forcep. Usahakan pasien tidak meneran, berikan masker untuk menutup mulut dan hidung agar kuman tidak menyebar. Setelah persalinan pasien dirawat di ruang observasi 6-8 jam, kemudian dapat dipulangkan langsung. Pasien diberi obat uterotonika dan obat TBC tetap harus diteruskan. Penderita yang tidak mungkin pulang harus dirawat di ruang isolasi, karena bayi cukup rentan terhadap penyakit ini. Sebagian besar ahli menganjurkan pemisahan dari ibu jika ibu dicurigai menderita TBC aktif, sampai ibunya tidak memperlihatkan tanda-tanda proses aktif lagi setelah dibuktikan dengan pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali yang selalu memperlihatkan hasil negatif.
Pasien TBC yang menyusui harus mendapat regimen pengobatan yang penuh. Semua obat anti TBC sesuai untuk laktasi sehingga pemberian laktasi dapat berjalan dengan aman dan normal. Namun bayi harus diberi suntukan mantoux, mendapat profilaksis INH, dan imunisasi BCG.

2.1.2        PENYAKIT JANTUNG
Penyakit jantung terbanyak disebabkan oleh demam reumatik dan biasanya dalam bentuk stenose mitralis. Di samping itu, dapat disebabkan oleh kelainan jantung kongenital dan penyakit otot jantung. Penyakit jantung pada wanita hamil masih merupakan sebab kematian yang tinggi. Bidan sulit melakukan diagnosa, biasanya baru diketahui bila ada dekompensasi, seperti:
a. sesak nafas
b. sianosis
c. peningkatan denyut jantung
d. oedem atau acites
e. jantung berdebar-debar.

Pasien dengan penyakit jantung biasanya diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
a. Kelas I
pasien tidak ada keluhan saat melakukan aktivitas biasa dan tidak harus membatsi kegiatan fisik.
b. Kelas II
pasien mengalami bebrapa keluhan saat melakukan aktivitas seperti kelelahan, sesak nafas, nyeri dada atau angina pectoris. Namun, keluhan-keluhan ini dapat hilang setelah istirahat.
c. Kelas III
     pasien harus sangat membatasi aktivitas, apabila melakukan kegiatan yang berlebihan akan terjadi insufiensi jantung.
d. Kelas IV
pasien dapat merasakan gejala atau keluhan insufisiensi jantung pada saat istirahat sekalipun, sehingga aktivitas ringan juga sulit dilakukan.

PENATALAKSANAAN
a.    batasi penambahan berat badan yagn berlebihan
b.    segera atasi anemia dan tanda –tanda preeklamsia
c.    anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup, diet rendah garam, dan pembatasan jumlah cairan.
d.   Bila penyakit berat dengan sesak nafas dan sianosis, rawat ibu di rumah sakit untuk mendapatkan perawtan intensif.
e.    Untuk ibu dengan penyakit jantung kelas I dan II dapat meneruskan kehamilannya dan dapat bersalin normal atau dengan bantuan (forcep atau vakum).
f.     Untuk ibu dengan penyakit jantung kelas III sebaiknya jangan hamil, namun bila hamil sebaiknya ibu dirawat di rumah sakit selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas.
g.    Untuk ibu dengan penyakit jantung kelas IV tidak diperbolehkan hamil.

2.1.3        PENYAKIT ASMA
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang sering dijumpai dalam kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya asma tidak sama pada setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangannya tidak sama pada kehamilan pertama dan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai umur kehamilan 24-36 minggu dan pada akhir kehamilan jarang terjadi serangan.
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen atau hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada janin dan sering terjadi keguguran, partus prematurus, dan gangguan pertumbuhan janin.
              


PENATALAKSANAAN
a.    Cegah timbulnya stress
b.    Hindari faktor resiko
c.    Cegah penggunaan obat aspirin dan semacamnya yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan
d.   Pada asma yang ringan dapat digunakan obat-obatan lokal yang berbentuk inhalasi, atau peroral seperti isoproterenol.
e.    Pada keadaan yang lebih berat penderita harus dirawat dan serangan dapat dihilangkan dengan satu atau lebih dari obat di bawah ini:
1)   Epinefrin yang telah dilarutkan (1:1000), 0,2-0,5 ml disuntikkan (subcutan)
2)   Isoproterenol (1:100) berupa inhalasi 3-7 hari.
3)   Oksigen
4)   Aminophilin 250-500 mg (6mg/kg) dalam infus glukosa 5%
5)   Hidrokortison 260-1000 mg IV pelan-pelan atau perinfus dalam D10%

2.1.4        PENYAKIT GINJAL
Secara empiris, kehamilan dengan kelainan ginjal kronis merupakan kehamilan dengan resiko yang sangat tinggi. Karena kehamilan sendiri bisa menyebabkan kelainan-kelainan pada ginjal seperti infeksi saluran kemih, hepertensi, dan sebagainya.

PERUBAHAN FUNGSI
Segera sesudah konsepsi, terjadi peningkatan aliran plasma (Renal Plasma Flow) dan tingkat filtrasi glomerolus (Glomerolus Filtration Rate). Sejak kehamilan trimester II GFR akan meningkat 30-50%, di atas nilai normal wanita tidak hamil. Akibatnya akan terjadi penurunan kadar kreatinin serum dan urin nitrogen darah, normal kreatinin serum adalah 0,5-0,7 mg/100 ml dan urea nitrogen darah 8-12 mg/100 ml.

EFEK KEHAMILAN TERHADAP FUNGSI GINJAL
Bisa terjadi penurunan fungsi ginjal. Secara umum prognosa tergantung derajat dengan gangguan ginjal pada saat konsepsi, serta adanya kelainan-kelainan penyerta, seperti tekanan darah tinggi dan bocornya protein (proteinuria). Fungsi ginjal biasanya bertahan dengan kondisi insufisiensi yang moderat. Insufisiensi ringan jika kadar serum kreatinin <1,5 mg%, sedang jika kadar serum kreatinin 1,5-2,4 mg% dan berat jika kadar serum kreatinin > 2,5 mg%.
Penyebab menurunya fungsi ginjal, pada beberapa pasien bhkan tidak diketahui. Adanya hipertensi memberi kontribusi memburuknya fungsi ginjal. Infeksi saluran kencing juga bisa memperburuk fungsi ginjal. Proteinuria yang sering terjadi pada wanita hamil bisa mempengaruhi fungsi ginjal.

PENATALAKSANAAN
a.    Kunjungan ANC harus lebih sering.
b.    Anjurkan kontrol tiap 2 minggu sampai usia kehamilan 28 minggu dan seminggu sekali sesudahnya.
c.    Kontrol tekanan darah setiap kunjungan.
d.   Lakukan test urin terhadap adanya protein serta lakukan skrining akan adanya infeksi saluran kencing.
e.    Erythropoietin dapat diberikan jika penderita mengalami anemia namun harus hati-hati karena bisa memperburuk hipertensi.

GAGAL GINJAL AKUT
Gagal ginjal akut adalah kemunduran yang cepat dari kemampuan ginjal dalam membersihkan darah dari bahan-bahan racun, yang menyebabkan penimbunan limbah metabolik di dalam darah (misalnya urea). Gagal ginjal akut bisa merupakan akibat dari berbagai keadaan yang menyebabkan:
a.          Berkurangnya aliran darah ke ginjal.
b.         Penyumbatan aliran kemih setelah meninggalkan ginjal
c.          Trauma pada ginjal.
Gejala yang timbul tergantung kepada beratnya kegagalan ginjal, progresivitas penyakit dan penyebabnya, antara lain: oligouria, nokturia, oedem, mati rasa pada tangan atau kaki, perubahan mental atau suasana hati, kejang, tremor, mual, dan muntah.

PENATALAKSANAAN
a.    Berikan antibiotik yang adekuat dan intensif
b.    Kadang diberikan natrium polistren sulfonat untuk mengatasi hiperkalemia
c.    Lakukan dialisa untuk membuang kelebihan cairan dan limbah metabolik

2.1.5        PENYAKIT DIABETES MELLITUS
Diabetes mellitus pada kehamilan adalah intoleransi karbohidrat ringan (toleransi glukosa terganggu) maupun berat (DM), terjadi atau diketahui pertama kali saat kehamilan berlangsung. Definisi ini mencakup pasien yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi) yang baru diketahui saat kehamilan ini dan yang benar-benar menderita DM akibat hamil.
Deteksi dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat dikelola sebaik-baiknya. Terutama dilakuakan pada ibu dengan faktor resiko berupa beberapa kali kegugran, riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, melahirkan bayi lebih dari 4000 gram, riwayat preeklamsi, dan polihidramnion. Juga terdapat riwayat ibu: umur ibu > 30 tahun, riwayat BBL >4500 gram dan infksi saluran kemih berulang selama hamil.



KLASIFIKASI
a.    Tipe 1
Penyakit diabetes mellitus ini tergolong penyakit yang susah atau bahkan tidak dapat diobati sama sekali. Hal ini disebabkan tubuh kekurangan insulin yang seharusnya mengontrol gula darah. Penyakit diabetes tipe 1 ini biasanya sudah diidap oleh penderitanya sejak masih kecil, dan penderita akan selalu bergantung pada suntik an insulin yang diberikan dokter agar kesehatannya tidak semakin parah.
b.    Tipe 2
Salah satu dari tiga klasifikasi diabetes mellitus adalah diabetes tipe 2 yang paling sering menyerang manusia di dunia. Pada tipe ini, penderita tidaklah tergantung suntukan insulin walaupun memang dibutuhkan. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya kontrol makanan sehingga seseorang mengalami obesitas dan rawan terkena penyakit gula.
c.    Tipe 3
Akhir-akhir ini para peneliti menemukan bahwa hormon insulin tidak hanya diproduksi oleh pankreas sebagai pengontrol gula darah. Menurut para ahli, di dalam otak pun terjadi aktivitas produksi hormon insulin yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan sel otak.
          Jadi intinya, diabetes tipe 3 ini tidak menyerang gula darah secara keseluruhan namun membahayakan otak. Karena bila sel otak mengalami defisiensi atau kekurangan hormon insulin, orang tersebut rawan terkena penyakit alzheimer.





PENATALAKSANAAN
a.    Pantau kadar glukosa darah minimal 2 kali seminggu dan kadar Hb glukosa.
b.    Anjurkan untuk kontrol 2-4 minggu sekali bahkan lebih sering lagi saat mendekati persalinan.
c.    Jangan berikan obat hipoglikemik oral karena mengingat efek teratogenitas yang dikeluarkan melalui ASI.
d.   Pantau ibu dan janin dengan pengukuran TFU dan penghitungan djj.
e.    Kehamilan dengan diabetes mellitus yang berkomplikasi harus dirawat sejak umur kehamilan 34 minggu dan biasanya memerlukan insulin.

2.2    INFEKSI YANG MENYERTAI KEHAMILAN, PERSALINAN, DAN NIFAS
2.2.1        SIFILIS
INFEKSI SIFILIS (LUES) yang disebabkan oleh Treponema pallidum, baik yang sudah lama maupun yang baru diderita ibu dapat ditularkan kepada janin. Sifilis kongenital merupakan bentuk penyakit sifilis yang terberat. Infeksi pada janin dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan, dengan derajat resiko infeksi yang tergantung jumlah triponema di dalam darah ibu.
Pengaruh terhadap janin:                                                             
a.    Kematian janin (IUFD)
b.    Partus immaturus
c.    Partus prematurus
d.   Kelainan kongenital
Dalam hal demikian dapat dijumpai gejala-gejala sifilis kongenital, diantaranya:
a.    Pemfigus sifilitikus
b.    Deskwamasi pada telapak kaki dan tangan
c.    Rhagades di kanan-kiri mulut
d.   Pada persalinan tampak janin atau plasenta yang hidropik
e.    Pada pemeriksaan ditemukan reaksi serologis yang positif

PENATALAKSANAAN
a.    Sifilis harus diobati segera setelah diagnosa dibuat , tanpa memandang tuanya kehamilan. Lebih dini dalam kehamilan pengobatan diberikan, lebih baik prognosis bagi janin.
b.    Pengobatan sifilis dalam kehamilan dilakukan dengan penicilin, dan apabila penderita tidak tahan (alergi) penicilin, dapat diberikan secara desensitiasi. Eritromisin tidak dianjurkan karena besar kemungkinan akan gagal untuk mengobati infeksi pada janin.
c.    Untuk sifilis primer, sekunder, dan laten dini (kurang dari 1 tahun), dianjurkan mendapat Benzathine penicilin G dengan dosis 2,4 juta satuan IM sekali suntik ( separuh di kanan dan separuh di kiri). Untuk sifilis lama (late sifilis) diperlukan dosis yang lebih tinggi. Dosis tunggal penicilin di atas umumnya sudah cukup untuk melindungi janin dari penderitaan sifilis. Abortus atau kematian janin selama atau tidak lama setelah pengobatan biasanya tidak disebabkan karena gagalnya pengobatan, tetapi karena pengobatan terlambat diberikan.
d.   Suami juga harus diperiksa darahnya dan bila perlu diobati. Bila ragu, darah tali pusat juga diperiksa.
e.    Follow up bulanan melalui pemeriksaan serologik perlu dilakukan sehingga bila perlu pengobatan uang dapat segera diberikan.
f.     Bayi yang lahir dari ibu dengan sifilis boleh tetap mendapat ASI. Bila ibu tersebut masih menderita lesi pada kulit, kontak dengan bayinya harus dihindari.

2.2.2        RUBELLA
Rubella disebabkan oleh infeksi single-stranded RNA togavirus yang ditularkan lewat pernafasan. Melalui vaksinasi yang intensif, angka kejadian semakin menurun. Infeksi virus ini sangat menular dan periode inkubasi berkisar antara 2-3 minggu.
               
DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN
Derajat penyakit yang diderita ibu tidak berdampak terhadap resiko janin. Infeksi yang terjadi pada trimester I memberikan dampak yang besar terhadap janin. Secara spesifik, infeksi pada trimester I berdampak terjadinya sindroma rubella kongenital sebesar 25% (50% resiko terjadi pada 4 minggu pertama), resiko sindroma rubella kongenital turun menjadi 1% bila infeksi terjadi pada trimester II dan III.

2.2.3        CYTOMEGALOVIRUS (CMV)
Cytomegalovirus adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari family virus herpes, sehingga memiliki kemampuan latensi. Pada infeksi CMV, infeksi maternal atau ibu hamil kebanyakan bersifat silent, asimtomatik tanpa disertai keluhan klinik atau gejala, atau hanya menimbulkan gejala yang minim bagi ibu, namun dapat memberi akibat yang berat bagi fetus yang dikandung, dapat pula menyebabkan infeksi kongenital, perinatal, bagi bayi yang dilahirkan.
Virus ditularkan melalui berbagai cara, antara lain: transfusi darah, transplantasi organ, kontak seksual, air susu, air seni, dan air liur, serta transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan pervaginam.

DIAGNOSIS
Virus dapat diisolasi dari biakan urin atau biakan berbagai cairan atau jaringan tubuh lain. Tes serologis mungkin terjadi peningkatan Ig M yang mencapai kadar puncak 3-6 bulan pasca infeksi dan bertahan sampai 1-2 tahun kemudian. Ig G meningkat secara cepat dan bertahan seumur hidup.
DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN
       Resiko transmisi dari ibu ke janin konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka sebesar 40-50%. 10-20% neonatus yang terinfeksi memperlihatkan gejala-gejala, antara lain: korioretinitis, mikrosephali, klasifikasi serebral, hepatosplenomegali, hidrosephalus. 80-90% tidak menunjukkan gejala namun kelak di kemudian hari dapat menunjukkan gejala: retardasi mental, gangguan visual, dan gangguan psikomotor. Seberapa besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang janin.

PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi yang efektif untuk cytomegalovirus dalam kehamilan. Pencegahan meliputi penjagaan kebersihan pribadi dan mencegah transfusi darah. Usaha untuk membantu diagnosa infeksi CMV pada janin adalah dengan melakukan:
a.          Ultrasonografi
b.         Pemeriksaan biakan cytomegovirus dalam cairan amnion

2.2.4        TOXOPLASMOSIS
     Toxoplasmosis adalah suatu infeksi protozoa Toxoplasma gondii, yan gbiasanya terjadinya melalui kontak dengan tinja kucing, makan makanan mentah, atau makanan daging yang terkontaminasi dengan toxo ini.
Hanya sekitar 20% wanita hamil dengan toxoplasmosis yang menunjukkan gejala dari penyakit ini. Tetapi jika seorang wanita terinfeksi sesaat sebelum atau selama kehamilan, maka kemungkinan sekitar 40-50% untuk menularkan ke bayi dalam kandungannya, walaupun ibu hamil sendiri tidak tanpa sakit.
              
GEJALA KLINIS
a.    Demam.
b.    Sakit kepala.
c.    Badan lemah.
d.   Pembekkan kelenjar getah bening.
e.    Penglihatan terganggu.
f.     Disorientasi.
g.    Gemetar.
h.    Kejang.

DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN
Resiko terjadinya kelainan berat pada janin lebih besar bila terinfeksi di trimester pertama dan kedua. Namun, kemungkinan tertular di trimester ini lebih rendah dibanding di trimester akhir.
Bila terinfeksi,janin menghadapi resiko seperti:
a.    Kelainan sistemik, seperti: kuning, pembesaran hati dan limfa, juga perdarahan
b.    Kelainan syaraf mata
c.    Gangguan fungsi syaraf pusat (gangguan kecerdasan dan keterlambatan bicara)
d.   Cacat bawaan, seperti pembesaran kepala (hydrocephalus)
e.    Keguguran

2.2.5        HERPES
     Herpes genitalis disebabkan oleh virus herpes simplex-HSV tipe 1 dan 2. Antibodi HSV 2 ditemukan pada 7,6% darah donor, namun hanya 50% yang menyatakan pernah menderita herpes genitalis. Disimpulkan bahwa banyak infeksi herpes yang bersifat subklinis. Kasus yang disebabkan oleh HSV tipe 2 terutama dijumpai pada wanita muda. Lesi awal berupa pembentukan erupsi veskular atau ulserasi yang akut dan diikuti dengan penyembuhan secara spontan. HSV mengalami penjalaran melalui nervus sensorik perifer ke dalam ganglion dorsal dan tetap tinggal dalam fase istirahat (masa laten), reaktivitasi akan menyebabkan timbulnya lesi ulangan dan memiliki potensi penularan.
GEJALA KLINIS
a.    Infeksi primer
-  Merupakan paparan pertama kali terhadap HSV 1 atau 2 yang dapat menyebabkan lesi vulva dan disuria namun kadang juga tanpa gejala.
-  Seringkali didiagnosa sebagai  infeksi traktus urinarius atau candidiasis
-  Pada pemeriksaan ditemukan ulkus multiple yang disertai rasa nyeri hebat. Kadang disertai dengan pembesaran kelenjar inguinal.

b.    Infeksi non-primer, episode pertama herpes genitalis
-  Terjadi pada penderita dengan riwayat lesi oro-labial HSV-1 yang kemudian mendapatkan infeksi genital HSV-1
-  Terdapat perlindungan silang dari infeksi oro-labial sehingga gejala yang ditimbulkan oleh HSV-2 lebih ringan dibandingkan gejala yangditimbulakan oleh infeksi HSV-1
-  Infeksi non primer biasanya lebih asimpromatik dari infeksi primer.

c.    Herpes rekuren
-  Episode ulangan dapat asimptomatik (subklinis). Gejala yang timbul biasanya lebih ringan dibandingkan infeksi pertama.
-  Seringkali didahului oleh rasa gatal, pedih, atau ngilu di area yang akan timbul erupsi.
-  Pada pemeriksaan dijumpai satu atau dua ulkus yang meliputi area kecil.
-  90% penderita infeksi HSV-2 dan 60% pada infeksi HSV-1 akan mengalami kekambuhan dalam tahun pertama. Rata-rata kekambuhan 2 kali per tahun, namun beberapa penderita memperlihatkan gejala ulangan yang lebih sering.

KOMPLIKASI
a.    Infeksi primer yang terjadi pada masa kehamilan, khususnya bila terjadi pada trimester III akan dapat menular ke neonatus saat melewati jalan lahir.
b.    Herpes genitalis meningkatkan kemungkinan infeksi HIV 2-3 kali lipat.
c.    Infeksi primer dapat menyebabkan meningitis atau  neuropatia otonomik.
d.   Infeksi jarang menyebar ke seluruh tubuh.
e.    Masalah psikologi akibat serangan yang sering berulang.




PENATALAKSANAAN
a.    Herpes primer dan episode infeksi pertama kali.
-  Obat anti virus untuk menurunkan berat dan lamanya gejala. Obat ini tidak dapat mencegah latensi sehingga tidak dapat mencegah serangan ulang.
-  Regimen:
-  Acyclovir 3 dd 200 mg selama 5 hari (untuk ibu hamil dan menyusui)
-  Famcyclovir 3 dd 250 mg selama 5 hari.
-  Valacyclovir 2 dd 500 mg selama 5 hari.
-  Analgesik
-  Pemeriksaan PMS lain.
-  Penjelasan akan kemungkinan berulangnya penyakit.
b.    Herpes rekuren
-  Rekurensi bersifat “self limiting” dengan terapi suportif.
-  Rekurensi dapat diringankan dengan pemberian antiviral sedini mungkin saat erupsi belum mncul.
-  Dosis:
-  Acyclovir 5 dd 200 mg selama 5 hari
-  Famciclovir 2 dd 125 mg selama 5 hari
-  Valacyclovir 1 dd 500 mg selama 5 hari

2.2.6        TYPHUS ABDOMINALIS
Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12-13 tahun (70%-80%), pada usia 30-40 tahun (10%-20%) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak (5%-10%).


ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah Salmonella paratyphi A,dan Salmonella paratyphi A, dan Salmonella paratyphi B. Basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, mempunyai 3 macam antigen, yaitu: antigen O, antigen H, dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15oC – 41o C (optimum 37oC) dan pH pertumbuhan 6-8.

TANDA DAN GEJALA KLINIS
a.    Demam
Pada minggu pertama demam berangsur naik berlangsung pada 3 minggu pertama terutama pada sore dan malam hari, pada minggu ke-2 suhu tubuh terus menigkat, dan pada minggu ke-3 suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal. Demam tidak hilang dengan pemberian antiseptik, tidak menggigil, dan tidak berkeringat. Kadang pasien disertai epitaksis.
b.    Gangguan pada saluran pencernaan
-  Halitosis
-  Bibir kering
-  Lidah kkotor berselaput putih
-  Perut agak kembung
-  Mual
-  Splenomegali disertai nyeri pada perabaan
-  Pada permulaan umumnya terjadi diare, kemudian menjadi obstipasi.

c.    Gangguan kesadaran
-  Kesadaran menurun ringan sampai berat.
-  Umumnya apatis.
-  Bradikardi relatif.
-  Umumnya tiap kenaikan 1 derajat celcius diikuti penambahan denyut nadi 10-15 kali per menit.
d.   Gejala lain
Cepat lelah, malaise, sakit kepala, rasa tidak enak di perut, nyeri seluruh tubuh. Gejala-gejala tersebut dirasakan antara10-14 hari.

KOMPLIKASI
a.    Pada usus halus
Jarang terjadi tapi sering fatal akibatnya, yaitu:
-  Perdarahan usus: jika perdarahan banyak maka terjadi melena (keluarnya feses hitam yang diawali oleh darah yang berubah) disertai nyeri perut dan tanda renjatan.
-  Perforasi usus: timbul biasanya pada minggu ketiga terjadi pada bagian distal ileum.
-  Peritonitis: biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi. Ditemukan gejala abdomen yang akut yaitu nyeri perut yang sangat hebat, dinding abdomen yang tegang (defans muscular), dan nyeri tekan.
b.    Di luar usus halus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalitis, bronchopneumonia (akibat infeksi sekunder), dehidrasi, dan asidosis.

PENATALAKSANAAN
a.    Isolasi pasien, disinfeksi pakaian.
b.    Perawatan yang baik untuk menghindari infeksi.
c.    Istirajat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali (istirahat total) kemudian boleh duduk, jika tidak demam boleh berdiri terus berjalan.
d.   Diet makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein.
e.    Bahan makanan tidak boleh banyak mengandung serat, tidak merangsang, dan tidak menimbulkan gas. Bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair melalui sonde lambung.
f.     Obat pilihan adalah kloramfenikol dengan dosis tinggi yaitu 100 mg/kg BB/ hari (maksimum 2 gram per hari) diberikan 4 kali sehari per oral/ intravena kloramfenikol tidak boleh diberikan apabila jumlah leukosit ≤ 2000/ UI. Bila pasien alergi dapat diberikan penicillin/ kotrimoksazol.

2.2.7        VARICELA
Varicella merupakan infeksi akut menular, disebabkan oleh virus variselazoster. Infeksi yang terjadi pada orang dewasa biasanya sangat berat dan dapat menimbulkan komplikasi berbahaya seperti ensepalitis dan pneumonia. Oleh karena tergolong di dalam virus herpes maka virus varicella ini juga memperlihatkan potensi latensi dalam ganglion syaraf. Reaktivasi virus memberikan gejala herpes zoster.

GEJALA KLINIS
a.    Masa inkubasi 10-21 hari.
b.    Pada anak yang berumur lebih muda jarang disertai gejala prodromal.
c.    Pada anak yang berumur lebih tua dan orang dewasa, lesi kulit muncul 2-3 hari setelah demam, malaise, sakit kepala, anoreksia.
d.   Lesi awal terutama pada badan kemudian menyebar ke muka dan ekstremitas juga dapat mengenai selaput lendir.
e.    Lesi berupa makula eitema dalam beberapa jam akan berubah jadi papula, vesikula, pustula, dan krusta.
f.     Sementara proses berlangsung muncul lagi vesikel baru sehingga menimbulkan gambaran yang polimorf.
    
DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN
5-10% wanita dewasa rentan terhadapa infeksi virus varicella zoster. Infeksi varicela akut terjadi pada 1:7500 kehamilan. Komplikasi maternal yang mungkin terjadi:
a.    Persalinan preterm
b.    Ensefalitis
c.    Pneumonia

2.2.8        INFEKSI TRAKTUS URINARIUS
Infeksi traktus urinarius adalah bila ada pemeriksaan urin ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari 10.000 per ml. Urin yang diperiksa harus bersih, segar, dan diambil dari aliran tengah (midstream) atau diambil dengan fungsi supra simphisi.
1)   BAKTERIURIA ASIMPTOMATIK
Ditemukan bakteri sebanyak >100.000 per ml air seni daari sediaan air seni. Angka kejadian bakteriuria asimptomatik dalam kehamilan sama seperti wanita usia reproduksi yang seksual aktif dan non pregnant sekitar 2-10%. Jenis bakteri yang ditemukan:
a.    Eschericia coli (60%)
b.    Proteus mirabilis
c.    Klebsiella pneumoniae
d.   Streptococus grup B.
Bila bakteriuria asimptomatik tidak diterapi dengan baik maka 20% ibu hamil akan menderita sistisis akut atau pielonefritis akut pada kehamilan lanjut.
a. Ampisilin 3x500 mg selama 7-10 hari.
b. Cephalosporin.
c. Nitrofurantoin.
Setelah terapi, lakukan pemeriksaan ulangan dengan biakan urin oleh karena kejadian ini seringkali berulang (25%).

2)   SISTISIS AKUT
Sistsis merupakan peradangan kandung kemih tanpa disertai radang pada bagian saluran kemih, biasanya inflamasi akibat bakteri. Terjadi pada 1-2% kehamilan. Tanda dan gejala:
a.    Hampir 95% mengeluh nyeri pada daerah supra simphisis atau nyeri saat berkemih.
b.    Frekuensi berkemih meningkat tetapi jumlahnya sedikit sehingga menimbulkan rasa tidak puas dan tuntas.
c.    Air kencing kadang terasa panas.
d.   Air kencing berwarna lebih gelap dan serangan akut kadang-kadang berwarna kemerahan.
e.    Ditemukan banyak eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan laboratorim.

Penatalaksanaan:
a.    Anjurkan ibu untuk banyak minum.
b.    Atur frekuensi berkemih untuk mengurangi sensasi nyeri, spasme, dan rangsangan untuk selalu berkemih (tetapi dengan jumlah urin yang minimal). Makin sering berkemih, nyeri dan spasme akan makin bertambah.
c.    Terapi antibiotik yang dipilih, mirip dengan pengobatan bakteriuria asimptomatik. Apabila antibiotika tunggal kurang memberikan manfaat, berikan antibiotika kombinasi. Kombinasi tersebut dapat berupa jenis obatnya ataupun cara pemberiannya, misal: amoksisilin 4x250 mg per oral, digabung dengan gentamisisn 2x80mg secara IM selama 10-14 hari. Dua hingga 4 minggu kemudian dilakukan penilaian laboratorium untuk evaluasi pengobatan.
d.   Untuk pencegahan infeksi berulang berikan nitrofurantoin 100 mg/hari setiap malam sampai sesudah  2 minggu post partum.

3)   PIELONEFRITIS AKUT
Pielonefritis akut merupakan salah satu komplikasi yang sering dijumpai dalam kehamilan dan frekuensinya kira-kira 2%, terutama pada kehamilan terakhir dan permulaan masa nifas. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh E. Coli dan dapat pula oleh kuman-kuman lain seperti Stafilokokus aureus, Basillus proteus, dan Pseudomonas aerugenosa. Kuman dapat menyebar secara hematogen atau limfogen,  akan tetapi terbanyak dari kandung kemih.
Gejala yang penting diperhatikan:
a.    Pielonefritis akut ditandai dengan gejala demam, menggigil, mual, dan muntah, nyeri pada daerah kostovertebra atau pinggang. Sekitar 85% kasus suhu tubuh melebihi 38 derajat celcius dan sekitar 12% suhu tubuhnya mencapai 40 derajat selcius.
b.    Sering disertai mual, muntah, dan anoreksia.
c.    Kadang-kadang diare.
d.   Dapat juga jumlah urin berkurang.
e.    Pemeriksaan air kemih menunjukkan banyak sel-sel leukosit dan bakteri.

PENATALAKSANAAN:
a.    Ibu hamil dengan pielonefritis akut, hardirawatinapkan. Karena penderita sering mengalami mual dan muntah, mereka umumnya datang dengan keadaan dehidrasi.
b.    Bila ibu datang dengan keadaan syok, segera lakukan pemasangan infus untuk restorasi cairan dan pemberian medikamentosa. Pantau TTV dan diuresis secara berkala.
c.    Bila terjadi ancaman partus prematurus, lakukan pemberian antibiotika seperti yang telah diuraikan di atas dan penatalksanaan partus prematurus.
d.   Terapi kombinasi antibiotika yang efektif adalah gabungan sefoksitin 1-2 gram intravena setiap 6 jam dengan gentamisin 80 mg IV setiap 12 jam. Ampisilin 2 gram/ ciproksin 2 gram IV dan gentamisisn 2x80 mg.

4)   STREPTOCOCCUS GRUP B (GBS)
GBS adalah flora normal manusia dengan reservoir utama di traktus digestivus. GBS dapat masuk ke dalam traktus urinarius utama di traktus digestivus melalui kontaminasi feses atau kontak seksual.
DAMPAK terhadap kehamilan:
a.    Penularan dari ibu ke anak dapat terjadi secara vertikal saat persalinan dengan faktor resiko penularan:
-  Persalinan preterm.
-  Ketuban pecah dini (KPD)
-  BBLR
-  Febris intrapartum
b.    Infeksi GBS pada neonatus:
-  Meningitis (80%).
-  Distress pernafasan.
-  Pneumonia

-  Infeksi lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar