7.1. PADA PERSALINAN
KALA I DAN II
7.1.1.
KELAINAN PRESENTASI DAN POSISI
1)
PRESENTASI
PUNCAK KEPALA
Adalah apabila
derajat defleksnya ringan, sehingga UUB merupakan bagian terendah. U,mumnya bersifat sementara kemudian
berubah menjadi presentasi belakang kepala.
Mekanismen
persalinan sama dengan Posisi Oksipitalis Posterior Persisten (POPP),
perbedaanya: pada persentasi puncak kepala tdak terjadi fleksi keala yang
maksimal, sedangkan puncak kepala yang melalui jalan lahir adalah
sirkumferensia fronto-oksipitalis dengan titik perputaran yang berada dibawah
simfisis adalah glabela.
2)
PRESENTASI
MUKA
Adalah keadaan
dimana kepala dalam kedudukan defleksi maksimal, sehingga oksiput tertekan pada
punggung dan muka merupakan bagian terendah menghadap kebawah.
Primer bila
terjadi sejak kehamilan, sekunder bila terjadi pada proses persalinan.
DIAGNOSIS
a. Tubuh
janin dalam keadaa n fleksi, sehingga pada pemeriksaan luar dada akan teraba
punggung.
b. Bagian
kepala menonjol yaitu belakang kepala berada disebelah yang berlawanan dengan
letak dada.
c. Di
daerah itu juga dapat diraba bagian – bagian kecil janin dan djj lebih jelas.
d. Periksa
dalam meraba dagu, mulut, hidung, pinggir orbita.
ETIOLOGI
Penyebab keadaan – keadaan yang memaksa terjadi
defleksi keala atau keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi kepala.
a. Sering
ditemukan pada janin besar atau panggul sempit.
b. Multiparitas,
perut gantung.
c. Anensefalus,
tumor leher bagian depan.
PENATALAKSANAAN
a. Pada
persalinan cek adanya CPD atau tidak.
b. Bila
tidak ada CPD, dagu di depan: persalinan spontan.
c. Bila
dagu dibelkakang: beri kesempatan dagu memutar ke depan dengan memasukan 1
tangan kedalam vagina.
d. Keadaan
tertentu dicoba merubah menjadi presentasi belakang kepala dengan memasukan
tangan kedalam vaginam kemudian memutar muka pada daerah mulut dan dagu ketas.
Bila gagal coba perasat Thorn.
e. Indikasi
ekstraksi cunam: bila dagu di depan.
f. Indikasi
SC pada: posisi mento posterior persisten, kesulitan panggul dan kesulitan
tirunnya kepala dalam rongga panggul.
3)
POSISI
OKSIPUT POSTERIOR PERSISTEN
Pada persalinan
presentasi belakang kepala, kepala janin turun melalui PAP dengan sutura
sagitalis melintang/ miring, sehingga ubun – ubun kecil dapat berada dikiri
melintang, kanan melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang/ kanan
belakang. Dalam keadaan fleksi bagian kepala yang pertama mencapai dasar panggul
adalah oksiput. Oksiput akan memutar kedepan karena dasar panggul dan muculus
levator aninya membentuk ruangan yang lebih sesuai oksiput. Keadaan UUK
dibelakang dianggap <10% UUk yang tidak berputar kedepan/ tetp dibelakang
disebut oksiput posterior persisten.
ETIOLOGI
a. Diameter
antero posterior panggul lebih panjang dari diameter tranversa. Panggul
anthopoid.
b. Segmen
depan menyempit, contoh: panggul android.
c. Otot-otot
dasar panggul yang lembek pada multipara.
d. Kepala
janin yang kecil dan bulat.
PENATALAKSANAAN
a. Lakukan
pengawasan dengan seksama dengan harapan dapat lahir spontan pervaginam.
b. Tindakan
baru dilakukan jika kala II terlalu lama/ ada tanda – tanda bahaya terhadap
janin.
c. Pada
persalinan dapat terjadi robekan perineum yang teratur atau ekstensi dari episiotomy.
d. Periksa
ketuban. Bila intake, pecahkan ketuban.
e. Bila
posisi kepala> 3/5 diatas PAP atau diatas 2 maka SC.
f. Bila
pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi, beri oksitosin
drip.
g. Bila
pembukaan lengkap dan tidak ada kemajuan pada fase pengeluaran, ulangi apakah
ada obstruksi. Bila tidak ada tanda obstruksi oksitosin drip.
h. Bila
pembukaan lengkap dan kepala masuk sampai tidak kurang 1/5 atau (0) maka
ekstraksi atau forceps.
i. Bila
ada tanda obstruksi/ gawat janin maka SC.
7.1.2.
DISTOSIA KARENA KELAINAN HIS
1)
INERSIA
UTERI HIPOTONIK
Adalah
kelainan his dengan kekuatan yang lemah/ tidak adekuat untuk melakukan
pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Disii keukatan his lemah dan
frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan kurang baik seperti
anemia, uterus yang terlalu teregang, misalnya: akibat hidramnion atau
kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada
pederita dengan keadaan emosi kurang baik.
MACAM – MACAM
a. Inersia
uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten.
Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat (kelemahan is yang timbul sejak
dari permulaan persalinan), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah
penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
b. Inersia
uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau
kala II. Permulaan his baik, kemudian pada permulaan selanjutnya terdapat
gangguan atau kelainan.
PENATALKSAAN
a. Keadaan umum penderita harus segera diperbaiki. Gizi
selama kehamilan harus diperbaiki.
b. Penderita
dipersiapkan menghadapi persalinan dan dijelaskan tentang kemungkinan –
kemungkinan yang ada.
c. Teliti
keadaan serviks, presentasi dan posisi, penurunan kepala/ bokong bila sudah
masuk PAP pasien disuruh jalan, bila his timbul adekuat dapat dilakukan
persalinan spontan, teapi bila tidak berhasil maka akan dilakukan section
caesarea.
2)
INERSIA
UTERI HIPERTONIK
Adalah kelainan
his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi normal) namun tidak ada
koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus sehingga tidak
efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar.
ETIOLOGI
Faktor yang
dapat menyebabkan kelainan ini, antara lain: rangsangan pada uterus, misalnya:
pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama disertai infeksi, dan sebagainya.
PENATALAKSANAAN
Dilakukan
pengobatan simptomatis untuk mengurangi tous otot, nyeri dan mengurangi
ketakutan. Denyut jantung janin harus terus dievaluasi. Bila dengan cara
tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan section caesarea.
3)
HIS
YANG TIDAK TERKOORDINASI
Sifat
his yang berubah – ubah, tidak ada koordinasi dan sinkronisasi antar kontraksi
dan bagian – bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien dalam mengadakan
pembukaan, apalagi dalam pengeluaran janin. Pada bagian atas dapat terjadi
kontraksi tetapi bagian tengah tidak, sehingga menyebabkan terjadinya lingkaran
kekejangan yang mengakibatkan persalinan tidak maju.
PENATALAKSANAAN
a. Untuk
mengurangi rasa takut, cemas dan tonus otot: berikan obat – obatan anti sakit
dan penenang (sedative dan analgetika) seperti morfin, peidin dan valium.
b. Apabila
persalinan berlangsung lama dan berlarut – larut, selesaikanlah partus
menggunakan hasil pemeriksaan dan evaluasi, dengan ekstraksi vakum, forceps
atau section caesarea.
7.1.3.
DISTOSIA KARENA KELAINAN ALAT KANDUNGAN
1)
VULVA
Kelainan yang bisa
menyebabkan kelainan vulva adalah oedema vulva, stenosis vulva, kelainan
bawaan, varises, hematoma, peradangan, kondiloma kauminta dan fistula.
a.
Oedema
vulva
Bisa timbul pada
waktu hamil, biasanya sebagai gejala preeclampsia akan tetapi dapat pula
mempunyai sebab lain misalnya gangguan gizi. Pada persalinan lama dengan
penderita dibiarkan mengejan terus, dapat pula timbul oedema pada vulva.
Kelainan ini umumnya jarang merupakan rintangan bagi kelahiran pervaginam.
b.
Stenosis
vulva
Biasanya terjadi
sebagai akibat perlukaan dan radang yang menyebabkan ulkus – ulkus yang sembuh
dengan parut – parut yang dapat menimbulkan kesulitan. Walaupun pada umumnya
dapat diatasi dengan mengadakan episiotomy, yang cukup luas. Kelaian congenital
pada vulva yang menutup sama sekali hingga hanya orifisium uretra eksternum
yang tampak dapat pula terjadi. Penanganan ini ialah mengadakan sayatan median
secukupnya untuk melahirkan kepala.
c.
Kelainan
bawaan
Atresia vulva
dalam bentuk atresia himenalis yang menyebabkan hematokolpos, hematimetra dan
atresia vagina dapat menghalangi konsepsi.
d.
Varises
Wanita hamil
sering mengeluh melebarnya pembuluh darah di tungkai, vagina, vulva dan wasir.
Serta dapat menghilang setelah kelahiran. Hal ini karena reaksi system vena
pembuluh darah seperti otot – otot ditempat lain melemah akibat hormone
estroid.
Bahaya varises
dalam kehamilan dan persalinan adalah bila pecah dapat mengakibatkan fatal dan
dapat pula terjadi emboli udara. Varises yang pecah harus di jahit baik dalam
kehamilan maupun setelah lahir.
e.
Hematoma
Pembuluh darah
pecah sehingga hematoma di jaringan ikat yang renggang di vulva, sekitar vagina
atau ligamentum latum. Hematoma vulva dapat juga terjadi karena trauma misalnya
jatuh terduduk pada tempat yang keras atau koitus kasar, bila hematoma kecil
resorbsi sendiri, bila besar harus insisi dan bekuan darah harus dikeluarkan.
f.
peradangan
peradangan vulva
sering bersamaan dengan peradangan vagina dan dapat terjadi akibat infeksi
spesifik, seperti sifilis, gonorrhea, trikomoniasis.
g.
Kondiloma
akuminta
Merupakan
pertumbuhan pada kulit selaput lender yang menyerupai jengger ayam jago.
Berlainan dengan kondiloma latum permukaan kasar papiler, tonjolan lebih
tinggi, warnanya lebih gelap. Sebaiknya diobati sebelum bersalin. Banyak
penulis menganjurkan insisi dengan elektrocauter atau dengan tingtura
podofilin. Kemungkinan residiv selalu ada penyebab rangsangan tidak berantas
lebih dahulu atau penyakit primernya kambuh.
h.
Fistula
Fistula
vesikovaginal atau fistula rektovaginal biasanya terjadi pada waktu bersalin
sebagai tindakan operatif maupun akibat nekrosis tekanan. Tekanan lama antara
kepala dan tulang panggul gangguan sirkulasi sehingga terjadi kematian jaringan
lokal dalam 5-10 hari lepas dan terjadi lubang. Akibatnya terjadi inkontinensia
alvi. Fistula kecil yang tidak disertai infeksi dapat sembuh dengan sendirinya.
Fistula yang sudah tertutup merupakan kontra indikasi pervaginam.
2)
VAGINA
Kelianan
yang dapat menyebabkan distosia adalah:
a.
Kelainan
vagina
Pada aplasia
vagina tidak ada vagina dan ditempatnya introitus vagina dan terdapat cekungan
yang agak dangkal atau yang agak dalam. Terapi terdiri atas pembuatan
vagina baru beberapa metode sudah
dikembangkan untuk keprluan itu, operasi ini sebaiknya dilakukan pada saat
wanita bersangkutan akan menikah. Dengan demikian vagina dapat digunakan dan
dapat dicegah bahwa vagina buatan dapat menyempit. Pada atresia vagia terdapat
gangguan dalam kanalisasi sehingga terdapat satu septum yang horizontal, bila
penutupan vagina ini menyeluruh, menstruasi timbul namun darahnya tidak keluar,
namun bila penutupan vagina tidak menyeluruh tidak akan timbul kesulitan
kecuali mungkin pada partus kala II.
b.
Stenosis
vagina congenital
Jarang terdapat,
lebih sering ditemukan septum vagina yang memisahkan vagina secara lengkap atau
tidak lengkap pada bagian kanan atau bagian kiri. Septum lengkap biasanya tidak
menimbulkan distosia karena bagian vagina yang satu umumnya cukup lebar, baik
untuk koitus maupun lahirnya janin.
Septum tidak
lengkap kadang – kadang menahan turunnya kepala janin pada persalinan dan harus
dipotong dahulu. Stenosis dapat terjadi karena parut – parut akibat perlukaan
dan radang. Pada stenosis vagina yang tetap laku dalam kehamilan dan merupakan
halangan untuk lahirnya janin perlu ditimbangkan section caesarea.
c.
Tumor
vagina
Dapat merupakan
rintangan bagi lahirnya janin pervaginam, adanya tumor vagina dapat juga
menyebabkan persalinan pervaginam dianggap mengandung terlampau banyak resiko.
Tergantung dari jenis dan besarnya tumor perlu dipertimbangkan apakah
persalinan dapat berlangsung secara pervaginam atau diselesaikan dengan section
caesarea.
d.
Kista
vagina
Kista vagina
berasal dari duktus gartner atau duktus muller, letak lateral dalam vagina bagian
proksimal, ditengah, distal dibawah orifisum uretra eksternal. Bila kecil dan
tidak ada keluhan dibiarkan tetapi bila besar dilakukan pembedahan.
Marsupialisasi sebaiknya 3 bulan setetlah lahir.
3)
UTERUS
Kelainan yang
penting berhubungan dengan persalinan adalah distosia servikalis.
Karena
disfungtional uterine action atau karena parut pada serviks uteri. Kala I
serviks uteri menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi sehingga merupakan
lembaran kertas dibawah kepala janin. Diagnosis dibuat dengan menemukan luang
kecil yakni ostium uteri eksternum ditengah – tengah lapisan tipis atau disebut
dengan konglutinasio orifisii eksterni bila ujung, dimasukan ke orifisum ini
biasanya serviks yang kaku pada primitua sebagai akibat infeksi atau operasi.
7.1.4.
DISTOSIA KARENA KELAINAN JANIN
1)
BAYI
BESAR (MAKROSOMIA)
PENGERTIAN
Makrosomia adalah bayi yang berat
badannya pada saat lahir lebih dari 4000 gram. Berat neonates pada umumnya
kurang dari 4000 gram dan jarang melebihi 5000 gram. Frekuensi berat badan
lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3% dan yang lebih dari 4500 gram adalah
0,4%.
ETIOLOGI
a. Bayi
dan ibu yang menderita diabetes sebelum hamil dan bayi dari bu hamil yang
menderita diabetes selama kehamilan.
b. Terjadi
obesitas pada ibu juga dapat menyebabkan kelahiran bayi besar (bayi giant).
c. Pola
makan ibu yang tidak seimbang atau berlebihan juga mempengaruhi kelahiran bayi
besar.
TANDA
DAN GEJALA
a. Berat
badan lebih dari 4000 gram pada saat lahir
b. Wajah
menggembung, pletoris (wajah tomat)
c. Besar
untuk usia gestasi
d. Riwayat
intrauterus dari ibu yang diabetes dan ibu yang polihidramnion
PENATALAKSANAAN
Jika dijumpai
diagnosis makrosomia maka bidan harus segera membuat rencana asuhan atau
perawatan untuk segera diimplementasikan, tindakan tersebut adalah merujuk
pasien. Alasan dilakukan rujukan adalah untuk mengantisipasi adanya masalah –
masalah pada janin dan juga ibunya.
Masalah potensial yang akan dialami
adalah:
a. Resiko
dari trauma lahir yang tinggi jika bayi lebih besar dibandingkan panggul
ibunya, perdarahan intracranial.
b. Distosia
bahu.
c. Rupture
uteri.
d. Robekan
perineum.
e. Fraktur
anggota gerak.
2)
HIDROSEFALUS
PENGERTIAN
Hidrosefalus
adalah kelainan patologis otak yang mengakibatnkan bertambahnya cairan
serebrospinal dnegan atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi
sehingga terdapat pelebaran ventrikel. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel
biasanya antara 500 – 1500 ml akan tetapi kadang – kadang dapat mencapai 5
liter.
Pelebaran
ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara absobsi dan produksi cairan serebrospinal.
Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat dari penyakit atau
kerusakan otak. Adanya kelainan – kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi
besar serta terjadi pelebaran sutura dan ubun _ ubun.
ETIOLOGI
a. Kelainan
bawaan (congenital)
- Stenosis
akuaduktus sylvii.
- Spna
bifida dan cranium bifida
- Sindrom
Dandy-Walker
- Kista
araknoid dan anomaly pembuluh darah
b. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul
perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan
araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Penyebab infeksi lain adalah
toxoplasmosis.
c. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik
yang data terjadi disetiap tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak
menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus sylvii bagian terakhir
biasanya suatu glikoma yang berasal dari cerebrum, penyumbatan bagian depan
ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
d. Perdarahan
Perdarah sebelum dan
sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkna fibrosis leptomeningen terutama
pada daerah basal otak, selian penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari
darah itu sendiri.
DIAGNOSIS
a. Saat
palpasi teraba ukuran kepala yang besar dan kepala tidak masuk pintu atas
panggul.
b. Pada
pemeriksaan dalam terdapat kepala dengan sutura yang dalam dan ubun – ubun yang
luas, serta tulang kepal terasa tipis seperti menekan bola pingpong.
c. Ditemukan
bayangan tengkorak yang besar sekali pada pemeriksaan rontgen.
d. Pada
pemeriksaan USG tampak kepala yang besar dengan ukuran diameter biparietalis
yang lebar.
PENATALAKSANAAN
a. Pada
pembukaan 3-4 cm lakukan tindakan pungsi sisterna untuk mengecilkan kepala
janin. Punsi dilakukan dengan mengguakan jarum pungsi spinal yang besar,
kemudia cairan dilkeluarkan sebanyak mungkin dari ventrikel.
b. After
coming head akan terjadi pada letak sungsang. Lakukan perforasi dari foramen
ovale untuk mengeluarkan cairan, agar kepala janin dapat lahir pervaginam.
3)
ANENSEFALUS
PENGERTIAN
Anensefalus
adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak
terbentuk. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung syaraf (suau kelainan
yang terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada
jaringan pembentuk otak dan korda spinalis).
ETIOLOGI
Anensefalus
terjadi jika tabung syaraf sebelah atas gagal menutup, tatapi penyebab yang
pasti tidak dketahui. Penelitian menunjukan kemungkinan anensefalus berhubungan
dengan racun dilingkungan juga kadr asam folat yang rendah dalam darah.
Anensefalus ditemukan pada 3,6-4,6 dari 10.000 bayi baru lahir.
Faktor resiko terjadinya
anensefalus adalah:
a. Riwayat
anensefalus pada kehamilan sebelumnya
b. Kadar
asam folat yang rendah
TANDA
DAN GEJALA
a. Pada
ibu: polihidramnion (cairan ketuban didalam rahim terlalu banyak)
b. Pada
bayi:
- Tidak
memiliki tulang tengkorak
- Tidak
memiliki otak (hemisfer serebri dan serebelum)
- Kelaina
pada gambaran wajah
- Kelainan
jantung
PENATALAKSANAAN
a. Anjurkan
pada setiap wanita usia subur yang telah menikah untuk mengkonsumsi
multivitamin yang mengandung 400 mcg asam folat setap harinya.
b. Pada
ibu denga riwayat anensefalus anjurkan untuk mengkonsumsi asam folatyang lebih
tingi yaitu 4 mg saat sebelum hamil dan selama kehamilannya.
c. Lakukan
asuha antenatal secara teratur.
d. Bayi
yang menderita anensefalus tidak akan bertahan mereka lahir dalam keadaan
meninggal atau akan meninggal dalam waktu beberapa hari setelah lahir.
4)
JANIN
KEMBAR SIAM
PENGERTIAN
Kembar
siam adalah keadaan anak kembar yang tubuh keduanya bersatu. Hal ini terjadi
apabila zigot dari bayi kembar identik gagal berpisah secara sempurna.
Kemunculan kasus kembar siam diperkirakan adalah satu dalam 200.000 kelahiran.
Yang bisa bertahan hidup antara 5% dan
25 % dan kebanyakan (75%) berjenis kelamin perempuan.
ETIOLOGI
Banyak faktor
diduga sebagai penyebab kehamilan kembar. Selain faktor genetik oabt penyubur
yang dikonsumsi dengan tujuan agar sel telur matang secara sempurna juga diduga
dapat memicu terjadinya bayi kembar. Alasannya jika indung telur bisa
memproduksi sel telur dan diberi oba penyubur maka sel elur yang matang pada
saat bersamaan bisa banyak bahkan sampai lima dan enam.
PENATALAKSANAAN
Jika pada saat
pemeriksaan kehamilan sudah ditegakan janin kembar siam, tidakan yang lebih
aman adalah melakukan section caesarea.
5)
GAWAT
JANIN
PENGERTIAN
Gawat janin adalah keadaan/ reaksi
ketika janin tidak memperoleh oksigen yang cukup.
DIAGNOSIS
a. Djj
abnormal
- Djj
lambat (kurang dari 100x/ menit) saat tidak ada his, menunjukan adanya gawat
janin.
- Djj
cepat (lebih dari 180x/ menit) yang disertai takikardi ibu bisa karena ibu
demam, efek obat, hipertensi atau amnionitis. Jika denyut jantung ibu normal,
denyut jantung janin yang cepat sebaiknya dianggap sebagai tanda gawat janin.
b. Air
ketuban berwarna hijau/ sedikit
PENATALAKSANAAN
a. Jika
sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat – obatan) mulailah penanganan yang
sesuai.
b. Jika
sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal
sepanjang paling sedikit 3 kontaksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari
penyebab gawat janin:
- Jika
terdapat perdarahan dengan nyeri yang hilang timbul atau menetap, pikirkan
kemungkinan solusio plasenta.
- Jika
terdapat tanda – tanda infeksi (demam, secret vagina berbau tajam) berikan
antibiotika.
- Jika
tali pusat terletak dibawah bagian bawah janin atau dalam vagina, lakukan
penangnan prolaps tali pusat.
c. Jika
denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda – tanda lain gawat
janin ( emkonium kental pada cairan amnion), rencanakan persalinan:
- Jika
serviks telah berdilatasi dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 diatas simfisi
pubis lekukan persalinan dengan ekstraksi vakum atau forceps.
- Jika
serviks tidak berdilatasi penuh dan kepala janin berada lebih dari 1/5 diatas
simfisi pubis, lakukan persalinan dengan section caesarea.
7.1.5.
DISTOSIA KARENA KELAINAN JALAN LAHIR
1)
KESEMPITAN
PINTU ATAS PANGGUL (PAP)
a. Pintu
atas panggul dinyatakan sempit apabila:
- Diameter
antero-posterior terpendek <10 cm.
- Diameter
transversal terbesar <12 cm.
- Perkiraan
diameter antero-posterior PAP dilakukan melalui pengukuran Conjugata diagonalis
secara manual (VT) dan kemudian dikurangi 1,5 cm, sehingga kesempitan PAP
sering ditegakan bila ukuran conjugate diagonalis <11,5 cm.
b. Kehamilan
aterm: ukuran rata – rata biparietal (BPD) 9,5 – 9,8 cm. kepala janin normal
tidak mungkin dapat melalui panggul bila diameter antero posterior pintu atas
panggul <10 cm.
c. Kesempitan
PAP merupakan predisposisi terjadinya kelainan presentasi.
d. Pada
ibu dengan kesempitan panggul angka kejadian letak muka dan letak lintang
meningkat 3 kali lipat dan angka kejadian prolapsus tali pusat meningkat 5-6
kali lipat
e. Pada
kasus kesempitan panggul dimana kepala janin masih berada diatas pintu atas
panggul semua tekanan hidrostatik disalurkan pada bagian selaput ketuban yang
berada diatas ostium uteri internum sehingga sering terjadi peristiwa Ketuban
Pecah Dini (KPD) pada kasus kesempitan Pintu Atas Panggul.
2)
KESEMPITAN
BIDANG TENGAH PELVIS
a. Kesempatan
bidang tengah panggul tidak dapat dinyataka secara tegas seperti kesempitan
PAP, namun kejadian ini lebih sering terjadi diabnding kesempitan PAP.
b. Kejadian
ini sering menyebabkan kejadian “deep transverse arrest” (letak malang
melintang rendah) pada perjalanan persalinan dengan posisi occipitalis
posterior (sebuah gangguan putar paksi dalam akibat kesempitan Bidang Tengah
Panggul).
c. Bidang
Obstetrik Bidang Tengah Panggul terbentang dari tepi bawah simfisis pubis
melalui spina ischiadika dan mencapai sacrum di dekat pertemuan antara vertebra
sacralis 4-5.
3)
KESEMPITAN
PBP
a. PBP
berbentuk dua buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama (berupa diameter
intertuberus) dan tidak terletak pada bidang yang sama.
b. Berkurangnya
diameter intertuberosa menyebabkan sempitnya segitiga anterior sehingga pada
kala II kepala terdorong lebih kearah posterior dengan konsekuensi pada
persalinan terjadi robekan perineum yang luas.
c. Distosia
akibat kesempitan Pintu Bawah Panggul saja jarang terjadi mengingat bahwa
kesempitan PBP hamper selalu disertai dengan kesempitan Bidang Tengah Panggul.
7.2.
PADA PERSALINAN KALA III DAN IV
7.2.1.
PERDARAHAN POST PARTUM PRIMER
Perdarahan pasca persalianan adalah kahilangan darah
lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah
persalinan kala III. Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam
pertama. Ada beberapa kemungkinan penyebab yaitu:
a.
Atonia uteri
b.
Perlukaan jalan lahir
c.
Retensio plasenta
d.
Tertinggalnya sebgian plasenta di dalam
uterus
e.
Kelainan proses pembekuan darah akibat
hipofibrinogenemia
f.
Penatalaksanaan kala III yang salah
7.2.2.
ATONIA UTERI
PENGERTIAN
Atonia ueteri merupakan penyebab terbanyak
perdarahan post partum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk
melakukan histerektomi post partum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama
untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan
mekanisme ini.
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya
tonus/ kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan
terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
ETIOLOGI
Atonia
uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi
(penunjang), seperti:
a. Regangan
rahim berlebihan, seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion atau paritas
tinggi.
b. Umur
yang terlalu muda atau terlalu tua.
c. Meltipara
dengan jarak kelahiran yang pendek.
d. Partus
lama / partus terlantar
e. Malnutrisi
f. Penanganan
yang salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya: plasenta belum terlepas
dari dinding uterus.
g. Adanya
mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
PENATALAKSANAAN
a. Masase
fundus uteri segera setelah lahirnay plasenta (maksimal 15 detik)
b. Pastikan
bahwa kantung kemih kosong
c. Lakukan
kompresi bimanual interna selama 5 menit. Kompresi uterus ini akan memberikan
tekanan langsung pada pembuluh terbuka di dinding dalam uterus dan merangsang
miometrium untuk berkontraksi.
d. Anjurkan
keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna.
e. Keluarkan
tangan perlahan – lahan.
f. Berikan
ergometrin 0,2 mg IM (jangan diberikan bila hipertensi).
g. Ergometrin
akan bekerja selama 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi uterus.
h. Pasang
infuse menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc ringer laktat +20
unit oksitosin
i. Ulangi
kompresi bimanual interna (KBI) yang digunakan bersama ergometrin dan oksitosin
akan membantu uterus berkontraksi.
j. Dampingi
ibu ketempat rujukan. Teruskan melakukan KBi. Kompresi uterus ini memberikan
tekanan langsung pada pembuluh terbuka dinding uterus dan merangsang miometrium
untuk berkontraksi.
k. Lanjutkan
infuse ringer laktat +20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan dengan laju 500
ml/ jam hingga tiba ditempat rujukan. Ringer laktat kan membantu memulihkan
volume cairan yang hilang selama perdarahan.
7.2.3.
RETENSIO PLASENTA
PENGERTIAN
Retensio plasenta adalah lepas plasenta
tidak bersamaan sehingga masih melekat pada tempat implantasi, menyebabkan
retraksi dan kontraksi otot uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap
terbuka serta menimbulkan perdarahan.
ETIOLOGI
a. Faktor
maternal: gravida tua dan multiparitas.
b. Faktor
uterus: bekas section caesarea, bekas pembedahan uterus, tidak efektifnya
kotraksi uterus, bekas kuretase uterus, bekas pengeluaran manual plasenta, dan
sebagainya.
c. Faktor
plasenta: plasenta previa, implantasi corneal, plasenta akreta dan kelainan
bentuk plasenta.
KLASIFIKASI
a. Plasenta
adhesiva: plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
b. Plasenta
akreta: vili korialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
c. Plasenta
inkreta: vili korialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium
sampai ke miometrium.
d. Plasenta
perkreta: vili korialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.
e. Plasenta
inkarserata: tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh
konstriksi ostium uteri.
PENATALAKSANAAN
Apabila
plasenta belum lahir ½-1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila disertai
perdarahan lakukan plasenta manual.
7.2.4.
EMBOLI AIR KETUBAN
PENGERTIAN
Emboli air ketuban adalah masuknya air
ketuban beserta komponennya kedalam sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud komponen
disini adalah unsure – unsure yang terdapat di air ketuban seperti lapisan
kulit janin yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin dan cairan kental.
ETIOLOGI
Belum
jelas diketahui secara pasti.
FAKTOR RESIKO
a. Multipara
b. Solusio
plasenta
c. IUFD
d. Partus
presipitatus
e. Suction
curettage
f. Terminasi
kehamilan
g. Trauma
abdomen
h. Versi
luar
i. Amniosentesis
GAMBARAN KLINIK
a. Umumnya
terjadi secara mendadak
b. Pasien
hamil tiba – tiba mengalami kolaps
c. Menjelang
akhir persalinan pasien batuk – batuk, sesak terengah – engah, dan kadan
cardiac arrest.
PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan
primer bersifat suportif dan dberikan secara agresif
b. Terapi
awal adalah memperbaiki cardiac output dan mengatasi DIC
c. Bila
anak belum lahir, lakukan section caesarea dengan catatan dilakukan setelah
keadaan umum ibu stabil.
d. X-Ray
torax memperlihatkan adanya edema paru dan bertambahnya ukuran atrium kanan dan
ventrikel kanan.
e. Pemeriksaan
laboratorium: asidosis metabolic (penurunan PaO2 dan PaCO2)
f. Terapi
tambahan:
- Resusitas
cairan
- Infuse
dopamine untuk memperbaiki cardiac output
- Adrenalin
untuk mengatasi anafilaksis
- Terapi
DIC dengan fresh frozen plasma
- Terapi
perdarahan pasca persalinan dengan oksitosin
- Segera
rawat di ICU
7.2.5.
ROBEKAN JALAN LAHIR
Trauma
jalan lahir perlu mendapatkan perhatian khusus, karena dapat menyebabkan:
a. Disfungsional
organ bagian luar sampai alat reproduksi vital
b. Sebagai
sumber perdarahan yang berakibat fatal.
c. Sumber
atau jalannya infeksi.
Klasifikasi
robekan jalan lahir adalah sebagai berikut:
a)
ROBEKAN
PERINEUM
PENGERTIAN
Adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir
baik secara spontan maupun dengan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya
terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir
terlalu cepat.
ETIOLOGI
a. Kepala
janin terlalu cepat lahir
b. Persalinan
tidak dipimpin sebagaimana mestinya
c. Adanya
jaringan parut pada perineum
d. Adanya
distosia bahu
KLASIFIKASI
a. Derajat
satu: robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit
perineum.
b. Derajat
dua: robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum
dan otot – otot perineum.
c. Derajat
tiga: robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit
perineum dan otot – otot perineum dan sfingter ani eksterna
d. Derajat
empat: robekan dapat terjadi pada seluruh perineum dan sfingter ani yang meluas
sampai ke mukosa.
PENATALAKSANAAN
a. Derajat
I: robekan ini kalau tidak terlalu besar, tidak perlu dujahit
b. Derajat
II: lakukan penjahitan
c. Derajat
III dan IV: lakukan rujukan
b)
ROBEKAN
SERVIKS
PENGERTIAN
Persalinan
selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara
berbeda dari yang belum melahirkan pervaginan. Robekan serviks yang luas
menimbulkan perdarahandan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila
terjadi perdaraha yang tidak berhentimeskipun plasenta sudah lahir lengkap dan
uterus sudah berkontraksi baik perlu diperkirakan perlukaan jalan lahir,
khususnya robekan serviks uteri.
ETIOLOGI
a. Partus
presipitatus
b. Trauma
karena pemakaian alat – alat kontrasepsi
c. Melahirkan
kepala pada letak sungsang secara paksa, pembukaan belum lengkap.
d. Partus
lama.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakan melalui
pemeriksaan spekulum
PENATALAKSANAAN
a. Jepit
klem ovum pada ke-2 biji sisi portio yang robek, sehingga perdarahan dapat
segera dihentikan.
b. Jika
setelah eksplorasi lanjutan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan
dimulai dari ujung atas robekan kea rah luar sehingga semua robekan dapat
dijahit.
c. Setelah
tindakan periksa TTv, KU, TFU dan perdarahan
d. Beri
antibiotic profilaksis, kecuali bila jelas – jelas ditemui tanda – tanda
infeksi.
c)
ROBEKAN
DINDING VAGINA
Perlukaan vagina yang
tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Robekan terjadi
pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
PENATALAKSANAAN
a. Pada
robekan yang kecil dan superfisiil, tidak diperlukan penanganan khusus.
b. Pada
robekan yang lebar dan dalam, perlu dilakukan penjahitan secara jelujur.
c. Apabila
perdarahan tidak bisa diatasi, lakukan laparotomi dan pembukaan ligamentum
latum.
d. Jika
tidak berhasil, lakukan pengangkatan arteri hipogastrika.
7.2.6. INVERSIO UTERI
PENGERTIAN
Inversion uteri adalah keadaan dimana
fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya ke dalam kavum uteri. Uterus
dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi diluar saat melahirkan
plasenta. Reposisi sebaiknya dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran
konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi
darah.
ETIOLOGI
a. Grande
multipara
b. Atonia
uteri
c. Kelemahan
alat kandungan
d. Tekanan
intraabdominal yang tinggi (batuk dan mengejan)
e. Cara
crade yang berlebihan
f. Tarikan
tali pusat
g. Manual
plasenta yang terlalu dipaksakan
h. Retensio
plasenta
PENATALAKSANAAN
a. Lakukan
pengkajian ulang
b. Pasang
infuse
c. Berikan
petidin dan diazepam IV dalam spuit berbeda secara perlahan – lahan, atau anastesia umum jika
diperlukan.
d. Basuh
uterus dengan antiseptic dan tutup dengan kain basah (NaCl hangat) menjelang
operasi
e. Lakukan
reposisi
7.2.7. SYOK OBSTETRIK
PENGERTIAN
Syok
adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah ke dalam jaringan
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan yang tidak
mampu mengeluarkan hasil metabolism.
PENYEBAB
a.
Perdarahan
b.
Infeksi berat
c.
Solusio plasenta
d.
Inversion uteri
e.
Emboli air ketuban
f.
Komplikasi anestesi
GEJALA KLINIK
a.
Tekanan darah menurun
b.
Nadi cepat dan lemah
c.
Keringat dingin
d.
Sianosis jari – jari
e.
Sesak nafas
f.
Penglihatan kabur
g.
Gelisah
h.
Oligouria
PENATALAKSANAAN
Penanganan
syok terdiri dari tiga garis utama, yaitu:
a.
pengembalian fungsi sirkulasi darah dan
oksigenasi
b.
eradikasi infeksi
c.
koreksi cairan dan elektrolit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar